Otoritas Berikan Dispensasi Waktu Bayar Angsuran KPR Apartemen Terbengkalai di Tiongkok untuk Mengamankan Kongres Nasional

oleh Zheng Gusheng

Gelombang pengembang real estat gagal menyelesaikan pembangunan rumah apartemen sehingga debitur menghentikan pembayaran angsuran KPR, terus meluas ke seluruh Tiongkok. Untuk menenangkan gejolak masyarakat, pemerintah Tiongkok terpaksa mengeluarkan pernyataan yang menjamin penyerahan. Namun hal tersebut juga disikapi oleh sebagian masyarakat sebagai cara pihak berwenang untuk mengulur penyelesaian masalah inti. Meskipun debitur sudah diberikan dispensasi dalam waktu pembayaran angsuran, tetapi itu dinilai cuma untuk mengamankan Kongres Nasional ke-20 yang segera akan diselenggarakan. 

Jumlah gedung apartemen terbengkalai terus meningkat. Menurut data dikumpulkan oleh swasta, tercatat hingga Senin 18 Juli, pembeli rumah apartemen dengan fasilitas KPR di 26 dari 31 provinsi seluruh daratan Tiongkok telah terlibat dalam gelombang stop pembayaran angsuran. 

Jumlah proyek yang terlibat macet total alias terbengkalai mencapai 315 proyek. Di antara mereka, Shaanxi, Hunan, Hubei, Henan dan Hebei telah menjadi provinsi yang paling serius, masing-masing memiliki lebih dari 20 proyek mangkrak. Dan, terbanyak terjadi di Provinsi Henan yang proyek mangkraknya mencapai 60 proyek, yang terpusat di Kota Zhengzhou saja sudah tercatat sebanyak 40 proyek. 

Jumlah dana dari angsuran pinjaman KPR yang kini tidak tertarik oleh pihak lembaga keuangan karena stop mengangsur besarnya mencapai triliunan renminbi. Media pemerintah “Securities Times” mengungkapkan bahwa, situasi tersebut berpotensi memicu terjadinya kerusakan sistemik terhadap keuangan negara.

Pada Minggu, Komisi Regulasi Perbankan dan Asuransi Tiongkok juga mengklaim melalui “Laporan Perbankan dan Asuransi Tiongkok” bahwa mereka akan mempromosikan serangkaian pekerjaan terkait, termasuk berkoordinasi dengan pihak bank untuk membantu penyelesaian pekerjaan konstruksi bangunan gedung yang terbengkalai, sehingga serah terima dapat dilakukan sesegera mungkin. Pokoknya pihak regulator berusaha untuk “menjamin serah terima”….

Media keuangan Tiongkok milik Bank Sentral Tiongkok melaporkan pada 15 Juli, bahwa gedung-gedung yang terbengkalai itu seperti Shenzhen Kaisa Yuebanshan, Guangzhou Aoyuan Yunhe Mansion, Henan Zhengzhou Mingmen Cuiyuan telah mengumumkan rencana pemulihan pekerjaan, dan Jiangxi Ganzhou Greenland Expo City Komersial dan Komunitas Perumahan Ini sedang bersiap-siap untuk mulai bekerja kembali.

Selain itu, bank sentral juga merilis sinyal pelonggaran kebijakan moneter, dengan investasi bersih sebesar RMB. 9 miliar di pasar properti untuk pembelian kembali terbalik (Reverse-repurchasing).

Dipandu oleh apa yang disebut “pesan positif”, saham perumahan dan perbankan Tiongkok yang terdaftar di Bursa Hongkong mulai rebound setelah pasar dibuka pada Senin 18 Juli.

Selain itu, media AS Bloomberg mengutip informasi dari sumber yang mengetahui masalah ini, pada hari Senin melaporkan bahwa regulator keuangan Tiongkok sedang mempertimbangkan untuk memberikan masa tenggang pembayaran kembali angsuran KPR yang tertunda pembangunannya, termasuk meminta lembaga keuangan untuk tidak melakukan penuntutan secara hukum atas penundaan pembayaran. 

Selain itu, di bawah bimbingan Komisi Regulasi Perbankan dan Asuransi, catatan kredit bank dari pemilik bangunan yang belum selesai ini tidak akan terpengaruh untuk saat ini.

Adapun cara menetapkan tenggang waktu khusus untuk penangguhan pembayaran pinjaman, kabarnya komisi pengawasan menyerahkan hal itu kepada pemerintah daerah dan bank untuk memutuskan aturan sesuai dengan situasi aktual dari setiap bangunan yang belum selesai.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa dispensasi waktu pembayaran angsuran dapat membantu menenangkan pesimisme di pasar real estat, dan juga akan memberi waktu bagi pengembang menyelesaikan pekerjaan tersisa dan menyerahkan rumah kepada pembeli untuk mempertahankan kepercayaan pasar.

Sumber lain yang mengetahui masalah juga mengatakan bahwa, komisi regulasi telah meminta China Construction Bank untuk menyiapkan dana konsorsium dengan pemerintah daerah yang memenuhi syarat untuk mengakuisisi beberapa gedung yang sedang dibangun dan mengubahnya menjadi perumahan sewa umum.

Dalam pernyataan penangguhan pembayaran angsuran KPR, para debitur menuduh bank telah melakukan tindakan ilegal yang memicu pengembang membiarkan bangunan terbengkalai, dan menyebabkan pembeli terjebak dalam situasi “tabungan habis rumah hilang”, sehingga mereka bertekad untuk menghentikan pembayaran.

Otoritas Tiongkok selalu menanggapi unjuk rasa, petisi masyarakat dengan penekanan kuat atau tangan besi. Tumben sekarang menggunakan tangan lembut dalam menghadapi isu penunggakan nasional. Ada analis yang mengatakan bahwa hal tersebut mungkin terkait dengan upaya pihak berwenang untuk mempertahankan “stabilitas” menjelang diselenggarakannya Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok, yang menentukan nasib kepala negara.

Media resmi Tiongkok dengan mengutip ucapan Yan Yuejin, direktur penelitian dari Think Tank Center dari E-House Research Institute melaporkan bahwa insiden gedung terbengkalai mudah memicu masalah sosial, Karena itu perlu ditangani dari perspektif “menstabilkan situasi masyarakat secara keseluruhan” untuk mencegah masalah terus berkembang yang menambah ketidakpuasan publik.

Cai Weimin, mantan direktur Institut Riset Operasi Real Estat Universitas Fudan, mengatakan bahwa peristiwa keuangan dapat berubah menjadi peristiwa ekonomi karena fermentasi dan rangkaian opini publik, yang akhirnya meluas dan berubah menjadi peristiwa politik. Menjelang Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok, pihak berwenang tidak akan membiarkan insiden semacam itu terus meluas.

Sebelum Kongres Nasional ke-20, badai lain yang berpotensi untuk berubah menjadi “insiden politik” adalah isu bank desa di Provinsi Henan. Setelah pihak berwenang bertindak keras terhadap 3.000 orang nasabah pemilik dana simpanan yang mempertahankan hak mereka pada 10 Juli, Pihak berwenang mengumumkan peluncuran prosedur pembayaran bertahap bagi penyimpan dana yang bersaldo di bawah RMB. 50.000,-. Baru-baru ini mereka juga berencana mengumumkan prosedur pembayarannya kepada para penyimpan dana yang bersaldo di atas RMB. 50.000,-.

Namun, menurut laporan media daratan Tiongkok, hanya sekitar 300 orang nasabah penyimpan dana yang bersaldo di bawah RMB. 50.000,- yang berhasil menarik kembali dana mereka pada hari pertama pembayaran (15 Juli). Mereka rata-rata mengeluh : Dipersulit, ada salah penulisan, belum tersambung karena sistem lagi sibuk, tidak dapat mengunggah informasi kartu identitas, dan lain-lain alasan.

Para nasabah yang marah menuduh pihak berwenang mempermainkan mereka, tujuannya tak lain adalah menunda waktu. Beberapa nasabah sampai mengatakan tidak menutup kemungkinan akan kembali berunjuk rasa menuntut hak. (sin)