Beijing Tidak Menanggapi Permintaan Restrukturisasi Utang Sri Lanka : ” Harus Mengatasinya Sendiri ! “

oleh Li Zhaoxi

Sri Lanka yang berjuang untuk mengatasi krisis ekonomi parah yang sedang dihadapi, telah berulang kali meminta pemerintah Tiongkok memberikan kesempatan untuk merestrukturisasi utangnya, tetapi permintaan tersebut tidak ditanggapi, sehingga terkesan bantuan yang pernah diucapkan Tiongkok itu hanya bualan belaka. Dalam beberapa hari terakhir, para pejabat Tiongkok kembali menghindari masalah ini dan mengatakan bahwa Sri Lanka harus mengatasinya sendiri.

Menurut laporan media Sri Lanka “Daily Mirror” pada Sabtu 27 Agustus, seorang juru bicara kedutaan Tiongkok di Kolombo mengatakan, bahwa Sri Lanka harus mengambil tindakan untuk memecahkan masalah secara proaktif, bukan Tiongkok.

Juru bicara itu mengatakan kepada “Daily Mirror” bahwa kementerian keuangan Sri Lanka telah berkomunikasi dengan pihak berwenang Tiongkok 3 bulan lalu dan siap untuk mendiskusikan masalah restrukturisasi utangnya dengan bank-bank Tiongkok. Juru bicara tersebut mengatakan, bahwa Tiongkok mendorong bank-banknya untuk membahas masalah ini. Dalam percakapan lewat telepon antara dengan mantan Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa, Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang juga telah menyampaikan mengenai sikap pemerintah Tiongkok.

Kata juru bicara Tiongkok itu : “Kami sudah mengirimkan rekomendasi ke Kementerian Keuangan. Namun tidak mendapat tanggapan. Selain itu, Sri Lanka bersikeras harus menyelesaikan kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) terlebih dahulu. Jadi penyelesaiannya tergantung pada pemerintah Sri Lanka”.

Dalam editorial opini (op-ed) yang diterbitkan oleh Duta Besar Tiongkok untuk Kolombo, Qi Zhenhong tidak menyinggung soal sikap Beijing dalam menangani permintaan restrukturisasi utang Sri Lanka, tetapi malahan berbagi pandangannya tentang situasi hak asasi manusia di Sri Lanka.

Menurut media Sri Lanka “The Sunday Times”, seorang diplomat mengomentari dengan mengatakan bahwa pihak Tiongkok telah membungkus pernyataannya dengan retorika diplomatik seperti ‘Beijing bersedia memberikan dukungan kepada pemerintah Sri Lanka untuk meredakan krisis ekonominya’, tetapi sejauh ini tidak terlihat ada substansinya.

Pada 27 Agustus, Komisi Tinggi India di Kolombo membuat tanggapan tegas terhadap pernyataan Qi Zhenhong. Komisi Tinggi India menyebutkan bahwa pandangan Qi Zhenhong telah melanggar etiket dasar diplomatik. Mengatakan bahwa ini mungkin saja merupakan sifat pribadi seorang Qi Zhenhong, tetapi ini mungkin juga sebagian besar mencerminkan sikap negaranya.

Menurut laporan resmi terbaru Kementerian Keuangan Sri Lanka, total utang bilateral negara itu mencapai USD. 10 miliar. Di antaranya utang kepada Tiongkok menyita sekitar 50% dari total, kemudian diikuti Jepang (32%) dan India (10%). Namun, sikap Beijing tentang restrukturisasi utang akan berdampak besar terhadap keputusan yang diambil IMF.

Awalnya, Beijing berjanji untuk “memainkan peran aktif” dalam negosiasi. Tetapi sekarang ? Beijing berganti omongan dengan mengatakan bersedia untuk menawarkan putaran baru pinjaman alih-alih soal restrukturisasi utang. Hal ini mungkin timbul karena khawatir terhadap negara-negara lain yang berpartisipasi dalam proyek One Belt One Road juga ikut-ikutan mau restrukturisasi utang.

Ketika Sri Lanka ditinggalkan begitu saja oleh pihak yang dianggap sebagai “dermawan”, India menjadi pihak pertama yang menanggapi. India telah menyediakan bantuan sekitar USD. 4 miliar untuk mengatasi masalah perekonomian Sri Lanka agar bisa bertahan, selain itu juga memperkuat hubungan ekonomi antara kedua negara melalui konektivitas infrastruktur dan energi terbarukan.

Pekan lalu Reuters yang mengutip informasi dari 3 orang sumber yang mengetahui masalah melaporkan bahwa, Jepang berusaha untuk mengatur pertemuan kreditur Sri Lanka dengan harapan membantu menyelesaikan krisis utang negara Asia Selatan ini. Tetapi sampai sekarang belum jelas apakah kreditur terbesarnya, Tiongkok bersedia ikut bergabung.

Sumber tersebut mengatakan bahwa Jepang bersedia bersama Tiongkok menjadi tuan rumah pertemuan semacam itu jika hal ini dapat mempercepat proses penyelesaian utang Sri Lanka.

“Jepang ingin mendorong proses ini, meskipun bukan sendirian”, kata sumber itu, seraya menambahkan bahwa kerja sama dari negara lain sangat penting.

Sumber tersebut mengatakan : “Platform semacam ini perlu diikuti oleh semua negara kreditur”, agar semua pihak mendapatkan kepastian tentang bagian yang adil dari pengampunan utang. “Sebelum kondisi ini terpenuhi, negosiasi akan sangat sulit mencapai hasil”, katanya.

Umesh Moramudali, seorang dosen di Universitas Kolombo mengatakan kepada CNBC pada bulan lalu, bahwa tanpa uluran tangan Tiongkok, Sri Lanka tidak akan mampu menyelesaikan restrukturisasi utangnya.

“Sri Lanka perlu menyepakati kerangka kerja bersama, dan apa yang masyarakat internasional tekankan adalah bahwa Tiongkok juga perlu menyetujui kerangka kerja restrukturisasi utang ini”. Namun, Umesh Moramudali juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak jelas sejauh apa  tingkat negosiasi yang sudah berlangsung saat ini, terutama tentang negosiasinya dengan pemerintah Tiongkok. (sin)