Pangkalan Udara Saky dibom, Pasukan Khusus Ukraina Kembali Beraksi

Epoch Times

Di tengah masyarakat dewasa ini, fungsi senjata dan militer memiliki makna yang lebih mendalam daripada sekedar membunuh. Kekuatan militer yang besar, acap kali dijadikan sebagai deterensi (strategi untuk mencegah musuh mengambil tindakan yang belum dimulai, atau mencegah musuh melakukan sesuatu yang tidak diharapkan negara lain), untuk menjaga perdamaian dunia dan keselamatan umat manusia. Perang, walaupun berubah menjadi terselubung, tapi tidak pernah berhenti.

Di sisi barat Krimea yang dikuasai oleh Rusia, sebuah pangkalan AU Rusia telah mengalami ledakan pada 9 Agustus lalu, sedikitnya 9 unit pesawat militer hancur, termasuk 3 unit jet tempur Sukhoi jenis Su-30SM, 5 unit jet serbu Su-24M, sejumlah instalasi darat dan juga gudang yang diduga merupakan gudang amunisi dan bahan bakar.

Kelompok ledakan lain dilaporkan terjadi di Krimea pada Selasa (16 Agustus), kali ini di gudang amunisi di Maiske dan sebuah lapangan terbang di Gvardeyskoe.

Selama akhir pekan lalu (13/08), pejabat Ukraina mengkonfirmasi bahwa partisan Ukraina telah meledakkan sebuah jembatan kereta api di dekat Melitopol yang digunakan oleh Rusia untuk mengangkut peralatan militer dan senjata dari Krimea yang didudukinya sejak 2014.

Walaupun sebagian besar bukti mengarah pada suatu aksi militer oleh Ukraina, tapi belum diketahui pasti apa penyebab terjadinya serangkaian ledakan tersebut, yang mengakibatkan pangkalan udara AL Rusia di Semenanjung Krimea itu mengepulkan asap hitam tebal. 

Pihak pemerintah Ukraina bungkam atas peristiwa ledakan tersebut, tapi tokoh militer yang disamarkan namanya mengungkapkan, Kiev adalah dalang di balik ledakan tersebut. Apa pun alasan yang memicu kobaran api itu, Ukraina berhasil memanfaatkan peluang itu untuk mengobarkan semangat para pejuangnya melalui media sosial. Kemenhan Ukraina menggunakan sebuah lagu pop yang menjadi tren pada 1980-an berjudul “Cruel Summer” di akun Twitter-nya, menertawakan orang-orang Rusia yang berlibur di Krimea.

Rusia sepertinya terus berdalih atas segala kehilangan pamornya, sebelumnya saat kapal pemimpin armada Laut Hitam Rusia yakni “Moskva” ditenggelamkan oleh rudal Ukraina, Rusia menyangkal terjadi serangan, dan dikatakan tenggelamnya “Moskva” adalah akibat pelanggaran peraturan keamanan antisipasi kebakaran yang menyebabkan terjadinya ledakan.

Apapun alasannya, ada satu hal yang sangat jelas, ini adalah serangan telak kedua sejak perang dimulai yang dialami oleh Rusia setelah tenggelamnya kapal “Moskva”, khususnya di saat Ukraina sedang bersiap melakukan serangan balasan ke wilayah utara Krimea, tak diragukan bahwa aksi kali ini sangat mendukung rencana pihak Ukraina untuk merebut kembali kota Kherson dari tangan Rusia.

Dosen dari US Military Academy (Akademi Militer West Point, red.) yakni Robert Person mengatakan, siapapun yang beraksi, bagaimana pun mereka bertindak, bagi Rusia ini adalah berita buruk. Kejadian ini membuat perang meluas ke zona yang berbahaya.

Ini berarti Ukraina memiliki kemampuan menghancurkan sasaran yang krusial di Krimea, mengakibatkan Rusia menjadi sulit memanfaatkan Krimea untuk mendukung aksi militernya di selatan Ukraina. Jika Ukraina mampu menimbulkan kerusakan begitu serius pada garis belakang Rusia di Krimea, khususnya kerusakan pada pasokan logistiknya, maka perang Rusia di selatan Ukraina akan kehilangan dukungannya, ini bakal berdampak sangat serius bagi Ukraina dalam pertempuran untuk merebut kembali Kherson.

Sejak Rusia merebut kekuasaan atas Krimea pada 2014 lalu, kawasan semenanjung yang dikenal sebagai destinasi wisata bahari itu, menjadi markas besar armada Laut Hitam Rusia, dengan segera telah dimiliterisasi. Dalam tahap persiapan sebelum invasi, Rusia telah menempatkan puluhan ribu pasukan dan perlengkapan berat di Krimea. Ketika perang dimulai, pasukan tersebut dari Semenanjung Krimea menyerbu ke arah utara Ukraina, dan dengan cepat menguasai Kherson dan Zaporizhia. Sekarang, Krimea adalah garis belakang pasukan Rusia di saat menyerang ke Ukraina, pihak Rusia sangat mengandalkan pangkalan udaranya disana untuk menggempur basis militer Ukraina yang berada di selatan Ukraina.

Ledakan di pangkalan udara bernama Saky itu tidak dititik-beratkan pada berapa banyak pesawat yang bisa dihancurkan. Glen Howard selaku direktur wadah pemikir Washington yakni Jameston Foundation berkata, pasukan Rusia sedang buru-buru hendak memasuki Kherson, untuk membendung kemungkinan serangan Ukraina, sementara Krimea adalah pangkalan yang diandalkan pasukan Rusia dalam aksinya. Oleh karena itu, dibukanya garis pertempuran baru di Krimea oleh Ukraina memiliki makna militer yang sempurna, hal ini sudah seharusnya dilakukan sejak awal.

Sejak invasi dimulai, pihak militer Ukraina terus memaksa pasukan Rusia memperlambat kecepatannya memasuki wilayah selatan dan timur Ukraina, menekannya pada garis pertempuran yang mencapai ratusan kilometer panjangnya, serta berusaha memutus pasokan logistik pasukan Rusia. Ledakan di Saky jelas adalah hasil dari upaya Ukraina, aksi tersebut akan memperbesar tekad berperang pasukan Ukraina, dan membuat Rusia terjebak dalam kesulitan.

Aksi Ukraina membuktikan, sekarang mayoritas kawasan yang dikuasai Rusia di Krimea telah berada dalam bahaya. Tidak hanya pangkalan udara, markas komando armada Laut Hitam, begitu pula gudang bahan bakar dan amunisi, bengkel dan infrastruktur menjadi sangat rapuh. Ini memaksa Rusia harus menghadapi pilihan yang sulit dalam hal penempatan dan aksi pentingnya di selatan Ukraina. melihat hal ini, kerugian amunisi dan bahan bakar di Saky jauh lebih serius daripada kerugian pesawat. Ini akan berdampak jangka panjang terhadap aksi militer Rusia berikutnya.

Pangkalan Udara Saky terletak di pesisir barat Krimea, berjarak lebih dari 225 km dari pasukan garis depan Ukraina di Kherson, jarak ini telah melebihi jarak tembak mayoritas rudal yang dimiliki Ukraina sekarang.

AS dan NATO tidak menginginkan Kiev memiliki kemampuan untuk menyerang sasaran di dalam wilayah Rusia, alasannya karena tidak ingin mengakibatkan perang ini semakin meningkat. Senjata canggih yang baru saja dipasok AS kepada Ukraina termasuk ratusan buah amunisi berpandu presisi GMLRS untuk sistem peluncur HIMARS, jarak tembaknya maksimal 70 km, oleh sebab itu saat ini Ukraina tidak memiliki senjata berjarak tembak lebih dari 200 km yang bisa digunakan di garis terdepan.

Institut Studi Perang (ISW) pada 10 Agustus lalu dalam update hariannya terkait perang Rusia-Ukraina mengatakan, belum bisa memastikan apa penyebab ledakan pada Pangkalan Udara Saky Rusia. Dari foto satelit yang diambil pada hari kedua pasca ledakan dapat dilihat lubang ledakan dan bekas kebakaran. Yang menyebabkan kerusakan semacam ini sangat banyak kemungkinannya, mungkin pasukan khusus, mungkin juga pasukan gerilya atau rudal, mungkin juga aksi di tempat, mungkin juga akibat serangan dari jarak jauh.

ISW menilai, walaupun Ukraina mengatakan baru-baru ini mereka melakukan serangan terhadap kawasan Kherson yang berjarak 170 km, tapi tidak ada bukti yang membuktikan angkatan bersenjata Ukraina memiliki kemampuan menyerang Saky yang jaraknya lebih jauh. Kecenderungan mereka melakukan peledakan adalah akibat dari suatu operasi khusus, alasannya karena senjata yang dimiliki Ukraina sekarang tidak bisa menjangkau jarak yang lebih jauh. Jika Ukraina mempunyai senjata semacam ini, seluruh dunia akan tahu.

Setelah mengesampingkan kemungkinan senjata berpandu presisi jarak jauh, maka kemungkinan terbesar adalah operasi militer di darat, ini berarti sangat besar kemungkinan akibat aksi pasukan khusus Ukraina. 

Bisa diasumsikan secara rasional, pasukan khusus menyelinap masuk ke Pangkalan Udara Saky di malam hari, menempatkan peledak di tempat-tempat krusial, lalu meledakkannya dari jarak jauh.

Ini adalah sebuah kesatuan yang diseleksi ketat dan telah lolos ujian dalam pertempuran riil, kualitas dan kemampuan tempur setiap anggota pasukan ini tidak kalah dibandingkan dengan pasukan khusus Eropa maupun Amerika. Mereka lebih menyukai perang jarak dekat, duel jarak dekat dengan musuh. Prajurit dari Batalyon Shaman mengatakan, ketika musuh menemukan mereka, pada umumnya sudah berjarak hanya beberapa meter, dalam jarak sedekat ini, sangat sedikit musuh sempat untuk mengeluarkan suara.

Skala ledakan seperti di Pangkalan Udara Saky tidak seperti aksi pasukan gerilya setempat, lebih terlihat seperti hasil kerja pasukan khusus yang sudah sangat terlatih. Pasukan khusus Ukraina kemungkinan bergerak di malam hari, lalu memilih mendetonasi peledak di pagi hari, untuk memperlihatkan dampak kerusakannya kepada puluhan ribu wisawatan Rusia yang sedang berlibur di pesisir pantai Krimea, untuk seluas mungkin mempropagandakan peristiwa itu.

Peristiwa ini juga bisa dikatakan sebagai suatu propaganda kemenangan yang sangat penting, sebanding dengan tenggelamnya kapal pemimpin armada Laut Hitam yakni kapal “Moskva”. Karena kapal “Moskva” meledak di atas laut, oleh sebab itu sangat sedikit foto terkait tenggelamnya kapal tersebut, ini membuat Istana Kremlin berkesempatan mengacaukan penglihatan dan pendengaran. Tapi tidak demikian halnya dengan Pangkalan Udara Saky, ledakan terjadi di depan mata para turis Rusia dan warga Krimea, serta direkam dan diunggah dengan cepat lewat media sosial, Rusia sama sekali tidak mampu menutupinya.

Bagi militer Rusia, dampak dari peristiwa tersebut sudah bukan lagi sekedar masalah semangat tempur dan masalah muka, tempat yang jauh dari garis depan pun mengalami kerusakan berat, garis belakang pun sudah tidak aman, bagaimana perang ini dapat dilanjutkan? (hui)