Siapa Pemenang Perang Ukraina Fase Kedua?

Zhou Ziding

Perang Ukraina fase kedua, sama sekali berbeda dengan permulaan dan penutupan pada fase pertama, kedua pihak berperang sengit, tapi korban jiwa dan terluka sama sama parahnya. 

Kali ini penulis akan menganalisa perbedaan kondisi perang fase pertama dan fase kedua, serta alasan di baliknya.

Pertempuran Fase Kedua Dalam Perang Ukraina

Pada fase pertama, kedua belah pihak sama-sama tidak tahu menahu terhadap kekuatan lawan. Negara Barat terlalu berlebihan dalam memprediksi kekuatan militer Rusia, sementara Rusia terlalu meremehkan kemampuan Ukraina. 

Akibatnya adalah meremehkan dalam strategi perang, dan pasukan besar sebanyak 200.000 personel dibagi menjadi lima kelompok. 

Akhirnya lompatan besar Pasukan Rusia ke Kiev berubah menjadi kemunduran besar dari Kiev, pengepungan besar Dnipro berubah menjadi kemunduran besar di Kharkiv, pasukan lintas udara terhempas ke tanah, pasukan AL (Angkatan Laut) berubah menjadi marinir, dan pasukan AU (Angkatan Udara) menghilang tak berbekas.

 Melihat hasil perang fase kedua, tadinya Rusia berencana mengepung ke arah selatan dari Izyum, di saat yang sama dari barat Donetsk mendobrak ke utara, untuk mengepung seluruh Provinsi Luhansk dan juga Donetsk, dengan demikian akan mudah mematahkan 50.000 personel pasukan Ukraina, begitu 50.000 orang pasukan elit ini ditumpas, maka Ukraina akan kekurangan pasukan cadangan dan persenjataan untuk melawan Rusia dalam serangan berikutnya, Rusia akan dapat menguasai Donbas sebagai pondasi untuk menghancurkan kekuatan vital Ukraina, sekali tepuk dua lalat jatuh.

 Rencana ini telah sepenuhnya gagal. Pasukan ujung tombak Rusia tidak bisa bergerak maju di Izyum, sulit mendekati Sloviansk, sementara di garis perang selatan, bahkan tidak meraih kemajuan apapun. Dengan kondisi seperti ini, Rusia mengatur ulang arah serangannya, dengan mengecilkan ruang lingkup kepungan, dan berusaha menyerang ke arah utara dari Popasna di selatan.

 Pasukan Rusia menyeberangi Sungai Siverskyi Donetsk, membentuk kepungan kecil terhadap Siverskyi Donetsk dan Lysychansk. Di garis perang ini, Rusia telah meraih sedikit kemajuan, dengan menguasai bagian utara Sungai Siverskyi Donetsk, dari wilayah Lyman sampai ke wilayah Ruberzhnoye. Terobosan terbesar ada di garis selatan, setelah Rusia menduduki Popasna terbentuklah pasukan ujung tombak, mengakibatkan pasukan Ukraina terpaksa mundur, sehingga lebih lanjut menekan hubungan Lysychansk dan Slovyansk.

 Pada saat yang sama, di sekitar Siverskyi Donetsk, pada 22 Juni lalu, pihak militer Ukraina mengumumkan telah menyeberangi Sungai Siverskyi Donetsk, kekuatan vital yang tersisa ditarik mundur. Perang Siverskyi Donetsk yang berlangsung selama sebulan lebih itu akhirnya berakhir, Rusia menguasai penuh wilayah ini.

 Mengenai hasil pertempuran fase kedua hingga saat ini, mantan Kemenhan Donetsk Kolonel Igor Ivanovich Strelkov mengatakan, Rusia tidak berhasil mewujudkan tujuan strategis yang ditetapkannya, bahkan sama sekali tidak mendekati tujuannya, pembebasan total Donbas sama jauhnya dengan 1 Mei. 

Pada saat yang sama, sejumlah pemukiman besar dibebaskan, Ukraina diusir keluar dari Siverskyi Donetsk. Ukraina sedang mencoba menyelesaikan misi utamanya, mencegah pasukan utama Donetsk dikalahkan, serta mengulur waktu untuk membentuk pasukan, akan tetapi akibatnya telah mengakibatkan tewas dan terlukanya banyak anggota pasukan dan menurunnya semangat tempur.

 Di mata Strelkov, pada fase kedua ini, Rusia dan Ukraina bisa dibilang bertarung seri, Rusia tidak berhasil mencapai tujuan strategisnya, tapi meraih sedikit kemajuan dengan menguasai sejumlah kecil wilayah. 

Tapi Ukraina juga telah mengalami kerugian besar, tidak semudah saat perang fase pertama. Pada saat bersamaan, Rusia sama dengan Ukraina, juga mengalami kerugian besar, sekaligus menghadapi masalah turunnya semangat tempur dan berkurangnya anggota pasukannya.

Jika dianalisa, perubahan kedua pihak Rusia dan Ukraina pada level strategis pada fase kedua. 

Pada fase pertama, Ukraina berhasil meraih nilai 100, dan Rusia meraih nilai 20, maka pada fase kedua ini, prestasi pihak Ukraina bisa diberikan nilai 80, sedangkan Rusia berhasil meraih nilai 60.

 Rusia Atur Ulang Strategi Pada Fase Kedua, Pasukan AU Hampir Tidak Dikerahkan Sama Sekali

Setelah mengalami kerugian besar pada fase pertama, Rusia menyadari pihaknya tidak mampu sepenuhnya melumpuhkan pertahanan udara Ukraina, dengan latar belakang seperti ini, jika terus melancarkan serangan udara hanya akan mengalami kerugian yang semakin besar. 

Yang lebih penting lagi adalah, merebut dominasi udara adalah untuk melakukan misi bantuan bagi pasukan darat, tapi karena kurangnya bom berpandu presisi, dukungan darat Rusia terutama mengandalkan pesawat tempur jenis Sukhoi SU-25 yang terbang rendah, tapi ketinggian SU-25 sangat terbatas, menjadikannya sasaran empuk bagi rudal anti udara individu, maka Rusia pun tak lagi bergairah mengerahkan pasukan udaranya. Fungsi terbesar AU-nya adalah menembakkan rudal jelajah dari wilayah Rusia dan Belarusia.

 Senjata Utama Adalah Artileri Jarak Jauh

Rusia tidak lagi berinisiatif merebut dominasi udara, sementara AU Ukraina karena jumlahnya sedikit, juga sangat sulit dikerahkan untuk memberikan bantuan efektif dari udara. Ini menyebabkan timbulnya fenomena yang sangat aneh dalam Perang Ukraina, suatu ajang perang di abad ke-21 tapi terkesan serasa masih di masa PD-I yakni, senjata utama dari kedua belah pihak adalah artileri jarak jauh.

Rusia kekurangan serdadu, kekurangan pesawat, kekurangan bom berpandu presisi, tapi sama sekali tidak kekurangan akan peluru meriam yang diproduksi pada masa Perang Dingin. 

Sejak masa PD-II dan Perang Dingin, dengan menekankan dukungan artileri sebagai inti, atas dasar ini pasukan AD Rusia telah mengembangkan banyak sekali artileri kaliber besar dan artileri roket. 

Pada perang fase kedua Rusia telah melakukan penyesuaian yakni, sangat mengandalkan artileri jarak jauh, apabila serangan mendadak AD mengalami hambatan maka langsung membatalkan serangan, dan beralih melakukan bombardemen terpusat dengan artileri.

 Senjata dan amunisi an sich semacam ini, pada dasarnya tidak memiliki banyak kandungan teknologi yang canggih, keduanya merupakan produk dari masa Perang Dingin dulu, pihak Rusia menggunakannya begitu saja. Duel antara pasukan artileri, telah menjadi fokus utama dalam pertempuran fase kedua Rusia-Ukraina.

 Dalam perang Lyman dan Siverskyi Donetsk di arah Izyum, hal ini terlihat sangat jelas, Rusia menggunakan artileri dalam jumlah besar, hampir sepenuhnya menghancurkan kota-kota Siverskyi Donetsk dan Ruberzhnoye.

 Sementara di pihak Ukraina, setelah mendapatkan bantuan artileri dari negara Barat, seperti artileri Caesar dari Prancis, M777 dari Amerika, dan PZH2000 dari Jerman dan Belanda, Ukraina telah berhasil meraih sejumlah kemenangan. Seperti artileri D30 Howitzer dari sebuah batalyon Rusia di arah Kherson yang berhasil dihancurkan oleh pasukan artileri Ukraina. Dalam dua bulan terakhir di pesisir Sungai Siverskyi Donetsk, Rusia berusaha menyeberangi sungai sebanyak tiga kali, namun selalu berhasil diketahui oleh Ukraina dan dihancurkan dengan artileri.

 Lebih Utamakan Pertahanan Pesawat Nirawak

Penulis membaca berita di media massa Barat, karena Rusia menempatkan banyak rudal anti udara di garis depan untuk mengantisipasi pesawat nirawak Ukraina, menyebabkan jumlah pesawat nirawak milik Ukraina yang ditembak jatuh meningkat, mau tidak mau Ukraina harus membatasi penggunaan pesawat nirawak. 

Pada fase pertama, pesawat nirawak Ukraina tidak hanya berperan mengintai gerak-gerik pasukan Rusia, bahkan dapat memberikan informasi kekuatan persenjataan kepada pasukan artileri, dan memastikan posisi pasukan Rusia berikut artilerinya, membantu pasukan artileri melakukan serangan yang akurat. Rusia telah menyadari kelemahannya dalam hal penggunaan pesawat nirawak dan pertahanan terhadap pesawat nirawak musuh, maka pada perang fase kedua, telah dilakukan perbaikan dalam hal ini.

Pergerakan Di Darat Lebih Hati-Hati

Pada fase kedua, pergerakan Rusia di darat dilakukan dengan cara serangan yang bersifat penjajakan setelah menghujani musuh dengan banyak serangan artileri. Jika mendapatkan perlawanan yang sengit, pasukan ditarik mundur untuk diorganisir ulang. 

Di saat yang sama Rusia menggunakan banyak pasukan umpan, seperti memobilisasi pasukan sipil di wilayah Donbas, hampir semua pria berusia 55 tahun ke bawah dipaksa bergabung, para serdadu ini tidak memiliki kemampuan bertempur, acap kali didorong ke garis depan untuk menggerakkan pasukan, Rusia menempatkan kekuatan utamanya pada garis kedua, untuk mengurangi kerugian di pihaknya.

Jadi pada fase kedua ini bisa disaksikan bahwa pihak Rusia melakukan 4 perubahan, yakni sepenuhnya membatalkan serangan udara, fokus pada serangan artileri terpusat, meningkatkan kemampuan pertahanan terhadap pesawat nirawak, dan melakukan serangan darat dengan ekstra hati-hati. Dan ini telah membawa sejumlah hasil yang sangat signifikan.

Hasil Dari 4 Perubahan Oleh Pihak Rusia

Sebagai hasil pertama dari perubahan strategi Rusia pada fase kedua ini adalah, daya bunuh terhadap Ukraina terutama dilakukan dengan mengandalkan artileri jarak jauh, dalam perang jarak pendek dan perang kota terkadang pihak Rusia mengalami kerugian yang lebih besar.

Akibat kedua adalah, Rusia sulit menumpas kekuatan vital Ukraina secara sistematis.

Karena serangan darat yang sangat hati-hati, acap kali begitu menghadapi perlawanan yang terorganisir maka serangan pun langsung dibatalkan. Seperti pada perang Sievierodonetsk, pasukan Ukraina akhirnya dapat mundur dengan aman dari pabrik kimia, dan pasukan Rusia tidak berniat menumpas habis pasukan Ukraina tersebut. 

Contoh lain lagi adalah di selatan Lysychansk, Rusia sempat membentuk kepungan kecil di Zolote, tapi tidak melakukan serangan gencar terhadap pasukan Ukraina yang terkepung di dalamnya, melainkan membiarkan pasukan Ukraina mundur secara sistematis. 

Ini menjelaskan, saat ini pasukan Rusia terutama mengandalkan dukungan artileri, untuk bisa meraih selangkah kecil kemajuan, namun kekurangan daya kemampuan dalam memusnahkan pasukan Ukraina.

Masalah Yang Dihadapi Ukraina

Ukraina membutuhkan artileri dan amunisi untuk artileri. Kondisi seperti ini juga akan terus berlanjut selama beberapa waktu ke depan. Padahal fokus dalam perang beberapa bulan ke depan ini, akan ditentukan oleh kemampuan Rusia dan Ukraina dalam menggunakan artileri. 

Ukraina berkali-kali menyatakan kepada AS dan negara sekutunya, pihaknya membutuhkan lebih banyak artileri dan amunisinya. Terhadap hal ini seorang Letjend AS yakni Mark Hertling menyatakan di Twitter, menurut dirinya, AS dan sekutunya telah memasok cukup artileri bagi Ukraina. 

Seperti AS yang telah memberikan 108 unit artileri jenis M777, jumlah ini sudah cukup untuk membentuk 6 batalyon pasukan artileri, padahal di AS untuk satu brigade hanya ditempatkan satu batalyon artileri di bawah naungannya.

Menurut penulis, pernyataan Letjend Hertling tidak relevan dengan kondisi di Ukraina. Pertama, susunan pasukan militer AS diatur sesuai dengan penggabungan seluruh kemampuan AS. 

Pasukan artileri bukan merupakan jenis pasukan kekuatan penyerangan yang utama, lebih dari 70% kekuatan penyerangan utama AS adalah mengandalkan dukungan serangan udara.

Selain mempunyai rudal jelajah dalam jumlah besar, jet tempur dan pesawat serbu juga bisa menjatuhkan bom berpemandu laser, juga bom berpandu presisi, inilah yang merupakan kekuatan penyerangan utama dalam pasukan AS.

Jadi di dalam sistem formasi militer seperti di AS, pasukan artileri berperan sebagai pendukung saja, di tempat-tempat yang tidak dapat dijangkau oleh AU, maka disitulah fungsi pasukan artileri berperan. Tetapi, situasi yang dihadapi Ukraina melawan Rusia sekarang bukan seperti itu, kekuatan penyerangan Ukraina sepenuhnya (100 %) harus mengandalkan kemampuan pasukan artileri. Dengan unit kesatuan yang sama pasukan artileri yang dibutuhkan jauh melebihi pasukan AS, jadi tidak relevan jika formasi penempatan pasukan AS diaplikasikan pada pasukan Ukraina.

Kedua, dalam medan perang pasukan AS acap kali menguasai dominasi di udara secara mutlak, pada saat pasukan AD diterjunkan di medan perang, sistem artileri pertahanan udara musuh sudah dihancurkan, jadi pasukan artileri AS tidak mempunyai lawan yang berarti di medan perang, sehingga dapat memasuki posisi yang sudah ditentukan untuk melakukan tembakan secara bebas. 

Tidak perlu mengkhawatirkan ancaman anti-artileri dari pasukan musuh, tapi bukan seperti itu kondisi Ukraina, sekarang Ukraina tengah melangsungkan perang penentuan artileri dengan Rusia, Ukraina memperoleh radar artileri dari Barat, tapi Rusia juga memiliki rudal anti-artileri, ketika pasukan artileri Ukraina menembak, ada kemungkinan terdeteksi oleh radar anti-artileri milik Rusia, yang bakal melakukan serangan balasan.

Itu sebabnya, yang dibutuhkan oleh Ukraina adalah jenis artileri swa-gerak (Self Propelled Artillery, red.), seperti Caesar Self Propelled Artillery buatan Prancis, Panzerhaubitze PZH 2000 buatan Jerman, M109 Howitzer dan lain-lain, walaupun M777 merupakan jenis artileri ringan, pada dasarnya kemampuannya cukup baik, namun karena merupakan artileri yang harus ditarik, tak berkemampuan mobilitas, untuk ditarik keluar dari basis tempur butuh waktu sampai 4 menit, jadi bukan merupakan jenis artileri yang paling cocok untuk kondisi Ukraina.

Tidak hanya membutuhkan banyak artileri dari Barat, Ukraina juga membutuhkan sangat banyak amunisi. Seperti halnya Rusia, Ukraina juga menggunakan banyak senjata peninggalan masa Uni Soviet dulu. Tapi Ukraina pada dasarnya tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi sendiri secara massal amunisi tersebut, sedangkan artileri Rusia dari peninggalan zaman Uni Soviet dulu, pada umumnya kalibernya berbeda dengan yang digunakan NATO. Seperti artileri kaliber 155mm M114 Howitzer yang kerap digunakan NATO, di pihak Rusia menggunakan kaliber 152mm, ini menyebabkan amunisi NATO tidak dapat digunakan pada persenjataan buatan Uni Soviet. 

Seiring dengan berlanjutnya pertempuran, cadangan amunisi Ukraina pun menjadi satu permasalahan yang sangat serius, walaupun negara-negara bekas Pakta Warsawa bisa terus memasoknya, tapi jumlah pasokan masih menjadi kendala.

Jadi, sembari memasukkan artileri dari Barat, Ukraina juga harus memasukkan amunisi standard NATO dalam jumlah besar, memanfaatkan kondisi ini membiasakan pasukannya khususnya pasukan artileri meninggalkan senjata Uni Soviet dan pasukan artilerinya secara tuntas melakukan Natoisasi. 

Tetapi jika hendak secara bertahap membuat pasukan artileri mengikuti standard NATO, maka dibutuhkan bantuan lebih banyak lagi artileri dibanding sebelumnya.

Maka dari itu menilai beberapa poin di atas, Ukraina sangat membutuhkan artileri berikut amunisinya, dan sepertinya jumlahnya tidak sedikit, beberapa waktu lalu Kemenhan Ukraina menyebutkan pihaknya membutuhkan ribuan artileri, bukannya tanpa alasan, karena sesuai dengan kondisi negaranya saat ini.

Masalah Yang Harus Dihadapi Rusia

Masalah utama yang dihadapi Ukraina adalah dukungan berupa perlengkapan berat, sedangkan masalah yang dihadapi Rusia juga tidak bisa dibilang sedikit, di satu sisi dibutuhkan senjata canggih yang berkualitas dan kuantitas yang cukup, khususnya radar anti-artileri, walaupun Rusia mempunyai radar anti-artileri, tapi hanya ditempatkan pada satuan brigade. 

Dalam perang dengan Ukraina saat ini, Rusia telah menempatkan seluruh perlengkapan terbaik Angkatan Darat pada ajang perang yang terbatas, begitu perlengkapan tersebut rusak, maka Rusia juga mengalami masalah pasokan, khususnya suku cadang peralatan canggih dalam jumlah besar, dalam kondisi mengalami embargo senjata internasional, Rusia tidak bisa membelinya, sehingga akan secara langsung berdampak pada produksi perlengkapan militernya.

Selain itu, masalah semangat tempur prajurit yang dihadapi Rusia sepertinya tetap tidak ada perubahan.

Kali ini kita telah menganalisa secara singkat arah perkembangan Perang Ukraina fase kedua, penyebab di baliknya, serta masalah yang dihadapi kedua pihak baik Rusia maupun Ukraina. 

Melihat situasi saat ini, Perang Ukraina akan berubah menjadi perang jangka panjang sepertinya tidak dapat dihindari. (Sud/whs)