Saling Gugat Pencemaran Nama Baik Johnny Depp dan Mantan Istri Amber Heard

Pada 1 Juni lalu, sebanyak 7 orang juri negara bagian Virginia, telah  membuat keputusan atas saling gugat kasus pencemaran nama baik antara Johnny Depp dengan mantan istrinya, Amber Heard. Aktor layar lebar pemeran utama dalam film Pirates of the Caribbean itu, dinyatakan menang atas 3 tuntutan ganti rugi, dan memenangkan USD 10 juta (146 miliar rupiah) uang ganti rugi yang bersifat kompensasi berikut USD 5 juta (73 miliar rupiah) uang ganti rugi yang bersifat hukuman.

Saling gugat Depp  dengan Heard dalam kasus pencemaran nama baik itu, karena disiarkan secara langsung di televisi dan internet, telah mengundang perhatian warganet di seluruh dunia termasuk dari Daratan Tiongkok. 

Bahkan tingkat  perhatiannya jauh melampaui perang Rusia-Ukraina, dan seleksi awal pemilu paruh  waktu  di AS serta berita tentang Elon Musk. Banyak orang yang tidak begitu memperhatikan gosip di kalangan selebriti, juga menantikan kelanjutan proses hukum ini setiap harinya ibarat menantikan kelanjutan film seri.

Menurut berita, kasus ini telah berhasil meraih tontonan sebanyak 1 miliar lebih di media sosial. Hingga 29 April 2022, suatu cuplikan yang memperlihatkan pengacara Heard berulang kali membantah kesaksian Depp, telah ditonton hingga mencapai 30 juta kali di TikTok, dan mencapai 15 juta kali ditonton di Youtube. Dua orang psikolog yang bersaksi di pengadilan dalam kasus pencemaran nama baik selebriti ini membuat perbandingan, dan telah ditonton sebanyak 4,3 juta kali.

Begitu   banyak   penonton, selain dikarenakan yang bersangkutan adalah aktor kawakan dan banyak  selebriti bersedia memberi kesaksian di pengadilan, mayoritas orang juga lantaran merasa berempati atas topik semacam ini, dan berharap dapat memperoleh suatu “keadilan”. 

Di media sosial, banyak warganet berkumpul di hashtag #Justice- ForJohnnyDepp, #AbuseHasNo- Gender, dan lain sebagainya.

Selama ini, topik yang melibatkan “kaum hawa” dan “korban” semacam ini, selalu dikuasai dengan narasi berita “pembenaran politik (political correctness)” oleh media massa arus utama. Kini, liputan langsung dari lokasi membuat setiap orang memiliki sumber informasi yang setara, tidak ada lagi yang disebut “melaporkan dengan nama samaran”, yang dapat membuat  masyarakat luas menentukan benar salah berdasarkan kewajaran. Bisa dibilang, karena adanya keterbukaan dalam perdebatan ini, membuat masyarakat benar- benar memahami fakta di balik berita “political correctness”.

Ada warganet Twitter mengatakan, “Heard menghabiskan waktu satu hari, untuk menghancurkan kehidupan seseorang, sedangkan Depp menghabiskan waktu 6 tahun, jutaan dollar, saksi, dan rekaman suara, untuk dapat menemukan hidupnya kembali.”

Kilas Balik Peristiwa

Johnny Depp yang tahun ini berusia 58 tahun, dipandang sebagai salah satu aktor ternama di dunia, serial film layar lebar Pirates of the Caribbean yang diperankannya merupakan film komersil 2012 yang paling sukses, ia dinobatkan sebagai aktor dengan bayaran tertinggi dalam Guinness World Record.

Amber Heard yang tahun ini berusia 36 tahun walaupun tidak setenar Depp, namun juga memiliki sejumlah prestasi. Ada belasan film yang telah diperankannya. Film Aquaman di mana Heard memainkan peran utama wanita telah berhasill meraih box office, dan pada Januari 2019 lalu box office tembus USD 1 miliar. 

Depp dan Heard mulai menjalin hubungan sejak 2012, lalu menikah di Los Angeles pada Februari 2015. Baru satu tahun menikah, Heard menggugat cerai Depp pada 23 Mei 2016. Alasan Heard adalah di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan, Depp telah membuat hubungan mereka penuh dengan “kekerasan  verbal  dan  siksaan  fisik”. Deep mengatakan: “Heard berupaya untuk segera menyelesaikan masalah finansialnya dengan gugatan pelecehan.”

Pada Agustus 2016 keduanya mencapai kesepakatan damai, dan pada Januari 2017 menyelesaikan prosedur perceraian. Depp membayarkan uang santunan sebesar USD 7 juta (102 miliar rupiah) kepada Heard, sementara Heard berjanji akan menyumbangkan uang tersebut kepada American Civils Liberty Union (ACLU) dan Children’s Hospital Los Angeles, tapi pada akhirnya yang direalisasikan hanya sebesar USD 250.000 (3,6 miliar rupiah). 

Kesepakatan damai tersebut mencakup suatu perjanjian menjaga kerahasiaan, yang melarang salah satu pihak membahas hubungan keduanya secara terbuka.

Perkembangan peristiwa itu terlihat datar dan biasa saja, jika tidak ada kelanjutan perseteruan di pengadilan setelahnya, siapa pun akan mengira “wanita tak berdosa” Heard adalah seorang “korban yang sempurna”, dan Depp adalah seorang penyiksa.

Pada April 2018, sebuah tabloid  Inggris, The Sun menerbitkan artikel mengecam Depp “memukul istri”, tidak pantas lagi memainkan peran dalam film Fantastic Beast and Where to Find Them, Depp pun menggugat tabloid The Sun, tapi pada November 2020 hakim Inggris memutuskan Depp kalah gugatan.

Setelah putusan tersebut, Depp kehilangan posisi memerankan serial film Fantastic Beast and Where to Find Them. Pada Maret 2021 Depp naik banding dan kalah, pengadilan banding Inggris menilai, “Kesimpulan hakim terhadap setiap peristiwa, selalu berdasarkan pada hasil ulasan yang rinci pada barang bukti konkrit dari setiap kasus… dalam proses pemeriksaan, hakim sepertinya tidak perlu melakukan penilaian secara keseluruhan terhadap kredibilitas Nona Heard.”

Tadinya kedua belah pihak telah menandatangani kesepakatan menjaga kerahasiaan masing-masing, untuk mencegah salah satu pihak membahas hubungan mereka secara terbuka, jika tak ada kejadian Washington Post, Depp mungkin seumur hidup akan menjadi kambing hitam “kekerasan dalam rumah tangga”.

Pada Desember 2018, di surat kabar Washington Post, Heard telah memublikasikan sebuah rubrik khusus, dan di dalam artikel tersebut Heard menyebutkan: “Dua tahun lalu, saya menjadi tokoh publik yang mewakili korban kekerasan dalam rumah tangga, saya telah merasakan kemarahan budaya kita terhadap para wanita yang berani berkata lugas.

…Saya  memiliki  suatu   perspektif   yang unik, yang bisa segera menyadari bagaimana agar bisa dilindungi secara terorganisir dari seorang pria yang dituduh menyiksa.”

Artikel di Washington Post itu, telah menyulut kemarahan Johnny Depp secara absolut, pada Februari 2019, Depp menggugat Heard, dan mengatakan Heard adalah penyiksa yang sebenarnya, bahwa tuduhan Heard adalah fitnah.

 Pada Agustus 2020, Heard balas menggugat Depp, maka dimulailah drama saling menggugat pencemaran nama baik tersebut.

Dalam pernyataan pasca memenangkan peradilan tersebut Depp mengatakan, “Saya sangat memahami tingkat kesulitan hukum yang saya hadapi, serta tidak akan bisa menghindari sorotan seluruh dunia terhadap kehidupan pribadi saya, setelah melalui proses pertimbangan yang sangat panjang dan mendalam, saya baru memutuskan untuk melanjutkan proses peradilan ini. Sejak awal, tujuan peradilan ini adalah untuk mengungkap kebenaran.”

Karena server Washington Post versi on-ine berada di Fairfax, Virginia, maka proses pengadilan tersebut dilakukan di pengadilan wilayah ini. Suatu ajang peradilan yang berlangsung 6 minggu itu pun resmi dimulai.

Gerakan #MeToo

Seharusnya dikatakan “kekerasan dalam rumah tangga” (KDRT) adalah sebuah topik yang telah eksis sejak lama, pada kebanyakan situasi kaum wanita selalu menjadi korban, tapi korban pria juga cukup banyak. 

Menurut data National Coalition Against Domestic Violence (NCADV), dari 3 orang wanita ada 1 orang yang mengalami kekerasan dalam bentuk tertentu dari pasangannya, dari 4 orang pria ada 1 orang mengalami hal yang sama. Di tengah masyarakat tradisional, keluarga dianggap sebagai sebuah pelabuhan yang aman, konflik yang terjadi pada umumnya akan diselesaikan dengan “saling mengalah”, dan “tidak menyebarkan aib keluarga”, masalah rumah tangga pada umumnya diselesaikan secara internal. Saling ungkap antara suami dengan istri, hanya bisa dilihat pada masa “Revolusi Kebudayaan Tiongkok” di tengah atmosfer ekstrem kiri.

Seiring dengan berasimilasinya masalah rumah tangga dengan identitas politik, metoo, dan budaya  pengenyahan yang muncul di kalangan sayap kiri, karakteristik masalah rumah tangga pun ikut mengalami perubahan karakter, dan ditingkatkan hingga ke level politik. 

Politik identitas memberikan  label bagi setiap orang, seperti kaum  wanita,  warga kulit hitam, dan kaum minoritas, adalah yang selalu terlahir sebagai korban, sementara kaum pria kulit putih, selalu terlahir sebagai penyiksa. Dengan demikian masalah rumah tangga pun telah berubah menjadi masalah sosial sekaligus masalah politik.

Jika waktu ditarik mundur ke Oktober 2017, seiring dengan masuknya Trump dari kalangan konservatif ke Gedung Putih, di basis utama sayap kiri Hollywood juga meletus gerakan #MeToo, lewat surat kabar New York Times beberapa wanita melayangkan gugatan terhadap produser film Hollywood Harvey Weinstein, yang menyebabkan Weinstein dilengserkan, setelah itu gerakan #MeToo menginjak gas dalam-dalam, dan dengan cepat menjadi tren yang menguasai dunia, memicu arus gugatan terhadap tokoh pria terkenal, dan di mana pun penyebarannya, telah membuat banyak pria pengusaha dan para “pria terhormat” berkerah emas merasa was-was.

Pada 2018 di mana gerakan #MeToo mencapai puncaknya, surat kabar New York Times memberitakan, para pengacara dan detektif swasta di New York mengatakan, kaum pria di Kota New York sedang berusaha melindungi dirinya agar tidak terdampak oleh sisi gelap dari gerakan #MeToo ini, termasuk meningkatnya tuduhan palsu yang tidak berdasar dan pemerasan. 

Berita itu menyebutkan, para pria profesional New York berusaha menghindari makan malam bersama rekan kerja wanita, seorang pengacara telah membatalkan tradisi mengadakan pesta Natal dengan rekan kerja wanita, dan lebih memilih acara makan siang yang lebih aman. 

Seorang pengusaha lain bahkan mengajak serta pengacaranya saat bertemu dengan wanita, untuk menghindari salah paham yang tidak diinginkan. Seorang lagi, direktur teknis berusia muda sampai harus memasang 6 unit kamera pengawas jenis NEST, untuk menjaga kebersihan dirinya dari tuduhan.

Dengan memahami kondisi seperti ini, maka tidak sulit kita pahami, dalam suatu rekaman suara yang diputar di pengadilan, Heard mengancam Depp dengan mengatakan, “Lihat saja bagaimana tim juri dan hakim akan berpikir. Johnny, sampaikan kepada seluruh dunia, beritahu mereka, ‘Saya, Johnny Depp, saya juga seorang korban dalam KDRT, ini adalah sebuah perang yang adil’, lihat saja apakah orang-orang akan percaya atau mendukungmu.”

Heard begitu penuh percaya diri, adalah karena dia sendiri adalah seorang peserta aktif dan juga duta bagi gerakan #MeToo, yang berseru keras atas masalah KDRT dan pelecehan seksual, dia juga merupakan duta hak-hak perempuan dalam American Civil Liberties Union. Depp sendiri anti-Trump, namun setelah ada pengalaman pribadi semacam ini, bisa dibilang dia merasa sangat benci terhadap gerakan #MeToo dan budaya pengenyahan.

Dalam pernyataan setelah memenangkan peradilan, Depp mengatakan, “Walaupun tidak menyebutkan nama, tuduhan palsu yang merupakan kejahatan yang sangat serius terhadap saya, telah menyulut kebencian yang tak berkesudahan, dalam satu nanodetik saja telah dua kali menyebar ke seluruh dunia, dan menimbulkan dampak sedahsyat gempa bagi kehidupan dan karir saya.”

Pada 2020, setelah Depp kalah banding di Inggris ketika diwawancarai wartawan mengatakan, “Munculnya berbagai macam gerakan (#MeToo), saya yakin berangkat dari niat yang paling baik, akan tetapi sekarang telah kehilangan kendali, saya bisa menjamin kepada Anda, tidak seorang pun akan aman.” 

Depp mengkritik, “Budaya pengenyahan seperti ini adalah penilaian yang terburu-buru tanpa pertimbangan matang, ibarat asap keruh yang disemprotkan.”

Pembawa acara Fox News, Greg Gutfeld mengkritik, “Mayoritas orang tidak mampu melakukan balasan seperti halnya Depp, ibarat terjatuh ke dalam kubangan. Sekali Anda difitnah, maka Anda akan terus difitnah, dan tidak ada seorang pun bersedia mendekati Anda.”

Masyarakat Kembali ke Penilaian dengan Akal Sehat

Sebelum saling gugat kasus pencemaran nama baik Depp terhadap Heard dimulai, tidak ada pakar hukum yang mengira bahwa Depp akan memenangkan gugatan ini. Depp telah kalah gugatan di Inggris, tabloid The Sun mengatakan pernyataan bahwa Depp “memukul istrinya pada dasarnya adalah realita”.

Namun seiring dengan berlanjutnya sidang pengadilan, dan karena sidang diadakan di pengadilan negara bagian, ada liputan langsung, bahasa tubuh dan ekspresi keduanya terlihat jelas di mata masyarakat, siapa yang jujur siapa yang berbohong, membuat cerita “pembenaran politik” oleh media massa arus utama gugur bersamaan, masyarakat pun mulai berpihak pada Depp. Bahkan banyak pendukung dan korban wanita pada gerakan #MeToo pun kemudian menjadi pendukung Depp yang paling blak-blakan.

Media internet AS, BuzzFeed memberitakan, antara 25 hingga 29 April 2022 saja, sebanyak 1.667 unggahan yang menggunakan hashtag #JusticeForJohnnyDepp telah diunggah di Facebook,  dengan total Engagement Rate melebihi 7 juta kali, yang terdiri dari like dan share.

Di saat yang sama, Heard hanya memperoleh 16 unggahan yang mendukungnya, dengan Engagement Rate hanya 10.415 kali, hingga 29 April, film di TikTok yang menggunakan hashtag #JusticeForAmberHeard telah ditonton lebih dari 21 juta kali, sementara film dengan hashtag #JusticeForJohnnyDepp telah ditonton hingga lebih dari 5 miliar kali.

Mantan hakim California, Halim Dhani- dina menyatakan, “Dia (Heard) tidak mempunyai kredibilitas yang utuh untuk lolos sidang, penyebab kasus ini adalah pada kredibilitasnya, dan bukan pada masalah hukum sekecil apa pun. Tim juri menilai, Heard tidak jujur, kadang over-acting, kadang tidak layak mendapat simpati.”

Sebagai contoh, ketika Heard mengatakan luka pada saat dia mengalami KDRT ditutupinya dengan bedak foundation merek tertentu, tapi perusahaan make-up tersebut menyatakan, dipastikan itu bukan merek buatan mereka, karena pada saat itu tidak diproduksi bedak foundation jenis tersebut. 

Sebagai contoh, Heard mengatakan mantan kekasih Depp yakni Kate Moss didorong jatuh dari tangga oleh Depp, tapi saat bersaksi Moss membantah rumor yang mengatakan bahwa Depp pernah mendorongnya jatuh dari tangga, dan lain sebagainya. Sebaliknya, Depp menyerahkan rekaman suara saat keduanya bertengkar, berikut juga bukti bahwa Heard melemparkan botol arak padanya yang mengiris jari tangannya, serta foto dirinya terluka akibat mengalami KDRT yang dilakukan oleh Heard.

Situs TIME menyebutkan, tentang kekalahan Heard dalam sidang, legenda yang menandai bahwa wanita adalah “korban yang sempurna” telah hancur. “Korban yang sempurna” adalah yang tidak berdosa, dia tidak kecanduan alkohol maupun narkoba, tetapi ada ingatan yang jelas terhadap perilaku penyerangan pada dirinya, dan juga terdapat bukti yang amat kuat. (Sud)