Pakar: AS Harus Memanfaatkan Pengaruh Tiongkok yang Semakin Berkurang untuk Memperkuat Partisipasi Indo-Pasifik

Chen Ting

Para analis mengatakan bahwa hilangnya pengaruh Beijing baru-baru ini secara bertahap dalam status diplomatik Asia, telah memberikan Amerika Serikat kesempatan untuk memperkuat partisipasinya di kawasan Indo-Pasifik. Akan tetapi, Washington harus melakukan tindakan yang lebih substantif.

Pada Kamis 9 Juni, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin akan melakukan perjalanan ke Singapura untuk menghadiri forum keamanan regional.  Ia adalah pejabat AS paling senior yang mengunjungi kawasan Indo-Pasifik setelah perjalanan Presiden Joe Biden ke Asia bulan lalu.

Lawatan Lloyd Austin, mengikuti serangkaian perjalanan diplomat AS ke Asia bulan ini, termasuk Wakil Menteri Luar Negeri Wendy Sherman, utusan khusus AS untuk Korea Utara Sung Kim dan penasihat Departemen Luar Negeri Derek Chollet.

Beijing baru-baru ini juga menghadapi semakin banyak perlawanan diplomatik secara internasional. Hal ini terutama disebabkan oleh “desakan Presiden Xi Jinping untuk menerapkan ‘kebijakan nol kasus”’ yang menghambat pertumbuhan ekonomi, dan meningkatnya reaksi terhadap kebijakan luar negeri garis keras Tiongkok,” kata Peter Martin, seorang koresponden kebijakan pertahanan di Bloomberg. Peter Martin adalah penulis buku berjudul, China’s Civilian Army : The Inside Story of China’s Quest for Global Power. 

Menurut Financial Times , untuk mempertahankan “kebijakan nol”, Tiongkok sedang membangun ratusan ribu fasilitas pengujian virus permanen dan memperluas pusat isolasi di banyak kota besar. Pihak berwenang menetapkan bahwa kota-kota besar harus mendirikan stasiun test COVID-19 dalam jarak 15 menit berjalan kaki dari setiap komunitas.

Setidaknya 74 juta orang di setidaknya delapan kota di Tiongkok saat ini berada di bawah lockdown total atau parsial. Desakan Beijing kepada “kebijakan nol” telah memukul ekonomi Tiongkok dengan keras dan juga mempengaruhi rantai pasokan internasional. 

Para ahli berspekulasi bahwa ada berbagai tanda bahwa kebijakan pencegahan epidemi ekstrem Tiongkok dapat berlanjut hingga 2023.

Baru-baru ini, Tiongkok juga berusaha memaksa negara-negara kepulauan Pasifik untuk menandatangani kesepakatan keamanan dan ekonomi, yang memicu kekhawatiran bagi Australia dan Amerika Serikat. 

Selain itu, telah memberikan dukungan diplomatik kepada Rusia setelah invasi ke Ukraina meningkatkan secara tajam ancaman militer di sekitar Taiwan. Dikarenakan telah meningkatkan kekhawatiran banyak negara Indo-Pasifik bahwa Tiongkok dapat memicu konflik di Taiwan dan Laut China Selatan.

Pada 10 Mei 2022, Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi menyatakan bahwa kapal induk Tiongkok Liaoning berada di perairan selatan Okinawa dan timur Taiwan.Dari 3 hingga 10 Mei, jumlah pesawat tempur berbasis kapal induk yang lepas landas dan mendarat lebih dari 200 kali. (Disediakan oleh Kementerian Pertahanan Jepang)

Gregory Poling, pakar Asia di Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah think tank yang berbasis di Washington, mengatakan kepada Bloomberg bahwa ada jendela untuk AS saat ini di Indo pasifik, tetapi Washington perlu bertindak,

Ia mengatakan,  perlunya AS dengan menunjukkan memainkan permainan dan tidak hanya mencoba menggagalkan Tiongkok. 

Austin akan tiba di Singapura pada hari Kamis untuk “Dialog Shangri-La,” KTT keamanan tahunan Asia yang diawasi ketat. Dia diharapkan bertemu dengan menteri pertahanan Australia dan Jepang untuk memperkuat kemitraan segiempat. 

Bulan lalu, Aliansi Quartet yakni AS, Jepang, Australia dan India mengumumkan rencana untuk mengekang penangkapan ikan ilegal di Pasifik, yang diyakini para pakar keamanan sebagian besar ditujukan untuk membatasi armada penangkapan ikan Tiongkok yang dikenal sebagai “milisi laut”. 

Selain itu, rencana Amerika Serikat, Inggris, dan Australia untuk berbagi teknologi kapal selam nuklir mungkin juga mengalami kemajuan terbaru.

Pada saat yang sama, Austin juga akan bertemu dengan Menteri Pertahanan Tiongkok Wei Fenghe di sela-sela konferensi.Ini adalah pertemuan tatap muka pertama mereka dan pertemuan lain setelah konferensi online April lalu.

Tidak ada terobosan besar yang diharapkan dalam pertemuan antara AS dan para pemimpin pertahanan Tiongkok ini.

Seorang pejabat Pentagon mengatakan  bahwa pembicaraan tesebut diundang oleh Tiongkok dan  tujuan utama AS adalah untuk membangun pagar pembatas dalam hubungan militer serta mencegah persaingan agar tidak lepas kendali.

Namun demikian, para analis percaya bahwa pemerintahan Biden perlu memiliki tindakan yang lebih praktis untuk menyertai tindakan diplomatik ini.

Zack Cooper, seorang rekan senior di American Enterprise Institute dan mantan pejabat Pentagon, mengatakan selama satu dekade, para pejabat dari kedua  pihak telah berjanji untuk mengalihkan fokus mereka ke Asia. Akan tetapi janji itu tidak diimbangi dengan tindakan, termasuk di bidang keamanan dan keuntungan militer AS telah sangat berkurang.”

Beberapa ahli juga menunjukkan bahwa ada kesenjangan besar antara tingkat menteri pertahanan yang sebenarnya antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Di Tiongkok, Partai Komunis Tiongkok, bukanlah pemerintah yang sebenarnya mengendalikan militer.

Timothy Heath, seorang peneliti pertahanan internasional senior di RAND Corporation, sebuah think-tank AS, mengatakan posisi menteri pertahanan Tiongkok hanyalah “terutama seremonial, dengan sedikit kekuatan nyata.”  Dibandingkan  memiliki mitra diplomatik dengan menteri pertahanan negara barat.”

He Tianmu menyebutkan bahwa Xu Qiliang, wakil ketua Komisi Militer Pusat Partai Komunis Tiongkok, lebih sejajar dengan Austin pada levelnya.(hui)