Tiongkok Menerapkan ‘Pasar Nasional Terpadu’, Berniat Kembali ke Sistem Pembelian dan Penjualan Terpadu ?

oleh Luo Ya, Huang Yimei

Tiongkok mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam akibat epidemi virus Wuhan (COVID-19). Dalam pertemuan tertutup yang membahas perkembangan ekonomiĀ  pada awal Desember tahun lalu, para pemimpin Tiongkok mengakui bahwa ekonomi Tiongkok sedang menghadapi tiga tekanan besar, yakni penyusutan permintaan, kejutan pasokan (supply shock), dan ekspektasi yang melemah. Pertemuan akhirnya memutuskan untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dan sosial. Saat ini, pemerintah Tiongkok sedang menggarap sistem ekonomi nasional yang menuju kesatuan pasokan dan pemasaran yang disebut Pasar Nasional Terpadu

Pada 10 April, Dewan Negara Tiongkok mengeluarkan surat keputusan berjudul ‘Opini tentang Percepatan Pembangunan Pasar Nasional Terpadu’, yang isinya menekankan untuk mendobrak halangan perkembangan yang disebabkan oleh kebijakan perlindungan lokal juga menghilangkan pembagian segmentasi pasar. Dan, mempromosikan sistem pasar besar yang terpadu di seluruh negeri. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan penyatuan aturan dan kelembagaan di berbagai bidang yang terkait.

Para ahli ekonomi mengatakan bahwa jika pasar disatukan, itu berarti bukan ekonomi pasar yang sesungguhnya.

Frank Tian Xie, ā€‹ā€‹ā€‹ā€‹seorang profesor di Aiken School of Business dari University of South Carolina, mengatakan : “Pasar itu sendiri seharusnya memiliki banyak sekali penjual dan pembeli, harga produk juga transparan. Persaingan pasar justru terjadi bila ada persaingan antar satu sama lain. Jika pasar disatukan, maka itu sudah bukan lagi pasar persaingan bebas yang sebenarnya, tetapi lebih pada semacam toko eksklusif, agen waralaba yang bisa berbuat sewenang-wenang. Pada kenyataannya, ya monopoli”.

Para ahli percaya bahwa apa yang disebut Pasar Nasional Terpadu yang diusulkan oleh pemerintah Tiongkok, sebenarnya adalah sistem pembelian dan penjualan terpadu.

Frank Tian Xie mengatakan : “Dari masalah harga serta produk itu sendiri, jika pemerintah menghendaki penetapan harga terpadu dan kontrol terpadu atas sumber produk, maka hambatannya adalah tidak dapat memperkirakan terlebih dahulu mengenai besar atau kecilnya permintaan pasar. Pemerintah Tiongkok di masa lalu pernah menerapkan sistem pasar nasional terpadu yang kemudian menyebabkan bencana kelaparan. Dan masalah ini pasti akan muncul kembali.”

Menurut analisis para ahli, bahwa pemerintah Tiongkok menerapkan pasar nasional terpadu tentu diikuti oleh berbagai alasan.

“Alasan pertama, karena kondisi keuangan lokal dan pusat pemerintah Tiongkok sudah runtuh, seluruh ekonominya runtuh. Alasan kedua, saya pikir, berkaitan erat dengan perebutan kekuasaan di internal Partai Komunis Tiongkok. Xi Jinping menghadapi tekanan dari dalam partai mengenai persiapannya dalam menghadapi Kongres Nasional ke-20. Jadi cara terbaiknya adalah memanfaatkan pasar nasional terpadu ini untuk membersihkan semua lawan politiknya dan melenyapkan para pembangkang. Alasan ketiga, saya pikir pemerintah komunis sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi perang melawan kelaparan,” kata Frank Tian Xie.

Li Hengqing, seorang ekonom yang tinggal di Amerika Serikat menjelaskan bahwa pemerintah Tiongkok saat ini sedang menghadapi terlalu banyak masalah di bidang ekonomi, dan pihak berwenang tidak mampu lagi mengendalikannya. Tidak ada gunanya meluncurkan apa yang disebut pasar terpadu untuk menyelesaikan masalah. Karena yang diperlukan Tiongkok saat ini adalah supremasi hukum.

Li Hengqing, seorang ekonom yang tinggal di Amerika Serikat mengatakan : “Pejabat pemerintah yang bikin kacau di Tiongkok tidak seluruhnya pejabat pemerintah daerah, tetapi sumber sebenarnya adalah dari pemerintah pusat. Begitu Xi Jinping memperhatikan lembaga pendidikan dan pelatihan, seluruh industri itu ditutup. Jadi dilihat dari sudut ini, tidak ada gunanya hanya meneriakkan slogan-slogan saja. Jika memang mereka benar-benar ingin menerapkan suatu sistem, maka buatlah aturan, tegakkan hukum tanpa pandang bulu, biarkan pihak yang berkuasa pun harus mematuhi hukum seperti warga sipilā€.

Dunia luar percaya bahwa ini adalah cerminan pemerintah Tiongkok sedang berjalan mundur, untuk mempercepat kembalinya ke era ekonomi terencana yang pernah digagaskan oleh Mao Zedong.

Seorang pakar urusan Tiongkok dari University of Technology Sydney, Feng Chongyi mengatakan, ekonomi terencana Tiongkok yang pernah diterapkan di masa lalu itu adalah berbentuk sosialisme negara-partai, itu merupakan ekonomi milik negara yang mendudukkan negara dan partai di atas pasar. Itu berbeda dengan kapitalisme negara-partai yang diterapkan saat ini.Ā 

Feng Chongyi menambahkan : “Karena tumbuh sebagai parasit di pasar modal global dan juga ekonomi swasta di daratan Tiongkok, jadi jangan harap bisa kembali, yaitu kembali ke bentuk ekonomi terencana yang sepenuhnya dikendalikan oleh negara seperti di masa itu. Tidak mungkin lagi ! Yang bisa dilakukan negara saat ini hanya menggunakan kekuatan politik untuk mengendalikan industri hulu, kemudian membuat perusahaan-perusahaan asing dan swasta bergantung pada perusahaan milik negara”.

‘Koperasi Pasokan dan Pemasaran’ adalah produk dari ekonomi terencana di era mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok Mao Zedong yang gagal memakmurkan rakyat. Produk tersebut juga dianggap sebagai simbol dari kemiskinan, kelangkaan material atau krisis bahan baku. (sin)