UU Pengurangan Inflasi AS yang Penuh Riasan Merah dan Jubah Hijau

DR. Frank Tian Xie

UU Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act yang baru saja diloloskan oleh Senat AS (Amerika Serikat), yang akan segera diloloskan oleh Kongres AS, dan ditandatangani oleh Presiden Biden, boleh dibilang sarat akan nuansa sosialisme, sekaligus mengenakan jubah kebijakan sumber energi hijau, tapi UU Pengurangan Inflasi yang berdandan merah berjubah hijau ini, justru sangat mungkin akan menjadi serangkaian tindakan pemborosan dan keliru, sama sekali tidak akan membantu AS dengan sasaran untuk menurunkan inflasinya.

Melihat isi konkret “UU Pengurangan Inflasi” yang baru saja diloloskan senat, adalah versi miniatur dari kebijakan sumber energi hijau dan program Build Back Better (BBB) oleh Partai Demokrat dan pemerintah Biden senilai USD 4 Trilyun (59.321 triliun rupiah), sebagai upaya agar lebih mudah diloloskan di kedua kamar kongres. “UU Pengurangan Inflasi” ini skalanya mencapai USD 437 Milyar (6.481 triliun rupiah), dengan menginvestasikan banyak uang untuk program sumber energi hijau, meningkatkan subsidi pemerintah untuk menurunkan harga obat, serta meningkatkan pungutan pajak demi menutupi defisit pemerintah federal, kemudian menutupi lubang kebocoran anggaran belanja dengan pungutan pajak baru yang ditujukan terhadap perusahaan kecil menengah. 

Dana yang diinvestasikan dalam program iklim dan sumber energi bersih mencapai USD 369 Milyar (5.472 triliun rupiah). Selain 369 Milyar yang diinvestasikan pada program iklim dan energi hijau, masih ada lagi jaminan kredit hijau sebesar USD 300 Milyar (4.449 triliun rupiah), lalu USD 80 Milyar (1.186 truliun) digunakan untuk melipat-gandakan jumlah petugas pajak, USD 60 Milyar (890 triliun rupiah) digunakan untuk proyek keadilan lingkungan, dan lain-lain. 

Selain itu, pemerintah Partai Demokrat juga ngebet berprestasi, dengan menyerahkan program ekonomi yang dapat menstabilkan warga pemilih yang masih ragu, sebelum pemilu paruh waktu tiba.

 RUU baru akan memberlakukan pungutan pajak terendah perusahaan sebesar 15%, ini sepertinya merupakan semacam tindakan pengurangan pajak, bahkan lebih menarik daripada peraturan pungutan pajak perusahaan sebesar 21% pada 2017 di masa pemerintahan Trump dulu. 

Tapi faktanya tidak demikian, karena sasaran dari pungutan pajak ini, adalah perusahaan yang dulunya telah memenuhi serangkaian kelayakan kredit dan penghapusan, yang membayar pajak sangat kecil atau tidak perlu bayar pajak. Para ahli pajak menyebut pajak ini sebagai “pajak buku” (book tax, red.), karena sesuai diaplikasikan pada laba buku atau laporan keuangan perusahaan. 

Tapi cara perhitungan ini, sangat berbeda dengan cara perhitungan statistik pendapatan konvensional yang digunakan untuk memungut pajak. Oleh sebab itu, hal ini sebenarnya justru memungut lebih banyak pajak dari perusahaan AS.

Peraturan baru rencananya akan memungut pajak khusus (Exercise Tax) sebesar 1% terhadap saham buyback (treasury stock, red.) yang dilakukan oleh perusahaan, perkiraan akan mulai diberlakukan pada awal 2023. Yang dimaksud saham buyback (treasury stock) adalah perusahaan akan membeli kembali saham yang telah diedarkannya, dan disimpan di perusahaan, ini merupakan manifestasi keyakinan yang sangat tinggi dari perusahaan dan para petingginya terhadap perusahaan dan manajemennya, merupakan semacam pengukuhan dan penguatan terhadap kekayaan dan kepentingan pemegang saham perusahaan, merupakan semacam cara paham konvensional. 

Dalam neraca perusahaan, treasury stock tidak bisa masuk dalam aset perusahaan, melainkan bernilai negatif, dan dimasukkan sebagai ekuitas pemegang saham (Shareholder equity, red.). Bisa dikatakan, treasury stock merupakan imbalan dari pengelola perusahaan kepada pemegang saham, lebih hemat pajak daripada langsung membagikan dividen. Penerapan peraturan baru pemerintahan sayap kiri, dapat merugikan kepentingan pemegang saham dan warga pemilik saham, mungkin akan memaksa perusahaan membagikan dividen, dan bukan mengeluarkan uang untuk membeli kembali treasury stock

Cara yang ekstrem, besar pasak daripada tiang, dan bertentangan dengan paham konservatif ini, sama seperti kebanyakan kebijakan ekonomi ekstrem sayap kiri, yang dapat menstimulus konsumsi saat ini, hanya kegembiraan sesaat, dan kesenangan di depan mata saja, namun akan berakibat fatal terhadap masa depan perekonomian Amerika. 

Dan faktanya, pemerintah kemungkinan tidak akan memperoleh justru akan kehilangan, karena perusahaan mungkin akan segera melakukan serangkaian program treasury stock sebelum peraturan tersebut diberlakukan.

Untuk mendorong sumber energi hijau, peraturan baru akan mengurangi emisi karbon, dengan memberikan tunjangan potongan pajak sebesar USD 4.000 (59 juta rupiah) bagi keluarga berpendapatan rendah dan menengah untuk membeli mobil listrik bekas; keluarga yang membeli mobil listrik baru, akan mendapat tunjangan potongan pajak sebesar USD 7.500 (111 juta rupiah). Hal ini adalah suatu berita baik bagi produsen mobil listrik seperti Tesla, Ford, dan General Motors. Tapi masyarakat acap kali melupakan satu hal, daya listrik besar yang diserap mobil listrik saat melakukan pengisian daya, datang dari mana? Hanya dengan pembangkit listrik tenaga surya, sama sekali tidak mencukupi. Kalau dengan menambah pembangkit listrik termal, pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil dan nuklir, baru dapat memproduksi daya listrik yang cukup untuk mengisi daya, maka sasaran pengurangan emisi karbon, apakah benar-benar dapat tercapai?

UU mengalokasikan USD 369 Milyar diinvestasikan dalam “program iklim dan sumber energi bersih”, USD 60 Milyar dialokasikan untuk insentif, untuk mendatangkan produksi energi bersih. Juga akan diberikan dana tunjangan potongan pajak produksi, untuk mempercepat produksi panel surya di AS, generator turbin angin, baterai, dan pengolahan mineral utama. 

Seperti diketahui, Tiongkok adalah produsen panel surya dan juga generator turbin angin yang terbesar di dunia. Kecuali pemerintah Biden memberlakukan tarif masuk yang lebih tinggi bagi panel surya dan generator turbin angin asal Tiongkok, dan menginisiasi kembali perang tarif dan perang dagang masa pemerintahan Trump dulu, jika tidak bagaimana mungkin AS dapat membendung serangan produk dan suku cadang asal Tiongkok yang berharga murah itu? Apakah uang para wajib pajak di Amerika, di bawah spanduk “iklim dan sumber energi bersih”, akan digunakan untuk subsidi perusahaan milik RRT? Pemerintah Biden masih mempertimbangkan menghapus tarif masuk terhadap RRT, bukankah ini semakin bertolak belakang, dan saling bertentangan?

Tujuan yang hendak dicapai Partai Demokrat, yakni menurunkan biaya sumber energi, menstimulus produk energi surya dan produksi penggantinya, agar AS dapat beralih ke “produksi yang bersih”, sama sekali tidak mungkin tercapai. 

Proposal pajak dan pengeluaran yang begitu besar ini, memperbesar belanja pemerintah, dan dapat menghancurkan kalangan menengah di AS, dan akan menyebabkan inflasi yang telah memecahkan rekor tertinggi menjadi terus memburuk. Tidak mengurangi belanja yang boros, maka tidak akan dapat meredakan inflasi, dan menghabiskan banyak uang untuk mengejar tujuan penghijauan yang tidak realistis, hanya akan semakin memperburuk inflasi di Amerika.

230 orang ekonom ternama AS, termasuk peraih hadiah Nobel Vernon Smith, mantan penasihat ekonomi Gedung Putih yakni Kevin Hassett, mantan Direktur Kantor Anggaran dan Manajemen Gedung Putih yakni Jim Miller, mantan Direktur The Fed yakni Robert Heller (1986-1989), berikut para dosen ilmu ekonomi dari University of Chicago, Princeton University, Duke University, University of Virginia, Columbia University, dan University of Notre Dame, pada 3 Agustus lalu telah menulis surat terbuka, yang ditujukan kepada pemimpin partai mayoritas di kamar senat AS, pemimpin partai minoritas, dan ketua kongres, surat itu memperingatkan mereka, bahwa walaupun AS harus memperhatikan masalah inflasi yang serius, namun efek yang mungkin akan ditimbulkan oleh RUU ini, justru adalah sebaliknya, yakni akan langsung menaikkan tekanan inflasi AS.

Yang sedang dihadapi AS saat ini, adalah inflasi tertinggi dalam empat dasawarsa terakhir, sementara pemerintah sayap kiri di bawah paksaan kebijakan sumber energi hijau, memanfaatkan kesempatan mengeluarkan berbagai kebijakan sosialisme untuk memperbesar anggaran belanja pemerintah, memperbesar skala dan kekuasaan pemerintah, serta meningkatkan kesejahteraan sosial, UU yang disebut “mengurangi inflasi” ini, berdandan merah berjubah hijau, kebijakan ini tidak hanya merupakan suatu kesalahan, tapi dampaknya juga membahayakan dan akan berlangsung sangat lama. (sud)