Peristiwa Brutal Kerap Terjadi : Fakta Sulit Ditemukan dan Masalah Sulit Diselesaikan

Zhang Jing

Pada 10 Juli lalu, sekelompok nasabah Henan Cunzhen Bank mendatangi kantor People’s Bank of China cabang Zhengzhou untuk berunjuk rasa, lokasi dikepung oleh polisi dan sekelompok preman, para anggota preman itu menerjang ke tengah kerumunan memukuli nasabah dan menarik-narik mereka, para nasabah kemudian diseret ke bus, lalu dikuasai oleh polisi di bus. 

Ini jelas semacam pembersihan lokasi kejadian yang telah direncanakan, karena untuk memblokir semua video kejadian tersebut tersebar di internet, PKT (Partai Komunis Tiongkok) tidak hanya mengerahkan mobil pemblokir sinyal seluler dalam jumlah besar di lokasi, bahkan banyak juga polisi berpakaian sipil membaur masuk ke dalam kerumunan, dan memanfaatkan situasi ini untuk membuat kekacauan, sejumlah polisi lainnya memotret para pengunjuk rasa, sebagai barang bukti agar kelak bisa membuat perhitungan kepada mereka.

Penelurusan di forum media sosial Tiongkok terkait peristiwa ini ditekan, topik diblokir, dan para warganet hanya bisa menyampaikan informasi dengan mengirimkan foto tangkapan layar. Berikut adalah konten penggalan dialog yang diedarkan banyak orang: “Guru, dibandingkan dengan tabungan yang tidak bisa diambil lagi, yang membuat saya justru lebih bersedih lagi adalah, supremasi hukum yang dulunya sangat saya yakini dan lingkungan di dalam negeri yang selalu saya banggakan itu, keruntuhan keyakinan semacam ini, membuat hati saya tidak bisa tenang hingga kini. Ketika melihat seorang bapak tua difabel dipukuli hingga tak sadarkan diri, seorang wanita yang tidak mampu melawan diseret dengan kasar di tangga, nasabah yang telah dikendalikan dianiaya oleh lima hingga enam orang polisi berpakaian sipil, polisi yang seharusnya melindungi warga justru membawa martil unjuk keganasan pada warga, saya sungguh tidak kuasa menahan raungan tangis. …tentu, keyakinan saya sudah hancur, bagi negara sama sekali tak ada apa-apanya, tapi bagi saya, hal ini membuat saya sangat tersiksa, juga tak bisa lagi belajar dengan tenang, bagaimana caranya menyeimbangkan emosi saya, bagaimana caranya menghadapi realita yang begitu menyakitkan ini?”

Ketika polisi mengerahkan preman dunia hitam melakukan kekerasan terhadap nasabah, para pelajar yang selama ini telah didoktrin oleh PKT sontak tersadar. Sementara berita nasabah bank Henan yang tidak bisa mengambil tabungannya itu, hanya merupakan salah satu berita dari sekian banyak peristiwa yang diciptakan oleh PKT yang tidak ada solusinya, beberapa tahun ini rakyat Tiongkok telah mengalami terlalu banyak peristiwa yang disegarkan lagi pemahamannya, karena masalah ini membuat banyak orang yang mengira kehidupannya berjalan adem ayem saja telah tersadar ke dalam realita, baru benar-benar menyadari dirinya hidup di tengah lingkungan yang seperti apa, dan lebih lanjut berpikir, apa penyebab di balik semuanya ini?

Peristiwa pemukulan oleh sekelompok preman dari dunia hitam di Tangshan pada 10 Juni lalu, empat perempuan dilecehkan lalu dianiaya oleh sekelompok pria, rekaman video yang beredar di internet membuat semua orang menjadi tidak tenang, video peristiwa tersebut disaksikan oleh ratusan juta orang di dalam maupun luar negeri. 

Namun hingga kini keempat perempuan tersebut termasuk keluarga mereka tidak menampakkan diri atau memberi pernyataan terbuka, bahkan hidup atau matinya mereka pun tidak diketahui. Pihak pemerintah kota Tangshan berpura-pura dengan gerak cepat menggelar “aksi kilat”, yang justru mendatangkan banyak pelapor baik secara online maupun offline; maraknya penelusuran di internet tentang peristiwa tersebut langsung diredam; diskusi oleh warganet dihapus dan juga diblokir akunnya; wartawan dari luar daerah yang memasuki Tangshan ditangkap. Peristiwa “diakhiri” dengan selembar pemberitahuan dari Kantor Keamanan Publik Provinsi Hebei, yang disebutkan kondisi keempat perempuan tersebut, dua orang mengalami “luka ringan”, dua lainnya “cedera kecil”. Ini jelas merupakan semacam cara “peredaan”, yang pada akhirnya berarti pelaku tidak akan ditindak walaupun telah melakukan penganiayaan berat.

Menurut penuturan, kelompok dunia hitam dan kepolisian Tangshan memiliki wilayah kekuasaannya masing-masing, di wilayah kekuasaan preman, polisi tidak berani campur tangan. Inilah penjelasan mengapa pelaku penganiayaan bisa bebas dari jerat hukum; mengapa “aksi kilat” yang jelas-jelas hanya berpura-pura itu, masih saja mengundang begitu banyak orang melaporkan para preman dunia hitam walaupun harus berisiko kehilangan nyawa. Mengapa Kepala Keamanan Publik yang berada di lokasi rumah makan barbekyu tempat penganiayaan itu terjadi namun tidak berani mencegah tindak kriminal tersebut. Aneh, mengapa polisi takut pada preman? 

Itu dikarenakan adanya backing di belakang preman yang bahkan polisi pun takut menghadapinya, coba pikirkan, di bawah sistem sentralisasi PKT yang begitu ketat, siapakah sebenarnya backing tersebut? Kemungkinannya hanya satu, yakni pejabat tinggi di dalam pemerintahan itu sendiri.

Preman dunia hitam dalam kasus di Tangshan, hanyalah karena korban telah menolak dilecehkan, lantas membuat pelaku berang, kemudian melakukan penganiayaan, dan kekerasan yang dilakukan seakan berniat menghabisi nyawa korban. 

Serangkaian aksi setelah itu, hanya dengan alasan “menjaga stabilitas” lantas diredam penelusurannya di internet, membuat korban tak bisa bersuara, membuat media massa tidak bisa memberitakan, setelah semua berita diredam. Akhirnya ditetapkan oleh selembar pemberitahuan pemerintah, sedangkan masalah keamanan dan masalah keadilan yang menjadi perhatian masyarakat justru senantiasa tidak ada jawabannya.

Peristiwa wanita yang dirantai di Xuzhou awal tahun lalu juga membuat warga berang, wanita yang dijual itu dirantai dan giginya dicabut habis, tenggorokannya dirusak, kehilangan kebebasan, dan dipaksa melahirkan delapan anak, kondisi wanita dirantai tersebut sangat memprihatinkan dan memperoleh simpati amat besar dari masyarakat. 

Para warganet berkhayal dapat menyelamatkannya dengan mengandalkan upaya masing-masing. Masyarakat berhasil menggali lebih banyak fakta, dan diyakini wanita yang dirantai itu adalah Li Ying dari provinsi Sichuan yang diperdagangkan saat masih berusia 12 tahun. Bahkan, ada warganet yang menggunakan teknik AI menganalisa secara profesional mengenali bahwa wanita dirantai itu adalah orang yang sama dengan foto Li Ying.

Tapi sejak awal pemerintah mengeluarkan lima pemberitahuan yang justru tidak mengakui bahwa wanita itu adalah Li Ying, sebaliknya informasi dibuat simpang siur, sempat dikatakan wanita itu adalah “Yang Mouxia”, lalu pada kesempatan lain dikatakan dia adalah “Xiao Huamei”. Seorang sutradara asal Kabupaten Feng yakni Wang Shengqiang mengungkapkan bahwa orang-orang di desa itu semuanya tahu bahwa wanita itu adalah Li Ying, tapi lalu dibungkam; wartawan yang mewawancarai paman dari “Xiao Huamei” juga dipaksa untuk menjamin “tidak akan menulis tentang hal ini, dan tidak mempublikasikan rekaman videonya”.

Banyak orang terus menerus bertanya: Bagaimana kondisinya saat ini? Mengapa dia dikatakan bukan Li Ying?

Jelas, peristiwa ini bukan sekedar kasus biasa perdagangan perempuan, kalau begitu, seharusnya pemerintah menyelamatkan wanita yang dijual atas desakan warganet bukankah ini adalah hal baik? Membasmi kasus perdagangan wanita, bukankah akan meningkatkan reputasi pemerintah? Mengapa lima pemberitahuan yang dikeluarkan pemerintah saling bertolak belakang, yang justru mencoreng muka sendiri, dan ngotot terus menerus menegaskan bahwa “Li Ying adalah Xiao Huamei”?

Satu-satunya jawaban yang memungkinkan adalah, mereka tidak ingin juga tidak berani membiarkan wanita yang dirantai itu bicara, jika wanita itu adalah Li Ying, ibunda Li Ying masih hidup, keluarganya akan bisa menjemputnya pulang. Beberapa tahun terakhir ini berapa banyak hal tidak terpuji dan memalukan yang telah dilakukan oleh para kader PKT terungkap, di baliknya mungkin ada “tokoh besar” PKT yang ikut terlibat. Untuk menutupi kejahatan ini, Li Ying selamanya tidak bisa diakui sebagai Li Ying.

Bintang olahraga tenis yakni Peng Shuai pada 2 November 2021 lalu merilis tulisan, menuntut mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Dejiang telah melakukan pelecehan seksual terhadapnya dan kemudian mencampakkannya, serta tidak mau bertanggung jawab, hal ini menarik perhatian seluruh dunia, setelah itu Peng Shuai dibungkam. Berbagai kalangan di dalam maupun luar negeri Tiongkok pun bertanya-tanya “dimana Peng Shuai?”. Demi terselenggaranya Olimpiade Musim Dingin, PKT pun memperlihatkan Peng Shuai tampil untuk diwawancarai, dan dia menyangkal soal “pelecehan seksual”, serta menyangkal adanya tekanan dari pemerintah, namun justru diragukan oleh masyarakat bahwa Peng Shuai telah dipaksa melakukan semacam “pengakuan dosa di depan televisi”. Hingga kini masih banyak orang yang bertanya-tanya “dimana Peng Shuai?”, namun sampai saat ini belum ada jawabannya.

Kejadian lain lagi adalah banjir bandang super besar 20 Juli 2021 lalu di Zhengzhou, apakah akibat ulah manusia atau bencana alam, apakah pemimpin Provinsi Henan bertanggung jawab? Berapa sebenarnya korban yang tewas? Peristiwa jatuhnya pesawat milik China Eastern Airlines dengan kode flight 5735 pada 21 Maret 2022 lalu, apa penyebab sebenarnya? Kasus kelebihan kelahiran anak di Provinsi Guangxi dibawa kemana anak-anak itu? Berbagai peristiwa menghebohkan itu telah diredam oleh PKT dengan berbagai cara, dan menjadi berita mati yang tidak pernah ada jawabannya. Masyarakat yang hidup di negara itu, bahkan tidak memperoleh hak mendasar untuk mengetahui berita, seperti dikatakan warganet, melihat pemerintah mengerahkan preman dan polisi menganiaya masyarakat di tengah siang hari bolong, keyakinannya telah hancur, ada pula warganet yang mengatakan, “Tidak lagi percaya pada partai komunis”.

PKT yang senantiasa menepuk dada sendiri sebagai sosok yang “agung, cemerlang, dan benar” itu dalam propagandanya selalu membuat rakyat menganggapnya sebagai dewa. Jadi, tidak diizinkan berita negatif apapun yang tidak menguntungkan bagi PKT diekspos, tapi banyaknya peristiwa jahat di tengah masyarakat, jika digali, akhirnya akan menunjukkan adanya hubungan dengan pejabat PKT di berbagai tingkatan, sistem PKT ini memang mengandung unsur mafia di dalamnya, ia merupakan suatu sistem berjamaah dalam melakukan kejahatan, dan sasaran kejahatannya adalah warganya sendiri.

Bagi orang-orang yang telah tertipu oleh PKT dengan menganggap PKT sebagai keyakinannya, bagi orang-orang yang merasa PKT akan menjamin keselamatan jiwa dan harta bendanya, bagi yang merasa PKT akan memberikan keadilan, sekarang sudah waktunya untuk sadar.  (sud)