Menemukan Kebijaksanaan di Masa Lalu: Langit-langit Kapel Sistina Michelangelo

Eric Bess

Tradisi artistik kita penuh dengan kebijaksanaan. Kita dapat melihat ke masa lalu, dan dengan pikiran yang ingin tahu serta hati yang terbuka, menyerap pelajaran dari sejarah budaya kita. Era Renaisans Italia dipenuhi dengan kisah-kisah hebat yang menghasilkan karya seni yang hebat, serta kisah dan seni dari Michelangelo adalah contoh abadi.

Cerita tersebut dimulai di Roma abad ke- 16, yang dengan cepat menjadi pusat budaya dunia Barat. Pada usia 33 tahun, Michelangelo dipanggil oleh Paus Julius II untuk melukis langit-langit Kapel Sistina. Michelangelo bukanlah seorang pelukis —ia adalah seorang pematung— dan ketika diminta untuk melukis langit-langit, ia menjawab, “Melukis bukanlah seni saya.”

Sistine Ceiling between 1508-1512 by Michelangelo. Fresco, Sistine Chapel, Vatican. (Public Domain)

Lalu mengapa Paus Julius II meminta Michelangelo untuk melukis bukannya memahat? Menurut buku “Lives of the Artists” karya Giorgio Vasari, Michelangelo menduga bahwa Bramante, seorang arsitek Italia yang sangat dihormati yang bekerja untuk Paus Julius II, ingin merusak reputasinya dengan memintanya melukis langit-langit Kapel Sistina:

“Dengan cara ini, tampaknya mungkin bagi Bramante dan saingan lain untuk menariknya menjauh dari seni pahat, di mana mereka melihat dia [Michelangelo] begitu sempurna, dan berniat menjerumuskannya ke dalam keputusasaan, mereka berpikir jika dapat memaksanya untuk melukis, dia akan melakukan pekerjaan yang kurang layak dipuji, karena dia tidak memiliki pengalaman warna dalam lukisan dinding (fresco)….”

Memang benar bahwa Michelangelo tidak tahu cara membuat lukisan dinding, tetapi ini tidak menghalanginya. Dr. William Wallace, seorang ahli terkemuka tentang Michelangelo, mengamati bahwa “pada zaman Sistina saat itu, Michelangelo masih berusaha menjadi seniman terbesar sepanjang masa. Dia bertindak lebih seperti seniman yang mengukir “David”: ‘Saya pematung terbaik. Sekarang, saya akan menjadi pelukis terbaik. Saya akan menjadi seniman terbaik sepanjang masa.’ Dia masih mengidap keangkuhan masa mudanya.”

Selama empat tahun yang melelahkan, Michelangelo mengambil apa yang dia pelajari tentang lukisan dinding dan tanpa lelah melukis langit-langit Kapel Sistina. Meskipun dia bukan seorang pelukis yang mendapat pelatihan, namun dia akhirnya menyelesaikan salah satu lukisan fresco terbesar dan paling fenomenal dalam sejarah. Tugasnya tidak mudah; menurut buku Ross King, berjudul “Michelangelo and the Pope’s Ceiling”, Michelangelo harus berurusan dengan masalah keluarga, persaingan, kecelakaan teknis, dan politik. Dalam buku catatan pribadinya,  Michelangelo berulang kali menceritakan masalahnya saat melukis langit-langit: “Saya tinggal di sini dikelilingi oleh kecemasan terbesar, menderita kelelahan tubuh terbesar: Saya tidak punya teman dalam bentuk apa pun, dan saya tidak menginginkannya; Saya tidak punya banyak waktu yang cukup bagi saya untuk mengonsumsi makanan yang layak.”

Michelangelo tidak membiarkan kesulitannya mematahkan semangatnya. Sebaliknya, ia mengubah pencobaannya menjadi pujian visual pada Ilahi. Ross King menyatakan bahwa Michelangelo tidak puas dengan desain langit- langit awal dari Paus untuk 12 rasul, dan meminta izin Paus untuk lebih berambisi dan menggunakan tubuh manusia untuk mengeksplorasi ruang lingkup hubungan manusia dengan Tuhan. Paus setuju, dan desain awal ke-12 rasul diubah menjadi desain kompleks yang terdiri lebih dari 300 figur.

Michelangelo tidak hanya memasukkan tema-tema dari Kekristenan, tetapi juga tokoh- tokoh dari Yudaisme dan paganisme. “Sistina bukan hanya sembilan cerita dari Kitab Kejadian. Ini adalah seluruh tumpah ruah penciptaan,” jelas Dr. William. “Ini segalanya. Ini bukan pemisahan antara kekristenan dan paganisme. Itu adalah ciptaan Tuhan, dan dia melukiskan zaman kuno pagan sebelum dia melukiskan Kekristenan. Dia melukiskan dunia. Para sibyl (wanita di zaman kuno yang menyuarakan ramalan dan nubuat Tuhan) adalah pasangan para nabi; mereka adalah dunia pagan sebelum Kekristenan datang. Jadi, dengan cara yang sama seperti kita memiliki Sibyl pagan [di Sistina], kita juga memiliki cerita Yahudi di Sistina. Sistina bukanlah Kristen, Yahudi, atau pagan; itu semua ciptaan.”

Michelangelo tidak hanya memasukkan tokoh-tokoh Kristen, Yahudi, dan pagan dalam satu komposisi, namun ia juga melukis penggambaran   visual   tentang   Tuhan—suatu   hal yang langka bagi para seniman. “Ini adalah Tuhan dan awal dari ciptaan Tuhan, dan Dia layak untuk dilukis,” kata Dr. William. 

“Memang benar bahwa dalam seni Kristen sebelumnya, kadang-kadang Tuhan tidak direpresentasikan atau itu hanya tampak tangan atau sesuatu lainnya, jadi sangat berani untuk membayangkan seperti apa Tuhan itu. Michelangelo telah memberi kita gambaran tentang Tuhan yang telah menjadi gagasan kanonik tentang seperti apa rupa Tuhan bagi banyak orang di dunia.”

Penggambaran Tuhan, “The Creation of Adam” (penciptaan Adam), sebuah lukisan dinding yang membentuk bagian dari langit- langit Kapel Sistina, adalah salah satu gambar paling ikonik di dunia. Michelangelo melukis Adam di saat kebangkitannya di mana dia bertemu dengan Penciptanya. Adam yang berbaring menatap penuh kerinduan ke mata Tuhan dan mengulurkan tangan untuk menyentuh Penciptanya. Tuhan—bersama dengan tokoh- tokoh    Alkitabiah    yang    mengelilingi-Nya— bergerak dengan energi yang besar menuju Adam. Sukacita dengan ciptaanNya, Tuhan mengulurkan tangan untuk menyentuh Adam 

Jarak antara jari-jari Adam dan Tuhan begitu dekat, namun begitu jauh: “Beberapa sentimeter yang memisahkan ujung jari mereka adalah penangguhan waktu dan narasi terbesar dalam sejarah seni,” papar Dr. William dalam bukunya “Michelangelo: Seniman, Pria, dan Waktunya.” 

Jika saja Adam mau mengeluarkan sedikit lebih banyak energi, jika dia mau menandingi upaya Tuhan, sepertinya dia akan menyentuh Tuhan, dan pemisahan di antara mereka tidak akan ada lagi.

Setelah melukis lebih dari 300 gambar di lebih dari 150 unit bergambar terpisah, Michelangelo menyelesaikan lukisan di langit-langit Sistina demi kepuasan Paus Julius II. Langit-langit Kapel Sistina diresmikan pada Hari Semua Orang Kudus, 1 November 1512.

“Sangat mengagumkan dan luar biasa bahwa dia bertahan dengan apa yang dia hadapi,” komentar Dr. William. “Fakta mengecat langit-langit itu sendiri sangat mencengangkan. Ada segala macam masalah. Kita harus mengagumi bahwa dia bertahan di bawah tekanan yang luar biasa, menghadapi tantangan yang tak terbayangkan, dan banyak orang lain akan menyerah, tetapi dia tidak melakukannya.”

Di sinilah letak bongkahan kebijaksanaan dalam kisah Michelangelo: Michelangelo bertahan melalui kesulitannya dengan iman dan keinginan kuat untuk mengekspresikan kebesaran Tuhan secara visual. Michelangelo diminta untuk menyelesaikan proyek yang asing baginya, dan tidak hanya melangkah ke kesempatan itu, tetapi juga melebihi harapan. 

Upayanya yang terinspirasi untuk mengekspresikan Sang Ilahi melalui bentuk manusia, meskipun banyak kesulitan, membantunya menciptakan keajaiban modern yang terus kita hargai 500 tahun kemudian. (jen)

Artikel  ini  awalnya  diterbitkan  di  majalah Radiant Life