Akankah Harga Minyak Internasional Turun Karena Kematian Seorang Tokoh OPEC ?

oleh Tim Dunia Keuangan dan Perdagangan

Memasuki bulan Juli tahun ini, peristiwa dunia yang tidak menyenangkan datang silih berganti. Pada 7 Juli, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengundurkan diri. Pada 8 Juli, mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meninggal dunia akibat pembunuhan. Pada 9 Juli, pemerintah Sri Lanka mengumumkan kebangkrutan. Selain itu, ada satu hal lagi, yaitu harga minyak internasional tiba-tiba anjlok pada 6 Juli, sampai harga minyak WTI (West Texas Intermediate) jatuh di bawah USD.100,- per barel atau turun lebih dari 10%. 

Beberapa analis percaya bahwa jatuhnya harga minyak disebabkan oleh kekhawatiran pasar akan resesi, sementara yang lain berpendirian bahwa itu disebabkan oleh kematian seorang tokoh kelas berat pada 5 Juli tahun ini.

Jadi, siapa tokoh tersebut ? Akankah harga minyak terus turun ? Selain itu, mengapa naik turunnya harga minyak berpengaruh begitu signifikan terhadap denyut ekonomi global ?  simak selengkapnya 

Apakah meninggalnya Sekjen OPEC berpengaruh terhadap turunnya harga minyak ?

Terlebih dahulu kita bahas tentang tokoh kelas berat itu. Dia adalah Sekretaris Jenderal OPEC  dan politisi Nigeria berusia 63 tahun yang bernama Mohammad Sanusi Barkindo. Ia meninggal dunia pada 5 Juli malam, tetapi media tidak mengungkapkan penyebab kematiannya.

Kematian Mohammad Sanusi Barkindo cukup mengejutkan, karena pada siang harinya ia masih menyampaikan pidato dalam sebuah konferensi minyak di Nigeria, dan mengadakan pembicaraan dengan presiden negara itu, tetapi meninggal mendadak beberapa jam kemudian.

Jadi, bagaimana kematian seorang Mohammad Sanusi Barkindo dapat mempengaruhi harga minyak ?

Barkindo, adalah seorang Nigeria yang telah menjabat Sekretaris Jenderal OPEC sejak tahun 2016 dan rencananya akan mengundurkan diri pada akhir bulan ini. Selama 6 tahun menjabat, Barkindo menjaga agar harga minyak dunia tetap berada pada level tinggi. Ia dikenal sebagai “pematok harga minyak”. Jadi mari kita lihat apa saja yang telah ia lakukan ?

Pada tahun 2016, di tahun pertama Barkindo duduk sebagai Sekjen OPEC, harga minyak internasional turun sampai di bawah USD.30,- per barel. 

Untuk mendorong naiknya harga, ia membentuk grup monopoli terbesar di dunia minyak dengan menarik negara-negara yang non-Opec seperti Rusia ke dalam aliansi OPEC+. 

Sejak itu, harga minyak mulai menunjukkan tren naik, dan terus berlanjut selama bertahun-tahun.

Pada tahun 2020, wabah global epidemi telah menyebabkan penurunan tajam dalam permintaan minyak, sehingga harga minyak jatuh. Namun, dalam setahun, Barkindo memfasilitasi perjanjian pengurangan produksi minyak terbesar dalam sejarah. Skala pengurangan produksi minyak mendekati 10 juta barel per hari, oleh karena itu harga minyak tidak terus anjlok bahkan naik.

Setelah pecahnya perang Rusia – Ukraina tahun ini, Eropa dan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada Rusia, menyebabkan harga energi global naik.Untuk mengurangi ketergantungan mereka pada minyak Rusia, politisi Eropa dan Amerika Serikat telah mengunjungi Timur Tengah, sampai-sampai pejabat tinggi Amerika Serikat 2 kali datang ke Venezuela.

Presiden AS Biden meminta OPEC meningkatkan produksi minyak untuk mengisi kesenjangan pasokan yang disebabkan oleh sanksi terhadap Rusia dan menurunkan harga minyak. 

Namun, Barkindo menggunakan alasan bahwa kapasitas produksi negara-negara OPEC sudah mendekati batas atas, dan berupaya menunda peningkatan produksi, menjaga agar harga minyak tetap berada di atas USD.100,- per barel. Selain itu, ia menolak tuntutan untuk mendepak keluar Rusia dari OPEC+.

Bisa dikatakan Barkindo adalah “dewa penolong” bagi negara-negara penghasil minyak. Sebelum Barkindo berkuasa, sebagian besar negara penghasil minyak itu sedang mengalami keterpurukan karena harga minyak yang rendah. Seperti Arab Saudi di ambang krisis utang, Ekonomi Rusia mengalami pertumbuhan negatif, dan negara-negara penghasil minyak lainnya juga mengalami krisis. Namun setelah Barkindo menjabat sebagai Sekjen. OPEC, Rusia, Arab Saudi, Iran, Venezuela, dan negara-negara minyak utama lainnya telah memperoleh pendapatan keuangan yang besar dengan naiknya harga minyak yang tinggi.

Terutama Rusia, harga minyak yang terus-menerus tinggi telah menghasilkan banyak uang bagi Rusia, dan juga memberi Putin kemampuan untuk memulai perang dengan Ukraina. Mohammad Sanusi Barkindo diakui sebagai sekutu paling setia Putin. Jika bukan karena desakan Barkindo, Rusia pasti sudah dikeluarkan dari OPEC+.

Karena itu, kematian Barkindo pasti akan menjadi pukulan besar bagi Putin. Karena harga minyak tidak hanya menjadi sumber pengeluaran militer bagi Rusia untuk mempertahankan perang dengan Ukraina, tetapi juga merupakan alat tawar-menawar terpenting bagi Putin dalam bernegosiasi dengan NATO. Jika pendapatan nasional yang dihasilkan dari harga minyak ini lenyap, perang agresi Rusia menjadi sulit untuk dilanjutkan.

Awalnya, Barkindo berencana untuk mengakhiri masa jabatan keduanya di OPEC pada 31 Juli tahun ini. Penggantinya adalah Haitham al-Ghais, seorang veteran Perusahaan Minyak Kuwait dan mantan gubernur OPEC. Dibandingkan dengan Nigeria, yang pro-Rusia, Sekjen baru nanti  berasal dari Kuwait, yang pro-Amerika Serikat. 

Beberapa analis berpendapat bahwa ketika Haitham al-Ghais berkuasa, ia mungkin tidak mampu terus mendukung Rusia di bawah tekanan besar Barat sebagaimana yang ditunjukkan Barkindo. Dengan demikian situasi harga minyak yang tinggi mungkin saja akan terpengaruh.

Itu juga sebabnya, sejumlah analis menilai bahwa anjloknya harga minyak dalam beberapa hari terakhir ini tak lepas dari tewasnya Barkindo. Bagaimana tidak, sehari setelah meninggalnya Barkindo pada 5 Juli, harga minyak langsung anjlok.

Selain itu, organisasi OPEC+ yang dibentuk oleh Barkindo, aliansi yang ikatannya cukup longgar mungkin sulit tetap dipertahankan. 

Analis di UBS percaya bahwa Sanusi Barkindo adalah “kekuatan penstabil” di belakang OPEC, sehingga dalam jangka pendek hingga menengah, hilangnya “kekuatan penstabil” ini mungkin akan meningkatkan ketidakpastian langkah OPEC selanjutnya dan meningkatkan volatilitas harga minyak.

Akankah anggota OPEC meningkatkan produksi minyak ?

Apakah pergerakan ini akan terjadi, kita dapat melihat hasilnya setelah 2 hari. Pada 15-16 Juli, Presiden AS Joe Biden akan mengunjungi Arab Saudi, di mana ia akan bertemu dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman. 

Dalam kunjungan tersebut, Biden juga akan membahas serangkaian masalah dengan para pemimpin negara-negara Timur Tengah, di mana isu tentang energi akan menjadi kunci pembicaraannya.

Tetapi untuk kunjungan ke Arab Saudi, kelompok hak asasi manusia dan beberapa anggota Partai Demokrat AS telah memperingatkan Biden bahwa perjalanannya akan merusak komitmen Amerika Serikat untuk melindungi hak asasi manusia.

Pasalnya, pada tahun 2018, kolumnis Washington dan jurnalis pembangkang Saudi Jamal Khashoggi dibunuh secara brutal di konsulat Saudi di Turki. Dalam laporan intelijen yang dirilis Gedung Putih pada bulan Februari 2021, ditetapkan bahwa Putra Mahkota Saudi Mohammed  yang menyetujui tindakan tersebut. Oleh karena itu, beberapa suara nyaring menyebutkan bahwa kunjungan Biden ke Arab Saudi sama saja dengan memberi isyarat kepada para pejabat tinggi Saudi bahwa bahkan jika mereka melakukan pelanggaran serius hak asasi manusia, mereka tidak perlu membayar harga apa pun.

Sebelum kunjungan Biden, Arab Saudi telah setuju untuk mengurangi produksi minyak. Namun, tim analisis Royal Bank of Canada mengatakan dalam sebuah laporan bahwa para pemimpin OPEC mungkin harus bekerja keras untuk menemukan solusi mengatasi permasalahan dalam konteks perjanjian OPEC+ yang diperpanjang hingga bulan Desember tahun ini.

Bahkan, OPEC enggan meningkatkan produksi minyak untuk mengimbangi kesenjangan pasokan akibat sanksi ekspor minyak Rusia. Bahkan jika setuju untuk meningkatkan produksi, itu hanya simbolis, dengan alasan bahwa kapasitas produksi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab hampir mencapai batasnya. 

Lantas, bagaimana dengan peningkatan produksi minyak OPEC ? Menurut survei yang dilakukan Reuters baru-baru ini, bahwa OPEC telah berjanji untuk meningkatkan produksi sebesar 275.000 barel pada bulan Juni tahun ini, tetapi pada kenyataannya, produksi minyak OPEC pada bulan Juni hanya mencapai 28,52 juta barel per hari, turun 100.000 barel dari bulan Mei tahun ini.

Selain itu, untuk menurunkan harga minyak dan menekan inflasi, G7 juga membahas masalah penetapan harga tertinggi minyak Rusia, yang akan mengurangi pendapatan Rusia. Tetapi hal ini dapat mendorong Rusia mengurangi produksi minyaknya dan malahan dapat menaikkan harga minyak internasional. Sebelumnya, beberapa perwakilan OPEC telah mengatakan bahwa alasan utama kurangnya produksi minyak adalah penurunan produksi minyak Rusia akibat sanksi Barat.

Beberapa hari yang lalu, analis JP. Morgan juga memperingatkan bahwa harga minyak global bisa mencapai USD. 380,- per barel jika Rusia memotong produksi minyak mentah sebagai pembalasan atas sanksi G7.

Dmitry Medvedev, wakil ketua Dewan Keamanan Rusia pada 5 Juli menyampaikan ancaman akan mengurangi secara drastis produksi minyaknya Rusia jika harga dibatasi. Hal mana mungkin dapat mendorong harga minyak mencapai harga USD. 300,- hingga 400 per barel.

Sandang pangan, perumahan, transportasi semua tidak dapat dipisahkan dari minyak

Tentu saja teman-teman semua sudah banyak yang merasakan tekanan dari tingginya harga minyak. Mungkin harga minyak yang tinggi tidak berpengaruh besar terhadap teman-teman yang tidak memiliki kendaraan bermotor, padahal tidak demikian, karena kenaikan harga minyak akan mendorong naiknya harga barang di semua aspek kehidupan, dan memperburuk inflasi.

Sesungguhnya hidup kita tidak dapat dipisahkan dari minyak.

Dalam hal pangan, beberapa media pernah melaporkan bahwa setiap orang akan “menelan” 551 kilogram minyak dalam hidupnya. Ah ?1? Apakah minyak bisa dikonsumsi ? Mungkin banyak orang yang bertanya seperti itu, tentu saja minyak yang baru saja ditambang tidak untuk dimakan atau diminum.

Namun, makanan dan sayuran yang kita makan tidak terlepas dari pupuk kimia dan pestisida, yang keduanya merupakan produk sampingan dari minyak bumi. Pupuk kimia adalah amonia sintetis yang dibuat dari minyak bumi dan gas alam, dan selanjutnya diproduksi menjadi pupuk nitrogen penting seperti amonium nitrat, amonium sulfat, urea, dll., yang menyediakan unsur nitrogen penting untuk pertumbuhan tanaman.

Selain itu, produk sampingan minyak dipakai untuk pengawetan, pewarnaan, dan bumbu banyak makanan, misalnya, rasa dan pigmen buatan yang ditambahkan ke krim warna-warni pada kue ulang tahun, itu berasal dari minyak. Belum lagi barang-barang kebutuhan sehari-hari yang produksinya juga tidak terlepas dari minyak, misalnya air murni dalam botol 500ml yang berada di depan kita, sejak menemukan sumber air, penambangan, pemurnian, pembotolan, transportasi dan mata rantai lainnya, ia total menghabiskan 167ml minyak.

Bahkan obat-obatan tidak dapat dipisahkan dari minyak. Banyak obat-obatan yang berasal dari benzena, yang juga dibuat dari minyak bumi. Selain itu, organ buatan, film sinar-X untuk medis dan solusi pemrosesannya juga menggunakan produk minyak bumi.

Juga dalam hal sandang, seperti yang kita semua tahu, banyak dari kain untuk pakaian kita adalah poliester, akrilik, nilon, dll., ini juga merupakan serat sintetis yang dihasilkan dari minyak bumi. Di antara serat yang digunakan dalam tekstil modern, proporsi serat kimia mendekati 3/4 bagian, dan lebih dari 90% produk serat kimia bergantung pada minyak bumi. Kabarnya, bahwa minyak yang dihabiskan untuk kebutuhan sandang per orang seumur hidup bisa mencapai 290 kilogram.

Berbicara soal perumahan, jumlah minyak yang dihabiskan seseorang untuk “tinggal” sepanjang hidupnya bisa mencapai hampir 3.790 kg. Setiap sudut rumah kita mungkin tidak terlepas dari partisipasi minyak. Misalnya, plastik pembungkus, kantong makanan, sikat gigi, bak plastik, iPad, dll, hampir semua plastik adalah diproduksi dari minyak bumi.

Ada juga pipa air (PVC) yang dipakai di dapur dan kamar mandi, serta kabel-kabel di dalam ruangan. Barang yang diproduksi dari karet sintetis juga tidak sulit ditemukan dalam rumah. dan minyak bumi adalah bahan baku utama untuk membuat karet sintetis. Selain itu, minyak juga digunakan dalam pelapis cat.

Produk pembersih yang kita gunakan seperti pembersih wajah, sampo, deterjen, dll., juga merupakan produk turunan dari minyak bumi. Minyak bumi bahkan menjadi bahan baku pembuatan kosmetik. Saat ini, lebih dari 90% pembersih wajah dan kosmetik di pasaran mengandung minyak mineral, dan petroleum jelly, parafin, pewangi, dll semuanya berasal dari minyak bumi.

Selain bensin dan solar yang digunakan pada kendaraan, aspal untuk jalan juga berasal dari minyak bumi. Pada saat yang sama, agar mesin dapat berjalan dengan lancar, diperlukan minyak pelumas, dan minyak pelumas juga merupakan produk minyak bumi. Ban mobil membutuhkan karet sintetis, juga dari minyak bumi. Setiap orang menggunakan sekitar 3.838 kg minyak dalam “bertransportasi” dalam hidup mereka.

Dapat dilihat bahwa naik turunnya harga minyak berkaitan langsung dengan semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu setiap kebijakan yang diambil oleh para raksasa minyak, walau yang menandatangani surat keputusan adalah mereka, tetapi kitalah yang membayar harganya. (sin)