Analis : Kunjungan Wang Yi ke Kepulauan Pasifik Selatan dan Timor Leste Mempercepat Pola Konfrontasi Tiongkok – AS

oleh Zheng Jing

Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengumumkan bahwa Menteri Luar Negeri Wang Yi pada Kamis 26 Mei akan mengunjungi tujuh negara kepulauan Pasifik Selatan dan Timor Leste. Selain itu ia juga akan memimpin KTT Menlu Tiongkok – Pasifik di Fiji. Saat ini, bertepatan dengan baru berakhirnya kunjungan Presiden AS ke Jepang dan Korea Selatan dalam rangka menghadiri KTT Keamanan 4 Negara (Quadrilateral Security Dialogue) dan meluncurkan kesepakatan kerja sama ‘Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik’ yang melibatkan partisipasi dari 13 negara. Analisis berpendapat bahwa kunjungan Wang Yi kali ini hanya akan mempercepat pola konfrontasi antara Tiongkok dengan Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa Tiongkok akan sulit untuk merealisasikan keinginannya

Analisis : Kunjungan Wang Yi ke 8 negara mendorong kecepatan pola konfrontasi Tiongkok-AS

Pada 24 Mei, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin mengumumkan melalui situs resmi bahwa mulai 26 Mei hingga 4 Juni, Menlu. Wang Yi akan melakukan kunjungan resmi ke tujuh negara di Kepulauan Pasifik Selatan, termasuk Kepulauan Solomon, Kiribati, Samoa, Fiji, Tonga, Vanuatu, Papua Nugini, dan Timor Leste di Asia Tenggara.

Wang Wenbin menyebutkan bahwa selain 8 negara yang disebutkan di atas, Wang Yi juga akan melakukan “cloud visit” ke Mikronesia, dan mengadakan konferensi video dengan Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kepulauan Cook dan Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri dari Niue. Wang Yi juga akan memimpin Pertemuan Menteri Luar Negeri Tiongkok – Kepulauan Pasifik ke-2 di Fiji.

Pada April tahun ini, Tiongkok menandatangani pakta keamanan dengan Kepulauan Solomon yang di mata para analis dipandang sebagai awal dari niat Beijing untuk menempatkan pasukan di Pasifik Selatan. Sehari sebelumnya, Pemerintah Kepulauan Solomon mengonfirmasi bahwa kedua pihak akan menandatangani perjanjian keamanan utama. Namun Perdana Menteri Solomon, Manasseh Sogavare sebelumnya pernah menekankan bahwa Beijing tidak akan diizinkan untuk mendirikan pangkalan militer di Kepulauan Solomon.

VOA menyebutkan bahwa kesepakatan tersebut termasuk pakta keamanan yang dikritik oleh Amerika Serikat, Australia dan Jepang. Negara-negara Barat khawatir bahwa kesepakatan memberi peluang kepada pemerintah Tiongkok untuk menghadirkan militernya di Pasifik. Perdana Menteri Australia yang baru terpilih Anthony Albanese mengatakan, kesepakatan itu mengurangi rasa aman bagi Australia.

Baru-baru ini, juga beredar berita bahwa Tiongkok dan Kiribati sedang bernegosiasi untuk menandatangani perjanjian keamanan, dan bermaksud untuk merenovasi landasan pacu bandara militer yang ditinggalkan oleh militer AS di Kiribati. Konon, sebuah negara pulau Pasifik Selatan lainnya juga sedang bernegosiasi dengan Beijing.

Komentator Wang He mengatakan kepada media ‘Epoch Times’ bahwa kunjungan Wang Yi tidak hanya sebagai isyarat diplomatik, tetapi juga strategi konfrontasi internasional dengan Amerika Serikat. Dia berpendapat bahwa belakangan ini, pola strategis internasional sedang berkembang ke arah semakin meruncingnya konfrontasi Tiongkok – AS. Di kawasan Indo-Pasifik, negara-negara kepulauan Pasifik menjadi salah satu fokus persaingan Tiongkok – AS.

Tiongkok berharap 3 tujuan utamanya terwujud melalui negara-negara kepulauan Pasifik

Negara-negara kepulauan Pasifik mencakup 27 negara dan wilayah, 14 di antaranya adalah negara merdeka dan berdaulat dengan jumlah penduduk yang sedikit dan ekonomi yang relatif terbelakang, tetapi memiliki wilayah laut yang luas. Karena keberadaannya di pertengahan lintasan lalu lintas yang menghubungkan benua Asia dengan Benua Amerika, maka negara-negara kepulauan Pasifik Selatan ini memiliki posisi strategis yang penting.

Wang He mengatakan bahwa setelah berakhirnya Perang Dingin, pemerintah Tiongkok mengambil kesempatan dari Amerika Serikat yang mengabaikan negara-negara kepulauan Pasifik tersebut. Tentu saja Beijing memiliki rencananya sendiri untuk memenangkan, menyusup dan mengendalikan negara-negara kepulauan Pasifik tersebut.

Dia mengatakan bahwa dalam hal diplomasi politik, masih bermanfaat dalam upaya memblokir ruang internasional Taiwan (ada 4 negara pulau Pasifik Selatan yang telah menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan), mereka masih bersedia memberikan suaranya kepada Tiongkok dalam acara-acara internasional besar seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam hal ekonomi, kesempatan untuk menjarah sumber dayanya yang kaya, seperti sumber daya laut dan mineral. Pemerintah Tiongkok telah membentuk pengaruh tertentu di negara-negara kepulauan Pasifik Selatan melalui perdagangan, utang, bantuan, kontrak proyek, pariwisata dan lainnya.

Wang He mengatakan bahwa secara militer, keberadaan militer Tiongkok di kepulauan pasifik Selatan itu berarti sudah menembus garis pertahanan rantai pulau yang telah disusun oleh AS, selain itu Tiongkok juga bisa memanfaatkan kapal selam nuklir yang bergerak menuju Pasifik Selatan untuk mengancam Amerika Serikat, termasuk melakukan serangan nuklir jika perlu. Agar Tiongkok dapat melakukan serangan itu, perlu peluncuran yang dekat sasaran, dan daerah terbaik untuk itu ialah pulau-pulau di Pasifik Selatan. Inilah yang menjadi kekhawatiran terbesar AS.

Demi mencapai tujuannya, pemerintah Tiongkok telah menyusun strategi pendekatan dengan memprakarsai pembentukan ‘Forum Kerjasama Pembangunan Ekonomi Tiongkok – Negara-Negara Kepulauan Pasifik’ pada April 2006. Dan Pada 2014 dan 2018, Xi Jinping 2 kali mengunjungi negara-negara kepulauan Pasifik untuk  menjalin kemitraan strategis yang komprehensif.

Inisiatif ‘Sabuk dan Jalan’ pemerintah Tiongkok juga dikembangkan sampai Pasifik Selatan. 11 negara pulau berturut-turut telah menandatangani perjanjian dengan Tiongkok. KTT Melu Tiongkok – Pasifik pertama telah diadakan pada bulan Oktober tahun lalu.

Wang He mengatakan bahwa, penandatanganan perjanjian keamanan antara Beijing  dengan Kepulauan Solomon telah mendorong persaingan antara Tiongkok – AS ke situasi yang semakin terbuka dan memanas.

Biden memperkuat aliansi Indo-Pasifik untuk menghadapi ancaman PKT

Kurt Campbell, seorang pejabat Dewan Keamanan Nasional AS (NSC) dalam pidatonya di Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan, dirinya memperkirakan bahwa kawasan Pasifik mungkin menjadi tempat di dunia yang paling mungkin menimbulkan “kecelakaan strategis” di kemudian hari. 

Wang He percaya bahwa AS sedang memperkuat penempatan militernya di Pasifik Selatan untuk mencegah Tiongkok mendirikan pangkalan militer di sana, sekaligus menghindari terjadinya “kecelakaan strategis”, menyediakan pilihan lain yang berbeda dengan inisiatif ‘Sabuk dan Jalan’ pemerintah Tiongkok.

Pemerintahan Biden juga mengusulkan RUU ‘Rencana Marshall untuk Pasifik Selatan’ dan ‘Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik’. 

Selain itu, bergabung dengan sekutu seperti Australia, Selandia Baru, Jepang, dan Prancis untuk memperkuat dukungan bagi pembangunan negara-negara di Kepulauan Pasifik Selatan, seperti mencegah Tiongkok menguasai jaringan komunikasi di kawasan itu, mengatur arus informasi. Amerika Serikat, Jepang, Australia memutuskan untuk bekerja sama dalam membangun jaringan komunikasi di wilayah Pasifik Selatan.

Wang He mengatakan bahwa semua pihak akan bekerja sama untuk mengekang ekspansi militer Tiongkok di Pasifik Selatan.

Dalam beberapa hari terakhir, Presiden AS Biden melakukan perjalanan ke Asia, di mana ia telah bersekutu dengan Korea Selatan, Jepang, dan negara-negara Indo-Pasifik lainnya untuk mengepung Tiongkok dari aspek ekonomi, keamanan, dan militer.

Pada 24 Mei, Biden bersama dengan para pemimpin Jepang, Australia, dan India berkumpul di Tokyo untuk pertemuan puncak 4 negara. Mereka mengeluarkan pernyataan menentang tindakan koersif dan provokatif pemerintah Tiongkok, yang mana bertujuan secara sepihak mengubah status quo di kawasan Indo-Pasifik. Mereka juga meluncurkan inisiatif berbasis satelit untuk membantu negara-negara Indo-Pasifik, melacak kapal-kapal penangkapan ikan ilegal dan kapal milisi maritim ilegal Tiongkok.

Pada 23 Mei, Biden meluncurkan “Indo-Pacific Economic Framework” (IPEF) di Jepang yang diikuti oleh 13 negara peserta yang menjadi anggota pendiri, termasuk Korea Selatan, Jepang, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Brunei, Singapura, Thailand, Vietnam , Australia, Selandia Baru. “Kami sedang menciptakan aturan baru”, kata Biden.

Mengenai masalah Taiwan, Biden mengatakan bahwa jika Tiongkok memaksakan diri untuk menyerang Taiwan dengan kekuatan militer, maka Amerika Serikat akan melakukan intervensi militer untuk membela Taiwan. Biden menegaskan bahwa kebijakan Amerika Serikat terhadap Taiwan tidak berubah.

Biden juga mengeluarkan pernyataan bersama masing-masing dengan Jepang dan Korea Selatan, dan bertemu dengan perdana menteri Australia dan India untuk memastikan bahwa kasus agresi militer Rusia ke Ukraina tidak akan terulang di Indo-Pasifik.

Ian Johnson, pakar di Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan kepada VOA  bahwa banyak negara berusaha untuk mengucilkan Beijing dan itu bukan karena AS mempengaruhi mereka, tetapi karena kebijakan luar negeri agresif yang diterapkan oleh rezim Beijing. Jadi, daripada menganggap itu sebagai keberhasilan dari diplomasi Amerika Serikat, lebih banyak karena Tiongkok (Partai Komunis Tiongkok) yang mempermalukan dirinya sendiri. (sin)