Otoritas Tiongkok Mengklaim Rumah Sakit Negeri Berhutang Triliunan Renminbi, 2.000 Lebih Rumah Sakit Swasta Gulung Tikar

oleh Zhang Zhongyuan

Pemerintah Tiongkok terus bersikeras merealisasikan kebijakan Nol Kasus Infeksi meskipun pendapatan fiskal di berbagai daerah telah terpengaruh, banyak perusahaan mengalami peningkatan jumlah hutang dan merosotnya penghasilan, bahkan pukulannya pun mengenai dunia medis. Selama bencana ini, hutang rumah sakit negeri membengkak mencapai satu triliun renminbi, dan lebih dari 2.000 rumah sakit swasta gulung tikar.

Epidemi telah berkecamuk selama tiga tahun di daratan Tiongkok, dan banyak rumah sakit tidak dapat beroperasi penuh atau terpaksa buka dan tutup, mengakibatkan penurunan pendapatan ekonomi. Rumah sakit baik negeri maupun swasta kewalahan menanggung beban biaya.

Menurut “Buku Tahunan Statistik Kesehatan Tiongkok 2021” terbaru, pada 2020, total utang rumah sakit yang dikelola pemerintah Tiongkok (rumah sakit negeri) adalah sekitar RMB. 1,76 triliun, dan rasio aset-kewajiban sekitar 45,75%, yang tidak jauh dari garis peringatan 50%. Rasio aset-kewajiban (total kewajiban/total aset) banyak digunakan untuk mengukur kemampuan pembayaran utang suatu lembaga, dan secara umum dianggap bahwa lebih dari 50% adalah risiko tinggi.

Menurut data yang disampaikan oleh Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok, tercatat hingga akhir 2021, di Tiongkok ada 11.804 rumah sakit negeri dan 24.766 rumah sakit swasta. Pada Juli tahun ini, lebih dari 2.000 rumah sakit swasta telah pailit, dengan kerugian rata-rata RMB. 5,53 juta.

Pada Juli 2020, data yang dirilis oleh Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok menunjukkan bahwa sekitar 22,65% rumah sakit negeri tersier di negara itu memiliki saldo pendapatan operasional yang negatif, alias defisit, dan rasio aset-kewajiban rata-rata lebih tinggi. dari 40%. Dan sekitar sepertiga rumah sakit tersebut memiliki rasio aset-kewajiban lebih besar dari 50%.

Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok pada 6 Juli mengumumkan bahwa sekitar 40% rumah sakit sekunder di Tiongkok mengalami kerugian operasional pada 2020, dan proporsi rumah sakit yang merugi ini telah meningkat sebesar 16,75 poin persentase dibandingkan dengan 2019. Di antaranya 7,51% rumah sakit memiliki rasio aset-kewajiban yang melebihi 100%, 49,53 % yang rasio aset-kewajibannya melebihi 50%.

Baru-baru ini, Komisi Kesehatan Kota Huludao, Provinsi Liaoning terkait masalah utang rumah sakit negeri, mengatakan bahwa karena dampak epidemi, pendapatan fiskal sangat terpengaruh, di mana perlu memastikan pembayaran utang tepat waktu, juga membayar gaji pegawai di instansi. Di samping itu, beban biaya untuk menyediakan perlengkapan perlindungan juga membesar, sedangkan pendapatan rumah sakit menurun.

Tingkat utang rumah sakit negeri juga meningkat tajam. Terutama sejak menyebarnya epidemi, rumah sakit negeri mau tidak mau terlibat dalam ekspansi fasilitas, menyediakan ribuan tempat tidur rumah sakit di setiap kota. Penambahan puluhan ribu tempat tidur rumah sakit buat sebuah kota jelas mengakibatkan beban yang dipikul rumah sakit negeri bertambah, sehingga utang baru pun semakin banyak.

Wang Yuan (nama samaran), mantan dokter di Rumah Sakit Beijing, mengatakan kepada Epoch Times bahwa rumah sakit negeri di Tiongkok adalah lembaga publik dan lembaga nirlaba, menikmati fasilitas bebas pajak, tetapi mereka belum memenuhi kewajiban mereka sebagai rumah sakit yang profesional. Jangan harap pasien akan ditolong, diselamatkan jika belum melakukan pembayaran. Beberapa rumah sakit negeri telah mengubah status nirlaba mereka, sehingga karyawan dapat memiliki saham.

“Ada pula beberapa rumah sakit negeri yang melakukan ekspansi secara membabi buta, menambah peralatan baru, seperti biaya pengadaan peralatan, biaya pemeliharaan peralatan, biaya penelitian ilmiah, biaya tenaga kerja, pengajaran klinis dan biaya lainnya. Selain itu, tim medis dan jumlah personel institusi bertambah banyak, dan subsidi yang diberikan oleh negara jauh dari mencukupi.

Menurut media corong PKT “The Paper”, pada 19 Juli, Rumah Sakit Distrik Zhen’an, Dandong, Liaoning menunggak pembayaran upah staf dan karyawan selama lima bulan berturut-turut. Komite kesehatan setempat menanggapinya dengan mengatakan bahwa selama epidemi, pendapatan rawat jalan rumah sakit sangat berkurang, manfaatnya tidak baik, dan pendapatan staf medis terpengaruh. Ada karyawan rumah sakit yang mengungkapkan bahwa tahun ini karyawan hanya menerima gaji bulan Januari dan Februari, gaji dari bulan Maret sampai Juli ini masih belum dibayarkan. Rumah sakit masih belum membayar ke perusahaan asuransi premie asuransi pensiun karyawan lebih dari 20 tahun, dan tagihan pemanas juga masih terkatung, dana kesejahteraan juga belum dibayarkan, meskipun  itu sudah dipotong dari gaji karyawan,” ujarnya.

Huang Lin (nama samaran), seorang dokter di Rumah Sakit Tiongkok Timur yang berafiliasi dengan Universitas Fudan di Shanghai, mengatakan kepada Epoch Times bahwa sejak 3 tahun epidemi melanda Tiongkok, rumah sakit  tidak dapat beroperasi secara penuh, sebentar buka sebentar tutup, rumah sakit tidak bisa menerima pasien, operasi pembedahan terpaksa ditunda karena tidak ada dokter, menjadikan rumah sakit kehilangan pendapatan. Rumah sakit hanya dipenuhi oleh pasien COVID-19, dan dokter diturunkan ke masyarakat untuk melakukan tes asam nukleat. Bahkan perawat sendiri yang sakit sampai meninggal dunia karena tidak dapat mencari perawatan medis.

Dia mengatakan : “(Direktur Unit Penyakit Menular Rumah Sakit Huashan yang Berafiliasi dengan Universitas Fudan) Zhang Wenhong telah berulang kali menekankan bahwa tingkat kematian dari varien Omicron sangat rendah, tetapi pihak berwenang tetap bersikeras untuk memaksa warga menjalankan pengujian asam nukleat, terutama karena manfaat duitnya yang terlalu besar, sehingga mereka enggan untuk melepaskannya. Bahkan sudah banyak tempat di Shanghai yang warganya sekarang diminta untuk melakukan tes asam nukleat setidaknya 2 kali dalam 3 hari”. (sin)