Kejatuhan Perang Ukraina Dapat Memicu Pergeseran Signifikan dari Tiongkok

Eva Fu

Dunia dapat mulai melihat sebuah “pergeseran signifikan dari Tiongkok” karena perusahaan dan pemerintah mengevaluasi kembali hubungan-hubungan bisnis mereka dengan rezim Tiongkok setelah perang Rusia–Ukraina, menurut analis ekonomi Christopher Balding.

Christopher Balding, yang ahli dalam bidang ekonomi dan teknologi Tiongkok sebagai seorang rekan senior di Henry Jackson Society, sebuah lembaga pemikir kebijakan luar negeri trans-Atlantik di Inggris, mengajukan pernyataan tersebut setelah kepala BlackRock, manajer aset terbesar di dunia, mengatakan invasi Rusia telah menandai berakhirnya globalisasi, di mana negara-negara dan bisnis membuka sebuah perang ekonomi melawan Rusia, dan secara lebih umum, mempertimbangkan kembali ketergantungannya pada negara-negara lain.

Dan, jika negara-negara dan bisnis-bisnis tersebut melakukannya, satu negara yang jelas adalah Tiongkok, kata Christopher Balding kepada NTD, rekan outlet media The Epoch Times.

“Sekarang, orang-orang benar-benar berpikir apa yang terjadi jika Tiongkok mulai membunuh orang di Xinjiang, apa yang terjadi jika Tiongkok memaksakan sebuah blokade laut di sekitar Taiwan? Dan ada semua jenis skenario yang dimainkan di sana,” kata Christopher Balding.

“Tiba-tiba, orang-orang berkata: ‘Tunggu sebentar, ini berarti menyangkut rantai persediaan saya di Tiongkok, bisnis saya berurusan dengan sebuah universitas di Tiongkok’… Dan orang-orang sudah melihat tingkat dukungan yang diterima Rusia dari Tiongkok dan mengajukan banyak pertanyaan yang tidak menyenangkan mengenai Tiongkok. Dan saya pikir jika anda mengeluarkan Tiongkok dari pertanyaan itu, pada dasarnya akan menjadi sebuah pergeseran monumental dalam di bidang politik dan ekonomi global.”

Pandemi COVID-19 yang pertama kali meletus dari Tiongkok dua tahun lalu, telah menciptakan sebuah pusat perhatian pada ketergantungan dunia pada Tiongkok untuk memproduksi banyak pasokan yang dibutuhkan, mulai dari farmasi hingga mineral penting dan peralatan medis.

Kemarahan atas kampanye penindasan Tiongkok di Xinjiang, Hong Kong, dan di tempat lain juga telah memicu seruan-seruan–—baik dari para aktivis maupun pejabat Barat—untuk bisnis internasional untuk pergi dari Tiongkok.

Pada 17 Maret, Senator Amerika Serikat Rick Scott (R-Fla.) mengirim sebuah surat terbuka kepada para pemimpin bisnis yang memuji para pemimpin bisnis karena menghentikan operasi di Rusia dan mendesak para pemimpin bisnis untuk meniru pendekatan mereka sehubungan dengan Tiongkok, yang menyoroti risiko Beijing mengikuti tuntutan Rusia dan menginvasi Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri, serta pelanggaran hak asasi manusia rezim Tiongkok.

“Tidak ada organisasi terhormat di Amerika Serikat yang boleh berbisnis dengan sebuah rezim pembunuh. Setiap dolar yang dihabiskan di Tiongkok komunis mendukung ekonomi Tiongkok dan pemerintah genosida Xi Jinping,” kata Rick Scott, merujuk pada pemimpin Tiongkok Xi Jinping. “Sudah waktunya untuk menempatkan hak asasi manusia dan demokrasi di atas keuntungan-keuntungan.”

Senator Partai Republik Diana Harshbarger (R-Tenn.) melihat mengakhiri ketergantungan manufaktur pada Tiongkok sebagai sebuah masalah keamanan nasional.

“Tiongkok adalah negara yang bermusuhan, dan kita mengandalkan Tiongkok untuk 90 persen obat-obatan kita atau bahan-bahan farmasi aktif dan produk jadi kita, Kita perlu membuat hal-hal itu di Amerika Serikat atau memberdayakan sekutu-sekutu kita,” kata Diana Harshbarger baru-baru ini kepada  NTD. 

Karantina massal di Tiongkok baru-baru ini karena sebuah lonjakan kasus COVID-19 kembali memperbarui kekhawatiran di seluruh dunia mengenai gangguan rantai pasokan.

Krisis global seperti pandemi telah membuat kembalinya rantai pasokan ke negara asal semakin mendesak, kata Diana Harshbarger.

“Jika pandemi semakin parah, atau pandemi yang lain [mucul], apakah kita akan cukup mandiri?” (Vv)