Putin Guncang USD, Mengapa PKT Tidak Mampu Meniru?

Dr. Xie Tian

Perang Rusia menginvasi  Ukraina telah berlalu enam minggu lamanya, sanksi Eropa dan Amerika terhadap Rusia juga terus meningkat. Sanksi terbatas AS terhadap Rusia sebelum invasi, meliputi obligasi Rusia, tokoh elite, bank milik negara Rusia, bank militer, dan Promsvyazbank (PSB, bank komunikasi industri) Rusia. 

Setelah perang dimulai, sanksi versi yang di-upgrade, dibekukan rekening milik sepuluh lembaga keuangan terbesar di Rusia, berikut segala institusi yang memiliki aset 80% atas perbankan Rusia, serta dilakukan pembatasan utang dan saham. 

Selain itu, juga diberlakukan pembatasan ekspor terhadap produk teknologi yang menyangkut pertahanan negara, dirgantara, dan pelayaran laut bagi Rusia. Sanksi moneter “kelas nuklir” dari UE terhadap Rusia adalah mendepak Rusia keluar dari sebagian sistem Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). 

Walaupun sanksi tersebut tidak mampu menghentikan invasi Rusia, tapi telah mengikis drastis perekonomian Rusia.

Yang paling disoroti adalah, perang finansial yang dipicu oleh sanksi tersebut. Sanksi kembali menyebabkan nilai tukar rubel anjlok, tapi di luar dugaan Putin mengeluarkan tiga kebijakan, tiga ayunan kapak perang yang diarahkan ke AS dan mata uang USD. Kebijakannya antara lain termasuk, pertama membayar utang luar negeri Rusia dalam USD dan Euro diubah dengan mata uang rubel; kedua, menuntut negara yang memusuhi mereka untuk membayar minyak bumi dan gas alam Rusia dengan mata uang rubel; ketiga, mengaitkan rubel dengan emas, agar setiap bank di Rusia langsung membeli emas milik negara, ini bagaikan pedang terhunus yang mengincar sektor krusial sistem mata uang USD dan standar emas.

Putin mengharuskan negara musuh membeli minyak bumi dan gas alam dengan rubel, akan sangat sulit ditolak oleh negara-negara Eropa yang berketergantungan akan gas alam Rusia. Akibat tunduknya negara Jerman, Hungaria, dan Vatikan, sanksi mulai menunjukkan tanda-tanda goyah. 

Putin mengaitkan rubel dengan emas, walaupun hanya percobaan dengan maksud membuat bank besar Rusia menyerap aset rubel, lalu menjual emas secara retail kepada warga Rusia, untuk membendung sanksi AS melarang penjualan emas. Tapi tindakan ini memiliki makna penting yakni, menjadi semacam pernyataan, hendak menantang mata uang AS, dan menjadi mata uang baru yang mendominasi dunia.

Ada seorang kawan yang bertanya, jika sanksi yang sama dijatuhkan kepada PKT (Partai Komunis Tiongkok), mampukah perekonomian Tiongkok menanggungnya? Beberapa hari lalu, AS mengumumkan penjualan senjata ketiga kalinya kepada Taiwan, dengan total nilai mencapai USD 95 juta (1,37 triliun rupiah). Sementara itu Menkeu AS, Yellen dalam forum dengar pendapat beberapa hari lalu di kongres saat menghadapi pertanyaan anggota dewan juga menyatakan, apabila Beijing melakukan serangan terhadap Taiwan, Kemenkeu telah mempersiapkan sanksi bagi Beijing yang serupa dengan Rusia. Selain itu Yellen juga mengatakan, semua pihak tidak perlu meragukan “kemampuan dan tekad kami dalam melakukannya”.

Dengan kata lain, pemerintah AS sepertinya telah melakukan persiapan, dengan kekuatan sanksi yang tidak lebih rendah daripada Rusia, akan memberikan tekanan sanksi kepada Beijing. Sekarang masalahnya adalah, pertama apakah PKT akan mampu bertahan; kedua, apakah PKT memiliki kekuatan dan kemampuan membalas seperti Rusia; ketiga, trio kapak perang yang digunakan Putin, mungkinkah Beijing menggunakannya, mampu atau tidak menggunakannya, dan berani atau tidak menggunakannya? Teman-teman di kalangan media

massa juga bertanya lebih lanjut yakni, jika tindakan balasan Rusia benar- benar berdampak begitu besar, lalu mengapa PKT tidak melakukannya sejak awal?

Ini adalah permasalahan yang menarik, jawaban bagi pertanyaan ini, akan mengungkap kesulitan yang dihadapi PKT, dan apakah PKT berani menyerang Taiwan, apakah berani menantang AS dan Eropa, serta apakah PKT akan terus mendukung Rusia menginvasi Ukraina. Tentu, masyarakat pada umumnya sudah mengetahui, walaupun PKT sangat menginginkan dolar AS dan mati-matian merebut dolar AS, tapi di saat yang sama juga bermimpi hendak menjatuhkan posisi dolar AS, bahkan berupaya menjadikan RMB menggantikan dolar AS, agar dapat mewujudkan “komunitas bersama umat manusia”-nya yang jahat. Namun untuk menggantikan dolar AS, tidak semudah itu.

PKT tidak  melakukannya  sejak awal, juga tidak mampu melakukannya, karena PKT tidak memiliki minyak dan gas alam seperti Rusia, serta tidak ada ketergantungan Eropa terhadapnya. Juga PKT maupun Xi Jinping tidak memiliki keberanian seperti Putin, tidak berani mempertaruhkan cadangan emas di tangannya.

Apalagi,  PKT justru sangat bergantung pada pasar dan teknologi Eropa dan Amerika, jauh melebihi ketergantungan Rusia.

Minyak dan gas alam Rusia yang murah, telah menciptakan ketergantungan Eropa yang sangat besar terhadapnya. Puluhan negara di Eropa tengah, barat, dan utara, sangat tergantung pada sumber energi dari Rusia, antara 40% hingga 100%, pada dasarnya sangat tergantung pada Rusia. 

Penyebab ketergantungan itu, sebagian diakibatkan oleh kebijakan Eropa secara keseluruhan, misalnya seperti mereka buru- buru hendak mewujudkan kebijakan energi hijau, serta kebijakan sejumlah negara masing-masing, semisal Jerman yang buru-buru memusnahkan kesaktian nya sendiri dengan menutup sebagian besar pembangkit listrik tenaga nuklirnya.

Jika dibandingkan, Tiongkok tidak memiliki produk komoditas pamungkas seperti Rusia, yang bisa membuat dunia tunduk. Logam tanah jarang Tiongkok agak memungkinkan, tapi akibat gembar-gembor PKT beberapa tahun terakhir, maka berbagai negara mengambil kebijakan penangkal, mencari sumber pertambangan baru, membuka tambang logam tanah jarang di masing-masing negara, mencari produk pengganti logam tanah jarang, sehingga ketergantungan dunia terhadap logam tanah jarang Tiongkok telah menurun drastis, PKT tidak lagi mampu memainkan kartu as logam tanah jarang ini. Sementara produk atau komoditas lainnya, untuk dijadikan kartu as, saat ini Tiongkok belum memiliki keberuntungan dan kemampuan untuk melakukannya.

Cara utama sanksi internasional adalah impor dan finansial. Dari segi impor, apabila bicara soal kapasitas ekonomi Tiongkok dan Rusia, taraf ketergantungan ekonomi masing-masing terhadap pasar internasional, PKT bahkan lebih baik kondisinya dari- pada Rusia. Melihat data ekspor impor Tiongkok 2020 lalu, ekspor Tiongkok mencapai 18,5% dari PDB, sedangkan impornya mencapai 16% dari PDB, total adalah 34,5%. 

Dengan kata lain, sepertiga perekonomian Tiongkok mengandalkan perdagangan ekspor impor, inilah salah satu dari tiga penggerak ekonominya. Ekspor Rusia mencapai 26% (data 2017), dan impor mencapai 21%, totalnya 47%. Ini berarti hampir setengah perekonomian Rusia mengandalkan perdagangan ekspor impor. Jika dibandingkan, rasio ekspor impor AS masing-masing adalah 10% (ekspor/ PDB) dan 13% (impor/PDB), totalnya 23%, hanya 2/3 dari Tiongkok, dan hanya setengah dari Rusia.

Namun jika dilihat dari jenis produk ekspor impor, Tiongkok jelas tidak bisa menandingi, dan lebih tidak tahan uji terhadap sanksi. Produk ekspor utama Rusia, adalah  minyak mentah,  minyak olahan, pupuk, produk pangan, aluminium, dan logam lainnya; produk impor utama antara lain, peralatan dan mesin, alat transportasi, produk kimia, dan makanan. Produk ekspor Tiongkok terutama adalah, komputer, peralatan penyiaran, ponsel, sirkuit terpadu, dan suku cadang mesin; produk impor utama Tiongkok adalah minyak mentah, sirkuit terpadu, bijih besi, emas, dan mobil.

Rusia terutama mengekspor bahan mentah dan energi, dan terutama mengimpor produk manufaktur; RRT terutama mengimpor energi, bahan mentah dan komponen utama, dan terutama mengekspor produk manufaktur. Ketika sanksi dikenakan pada RRT dan Rusia, dampak masalah ketenagakerjaan dalam perekonomian Rusia akan relatif lebih kecil, dan juga akan merangsang perkembangan manufaktur dalam negeri. 

Namun, karena kurangnya energi dan bahan baku, ditambah kurangnya penjualan produk manufaktur di Tiongkok, akan ada sejumlah besar permasalahan seperti: Penghentian produksi, PHK, dan pengangguran.

Tingkat ketergantungan Tiongkok dan Rusia terhadap teknologi Barat ibarat langit dan bumi. 

Di bidang teknologi elektronik, komputer, telekomunikasi Rusia relatif lebih tertinggal, dampak sanksi teknologi AS dan Barat relatif lebih kecil; walaupun Tiongkok lebih unggul dari  Rusia  dalam hal teknologi elektronik, komputer, dan telekomunikasi, namun keung- gulannya ini dibangun di atas pondasi teknologi yang diserap dari Eropa dan AS, Jepang, serta Taiwan, bahkan dalam tingkat tertentu dibangun di atas pondasi menjiplak, meniru, dan merampas teknologi. Begitu AS dan Eropa memblokade teknologi, dan sanksi teknologi diterapkan, standar teknologi PKT akan langsung menyusut menampakkan wujud aslinya. Asalkan masyarakat cukup melihat nasib suram yang dialami Huawei dan ZTE, serta ketragisan yang dialami HarmonyOS dan chip made in China, maka dapat menjadikannya sebagai petunjuk.

Mengenai sanksi di bidang finansial, dibandingkan dengan Rusia, RRT jauh lebih lemah. Eropa dan Amerika memberi sanksi finansial terhadap Rusia, Moskow masih melawan dengan sengit, rubel pun mampu bertahan dan bangkit kembali, tapi dampak sampingannya terhadap bidang finansial RRT, telah membuat perekonomian Tiongkok merosot ke titik terendah. 

Beranikah PKT menuntut semua negara membayar ekspornya dengan mata uang RMB? Sama sekali tidak akan berani, karena semua negara akan langsung melangkahi pabrik di Tiongkok, dan bisa langsung membeli produk komputer, instrument si- aran, ponsel, sirkuit terpadu, dan suku cadang mesin dari negara lain. RRT tidak memiliki jurus pamungkas yang serupa dengan ketergantungan Eropa terhadap gas alam Rusia.

Dapatkah PKT seperti Putin, mengaitkan secara paksa mata uang RMB dengan emas dan kembali ke standar emas? PKT tidak akan, juga tidak berani, karena PKT tidak rela melepas emas yang berada di tangannya, itu adalah hasil yang mereka kumpulkan dengan menguras  kekayaan rakyat. Ada lagi, PKT mengedarkan uang secara berlebihan, dikabarkan telah mencetak sebanyak RMB 250-300 triliun. 

Jika PKT membebaskan rakyat menukarkan RMB dengan emas, jika dihitung berdasarkan nilai tukar USD setara dengan RMB 6,36, maka RMB 250 triliun akan setara  dengan  USD 39 triliun. Berdasarkan harga emas di pasaran sekarang ini, harga per ton emas adalah USD 46,5 juta, maka PKT harus   menyiapkan  emas   sebanyak 840.000 ton, barulah dapat memenuhi permintaan itu. Sedangkan cadangan emas  PKT,  hanya  sebanyak  1.900 ton, Amerika pun hanya memiliki 8.200 ton, padahal jumlah emas seluruh du- nia hanya 50.000 ton!

Pemimpin PKT, sepertinya dari generasi ke generasi  semakin melemah, mereka sama sekali tidak memiliki karisma dan keberanian seperti Putin, yang berani menantang dunia. Sedangkan PKT hanya bersembunyi di balik rakyat Tiongkok, dengan menyandera begitu banyak rakyat Tiongkok sebagai tameng, untuk melawan masyarakat bebas. Mereka lebih mahir dalam menekan dan menindas rakyatnya sendiri, adalah melawan musuh dalam selimut dan konflik internal, jangan berharap mereka benar- benar akan melakukan sesuatu di pentas internasional.

Kesimpulannya, Rusia sedikit banyak mampu mengguncang mata uang dolar AS, dan dalam tahap tertentu mengancam dolar AS, tapi sepertinya PKT tidak berani dan tidak mampu, lantaran PKT tidak mempunyai karisma dan keberanian ini, tidak mendapat dukungan penuh dari rakyat, tidak memiliki sumber daya alam yang langka, juga tidak mampu menghilangkan ketergantungannya terhadap Barat. 

PKT tidak mempunyai pengalaman dan kemampuan mengatasi konflik dan hubungan internasional, yang paling dikhawatirkannya adalah, berapa lama lagi kapal PKT ini dapat mengapung, serta bilamana kapal ini akan karam.

Orang-orang yang baik, berharap masyarakat di dalam sistem PKT mampu mengenali keterbatasan dan kelemahannya sendiri; jika mereka tidak mengenalinya, mungkin mereka tidak berani menantang dunia, dan tidak berani memusuhi umat manusia, juga tidak berani menyerang Taiwan; sedangkan dunia kita ini, jika tidak ada lagi komunisme, mungkin akan lebih tenteram. 

Tapi kuncinya adalah, disonansi kognitif ini dapat digambarkan sebagai puncaknya, adalah penyakit umum pada akhir zaman, mungkinkah Zhongnanhai mempunyai pemahaman seperti ini? (sud)