Teknik Meramal dengan Meraba Tulang, Ilmiah atau Takhayul?

Fu Yao

Ketika hanya meraba tulang seseorang, maka si peramal ini sudah mengetahui masa depan dan  masa lalu seseorang. Lalu apakah ini benar-benar eksis atau bahkan justru berujung tragis bagi peramal jika dilakukan dengan tidak benar? Simak kisah nyata berikut ini 

Di suatu hari Minggu pada 1982, seorang profesor bermarga Jiang di kota Nanjing, Tiongkok sedang duduk tenang di pekarangan mini rumahnya, dia sedang menantikan seorang tokoh penting, yang datang untuk membantunya melakukan riset khusus.

Profesor Jiang ini berusia sekitar enam puluh tahun, berambut perak, bersosok kurus. Di mata orang yang tidak begitu mengenalnya, ia hanyalah seorang dosen tua yang penglihatan matanya mulai rabun, akan tetapi orang-orang dekatnya tahu bahwa ia adalah seorang ahli peramal peraba tulang. 

Profesor Jiang dilahirkan dari keluarga yang mampu, di masa perang melawan Jepang mereka hijrah ke kota Chongqing menjauhi perang, mungkin inilah takdir, di situlah akhirnya dia bertemu dengan seorang master meramal dengan meraba tulang yang otentik, yang mengajarkannya seni dan ilmu teknik meramal ini.

Oleh karena keahlian meraba tulang Profesor Jiang sangat hebat, maka banyak orang telah meminta diramalnya, awalnya ia tidak menolak siapapun, tapi kemudian penglihatan kedua matanya semakin lama semakin memburuk, teringat akan kondisi gurunya yang mengajarkannya teknik meramal ini juga kondisi kakek gurunya, yang pada akhirnya mengalami kebutaan walaupun tubuh mereka tidak mengalami sakit apapun. Profesor Jiang menduga, mungkin inilah akibat dari karma buruk karena telah membocorkan rahasia langit, maka dia pun tidak lagi mau sembarangan menerima orang untuk diramal, kecuali bertemu dengan orang yang sangat bernilai untuk diteliti, atau orang yang memiliki pola tulang yang unik, dan tamu yang sedang dinantikannya ini adalah salah satunya.

Sekitar pukul 9 pagi, seorang wanita berparas cantik, namun di antara alisnya memperlihatkan wajah suram muncul di hadapan Profesor Jiang. Sang profesor mengambil sebuah kursi, dan mempersilahkan wanita itu duduk di sisinya, kemudian tanpa menanyakan nama, tanpa bertanya tanggal maupun waktu lahir, Profesor Jiang hanya diam tak bersuara sambil terus mengamati wajah wanita itu. 

Kemudian, setelah mendapatkan persetujuan dari si wanita, ia mulai meraba tulang wajahnya, mulai dari kepala, sampai ke fitur wajahnya (mata, hidung, mulut, kening, pipi, dagu), lalu sampai ke kaki dan tangan. 

Seusai meraba tulang, rumah itu kembali dipenuhi kebisuan, lalu sang profesor kembali mengambil kaca pembesar untuk lebih cermat mengamati wajah dan telapak tangan wanita tersebut.

“Sungguh disayangkan, kalau bukan telinga Anda terbalik, tidak mungkin saya bisa duduk disini berbincang dengan Anda, Anda adalah First Lady negara ini, akan sangat sulit menemui Anda!”, ujar Profesor Jiang sebagai penutup.

Wanita itu merasa sangat aneh, “Bukankah telinga saya baik-baik saja? Kenapa bisa terbalik?” Profesor Jiang menjawab, “Maksud kata terbalik bagi Anda berbeda dengan terbalik yang saya maksudkan. Yang saya maksud terbalik bukan telinganya terbalik, melainkan kiri dan kanan seharusnya bertukar posisi, jika demikian, maka segala hal dalam hidup Anda akan lancar, dan Anda akan menjadi Ratu Tiongkok.”

Wanita itu diam-diam sangat terkejut, meskipun ekspresinya sama sekali tidak berubah, namun di dalam hatinya telah bergejolak, sepertinya suatu ingatan yang sudah sangat lama sebelumnya, kembali muncul dalam ingatannya…

Ternyata wanita itu adalah Zhang Ning, yakni tunangan dari putra Lin Biao (dibaca: lin piao, 1907 – 1971, adalah seorang pemimpin militer dan politik puncak dari Partai Komunis. Ia awalnya dikenal sebagai rekan dan berprospek sebagai penerus Mao Zedong, tetapi kemudian dinyatakan sebagai seorang pengkhianat.) yang bernama Lin Liguo.

Kisah Memilih Calon Menantu

Setelah Lin Biao pada 1969 ditetapkan sebagai penerus Mao, lewat Kantor Komisi Militer yang dikuasainya, Ye Qun istri Lin mulai “memilih calon menantu” bagi putranya, Lin Liguo. Dikabarkan, waktu itu standar Ye Qun memilih menantu perempuan sangat ketat, selain harus berpendidikan, tinggi badan, usia, dan lain-lain, juga ada sembilan hal yang tidak diinginkan yakni: tidak mau berkeriput dahi, tidak mau bertahi lalat dan wajah flek, tidak mau bentuk gigi tidak rapi dan kuning, tidak mau terlalu tua atau muda, tidak mau yang ber-sclera (putih mata) besar dan pupil mata kecil, tidak mau berambut jarang, tidak mau tangannya kasar, tidak mau bentuk tubuh tidak baik, tidak mau postur berjalan yang tidak baik, tidak mau sikap berbicara yang tidak baik.

Keluarga Lin berikut semua kerabat dan handai taulan menebar jaring ke seluruh negeri, dan melakukan seleksi berlapis-lapis, akhirnya terpilihlah Zhang Ning. Awalnya putra Lin Biao menentang pernikahan yang dijodohkan, tapi setelah Lin Liguo bertemu dengan Zhang Ning, dia pun jatuh cinta pada pandangan pertama. Walaupun setelah melihat Zhang Ning, Ye Qun tidak setuju dengan pernikahan Lin Liguo, karena merasa karisma Zhang Ning akan melebihi dirinya, tapi karena putranya bersikeras, akhirnya Ye Qun pun mengalah demi putranya.

Akan tetapi, tiba-tiba telah terjadi “Insiden 13 September” pada 1971, pesawat yang ditumpangi Lin Biao bersama istri, juga Lin Liguo jatuh dan semua penumpang dinyatakan tewas, Zhang Ning yang kala itu telah pindah ke rumah besar Lin Biao selama 1 tahun, dan sebagai tunangan Lin Liguo walaupun dia berhasil selamat, tetapi hidupnya sejak saat itu mulai mengalami pemeriksaan yang mengerikan, hingga akhirnya dia diasingkan di Pertanian Tuanhe di luar kota Beijing, dan bekerja paksa disana.

Jika demikian, kalau bukan karena sejarah berbalik arah, bukankah Zhang Ning adalah Ratu Tiongkok?

Perasaan Zhang Ning terus bergejolak, sementara di samping telinganya, Profesor Jiang terus melanjutkan ramalannya: “Keluarga tempat Anda dilahirkan, pada zaman dulu disebut keluarga pejabat; Anda kehilangan ayah di usia dini, sang ibu menikah lagi; di antara saudara, Anda adalah perempuan satu-satunya, setelah ibu Anda menikah lagi lalu mempunyai satu putra dan satu putri. Sejak kecil Anda telah meninggalkan rumah dan hidup mandiri, di usia kecil Anda sudah menikmati perlakuan seperti seorang pejabat, setara dengan orang tua berjabatan bupati.” Zhang Ning menengadahkan kepala dan bertanya, “Sebentar, Anda bilang saya sejak kecil meninggalkan rumah, pada usia berapa?” Profesor Jiang menjawab tanpa jeda, “10 tahun”.

Wah, benar lagi. Ayah Zhang Ning adalah seorang perwira berpangkat Mayor Jendral, namun di saat Zhang Ning berusia 8 tahun ayahnya meninggal dunia. Setelah itu di usia 10 tahun Zhang Ning menari dengan bergabung dalam kelompok seni tari dan lagu, waktu itu dia sudah mulai menerima upah, dan bisa dikatakan menikmati “perlakuan seperti pejabat”.

Kemudian, Profesor Jiang juga mengemukakan sebuah kesimpulan, yang membuat Zhang Ning terkejut sampai hampir terlonjak dari tempat duduknya.

Profesor Jiang mengatakan, “Dalam hal profesional Anda sangat unggul. Anda sangat menonjol, bukan orang biasa. Pada usia 16 tahun Anda berkesempatan meraih kejayaan di negeri asing, tapi sayangnya Anda tidak mengambilnya, jika diambil, mungkin sekarang Anda adalah seorang yang terhormat di negeri lain.” Apa sebenarnya yang terjadi pada Zhang Ning kala itu?

Trauma di Indonesia

Tahun 1965, kelompok Seni Tari dan Lagu Zona Militer Nanjing mengutus Zhang Ning dan kelompoknya melakukan pertunjukan pertukaran budaya keliling di beberapa negara seperti Indonesia, Kamboja, dan lain-lain. Waktu itu Presiden Indonesia adalah Soekarno, jadi Zhang Ning pun menyebut putra Soekarno dengan panggilan Pangeran Soe. Penampilan Zhang Ning yang begitu memukau, parasnya yang jelita menawan telah menarik hati Sang Pangeran Soe ini. Karena dia adalah putra seorang presiden, apalagi Zhang Ning adalah seorang warga asing, jadi Pangeran Soe tidak bisa langsung menyampaikan isi hatinya. Itulah sebabnya, ia menyaru sebagai staf pemerintahan, didampingi oleh dua orang penerjemah, secara terbuka ia datang menemui Zhang Ning. Agar tidak mengungkap identitasnya, dia sengaja mengenakan kacamata hitam dengan bingkai lebar. Pada awalnya, orang-orang kelompok seni merasa orang ini agak aneh, dan selalu mewaspadainya, tapi kemudian baru diketahui identitas aslinya. Demi berbincang dengan Zhang Ning, Pangeran Soe sengaja belajar beberapa kalimat Bahasa Mandarin.

Demi menahan Zhang Ning agar tetap tinggal, jadwal kunjungan yang tadinya satu bulan diperpanjang hingga 45 hari. Hingga saat akan meninggalkan Indonesia, di bandara, orang-orang yang mengantarkan keberangkatan mereka mendadak berubah “luar biasa antusias” dengan memencarkan orang-orang kelompok seni RRT itu, lalu 7-8 orang mengepung Zhang Ning, sambil mendesaknya mengarah ke sebuah mobil sedan hitam yang berhenti di luar, beberapa orang berjas hitam akan segera menaikkannya ke atas mobil. Untungnya si penanggung jawab kelompok seni dan beberapa pemeran pria segera tiba, Zhang Ning baru bisa lolos dari percobaan penculikan. Pangeran Soe tidak berhasil menculik mempelai wanita, menyadari kesempatan terakhir pun tidak ada lagi harapan, hanya bisa sebelum naik ke pesawat Zhang Ning diberikan sebilah pisau perak (mungkin keris, red.) dan syal putih, dengan Bahasa Mandarin yang kaku ia mengatakan, “Zhang Ning, kenangan!”

Kejadian ini merupakan peristiwa besar di tengah situasi politik pada masa itu, setibanya kembali di RRT, baik Zhang Ning maupun semua anggota di kelompok seni tersebut, semuanya tutup mulut rapat-rapat, di masa Revolusi Kebudayaan (1966-1976) yang paling kacau sekalipun, tidak ada yang membongkar rahasia ini. Tak disangkanya, Profesor Jiang ini telah menyibak misteri ini, bagaimana hal ini tidak mengejutkannya?

Akan tetapi, ini masih bukan hal yang paling aneh. Professor Jiang terus menyimpulkan kehidupan Zhang Ning, dengan mengatakan dia masih ada satu kesempatan untuk membubung ke langit.

Naga, Phoenix dan Macan Tiga Pemimpin Berkumpul

Profesor Jiang melanjutkan penjelasannya kepada Zhang Ning, “Pada saat Anda berusia 17-18 hingga 20 tahun, naga, phoenix/Burung Hong (simbol legendaris kedua setelah Naga dalam kebudayaan Tionghoa), dan macan berkumpul, suara ledakan di tanah datar, sayangnya Anda tidak maju menerjang, jika tidak, baik macan maupun naga, Anda yang Burung Hong ini akan menjadi Ibu Negara (First Lady).”

Kisah tentang Zhang Ning dan Lin Liguo ini, bisa dikatakan tidak ada yang tidak tahu, jika Lin Liguo disebut macan, dan Zhang Ning adalah burung phoenix, lalu siapakah sang naga itu? Ternyata setelah Lin Biao mengalami naas, Zhang Ning disekap oleh tim khusus, tak lama kemudian, dia pun menjadi sasaran baru yang dijodohkan bagi Mao Yuanxin (keponakan Mao Zedong, red.). 

Ada orang yang diam-diam merekam Zhang Ning lalu diperlihatkan kepada Mao Yuanxin. Ada juga orang yang mewanti-wanti kepada Zhang Ning, “Mulai sekarang, jika ada orang dari partai memperhatikan masalah pribadimu, sekalipun kau tidak setuju, jangan sekali-sekali membantah, harus memperhatikan sikapmu, pertimbangkan situasimu.” Siapa sangka, Zhang Ning merasa karena tunduk kepada partai justru membuat hidupnya menderita, sejak saat itu tak seorang pun didengarkannya.

Mungkin karena dia adalah bekas tunangan Lin Liguo, ditambah lagi sikapnya yang keras, Mao Yuanxin mungkin tidak ingin menimbulkan kerunyaman, hingga akhirnya tidak ada lagi kelanjutan hubungan dengan Zhang Ning.

Sepertinya masa lalunya yang tidak diketahui orang, satu persatu telah diungkapkan oleh Profesor Jiang. Zhang Ning pun semakin percaya pada Profesor Jiang. Tetapi ketika Profesor Jiang menjelaskan tentang pernikahannya, Zhang Ning merasa hal itu tidak mungkin.

Kapan Pria yang Ditakdirkan Untuk Dirinya Tiba?

Bicara soal pernikahan Zhang Ning, Profesor Jiang berkata, “Yang Anda alami pada usia 24-25 tahun adalah yang terburuk, ibarat jatuh ‘dari langit’, jatuhnya ke tempat yang tidak layak pula, jatuh ke dalam kubangan, sekujur tubuh terjerumus ke dalam lumpur, sehingga menutupi seluruh wajah asli Anda, orang-orang mengira Anda adalah sebongkah batu, tapi sesungguhnya adalah sebongkah batu Giok. Tapi nasib Anda memendam kemuliaan, hari-hari Anda teraniaya tidak akan lama. Akan ada suatu hari, seseorang lewat di depan kubangan itu, begitu melihat, ia akan langsung mengerti bahwa Anda adalah batu Giok, ia akan membawa Anda pergi, dialah pria yang menjadi jodoh sejati Anda.”

Pada usia 25 tahun, adalah usia dimana Zhang Ning kembali ke Nanjing, karena Jiang Sui, seorang staf pengawal Jenderal Qiu Huizuo yang terus menerus mengejarnya, akhirnya Zhang Ning pun menikahinya, kemudian melahirkan seorang putra. Tapi pernikahan mereka tidak bahagia.

Hati Zhang Ning sangat sedih, dengan berlinang air mata dia berkata pada Profesor Jiang, dirinya telah menikah. Siapa sangka Profesor Jiang malah mengatakan, pernikahannya akan berakhir sebelum akhir tahun ini, seumur hidupnya dia akan menikah tiga kali.

Apa? Secara tidak sadar Zhang Ning menyangkal, ini tidak mungkin. Siapa sangka tanpa tergesa Profesor Jiang melanjutkan, yang tidak dinikahi tapi sudah meninggal itu adalah pernikahan Zhang Ning yang pertama, mereka bisa dibilang berjodoh yang tidak sampai ke jenjang perkawinan. Yang kedua adalah pernikahan yang gagal, dan akan berakhir pada 1982. Pernikahannya yang ketiga akan tiba saat Zhang Ning berusia sekitar 38-39 tahun, paling lambat di usia 40 tahun. Profesor Jiang mengatakan, “Orang yang datang dari arah tenggara, Anda duduk di rumah pun ada orang yang akan datang melamar, inilah jodoh sejati Anda, dia memiliki pandangan yang bijaksana, dia akan datang dengan berlayar dari laut jauh. Pada saat itu, Anda akan memperoleh kembali wajah asli, Anda akan terbang tinggi bebas tanpa batas ibarat burung di angkasa, ibarat ikan di samudera, akan memperoleh segala sesuatu yang Anda inginkan, ibarat bunga yang terkurung di dalam ruangan gelap, pada saat itu Anda akan melihat kembali cerahnya sinar mentari.”

Profesor Jiang juga mengingatkan Zhang Ning, beberapa tahun setelah bercerai, di antara orang-orang yang datang mengejarnya ada seseorang yang berhati jahat, harus senantiasa mewaspadainya.

Walaupun Profesor Jiang memprediksi dengan sangat tepat masa lalu Zhang Ning, tetapi bagaimanapun masa depan adalah hal yang tidak pasti, Zhang Ning masih setengah tak percaya. Akan tetapi, di kemudian hari publik telah mengetahui sisa paruh hidup Zhang Ning. Dia benar-benar bercerai pada akhir 1982, setelah itu di antara orang yang mengejar dirinya, ada satu orang yang selalu ditolak Zhang Ning, lalu dari cinta berubah menjadi benci, lalu dengan kejam menenggelamkan putra Zhang Ning, tragedi itu membuat dirinya begitu menderita.

Kemudian, seorang pengusaha etnis Tionghoa kaya dari New York bernama Lin Saipu, setelah membaca kisah hidup Zhang Ning yang penuh liku-liku, merasa sangat berempati, ia sengaja datang dari Amerika untuk melamarnya, keduanya menikah pada 1989, tahun berikutnya pada 1990 Zhang Ning memperoleh visa, lalu hijrah ke Amerika untuk memulai hidup baru, setelah itu kehidupan keduanya memang sangat bahagia. Keduanya memiliki seorang putra, yang mengherankan adalah paras putranya itu sangat mirip dengan putra sulung Zhang Ning yang telah meninggal dunia, yang lebih aneh lagi adalah di lengan kirinya terdapat sebuah tahi lalat keberuntungan, bahkan bentuk dan posisi tahi lalat itu pun sama persis dengan almarhum putranya. Zhang Ning percaya, almarhum putra sulungnya telah tereinkarnasi kembali.

Semua tulisan di atas, tercatat dalam buku autobiografinya yang berjudul “Zhang Ning: Menulis Tentang Diri Sendiri”, membuat hati para pembacanya merasa tersentuh.

Ilmu Yang Masih Harus Diteliti

Sebenarnya, ketika Profesor Jiang menguraikan takdir kehidupan Zhang Ning, awalnya dia sama sekali tidak mengenal siapa Zhang Ning. Seusai meramal dia baru bertanya pada Zhang Ning, “Anda nilai sendiri apakah yang saya sampaikan tadi ada yang terlewatkan, jika tidak, bolehkah memberitahu saya siapa sebenarnya diri Anda?” Setelah mengetahui wanita yang duduk di hadapannya adalah Zhang Ning, Profesor Jiang pun merasa sangat haru dan tersentuh, “Tak heran Anda memiliki takdir demikian. Pertama kali melihat Anda tadi, di dalam hati saya merasa keheranan, kalau begitu, berarti ramalan saya tadi tepat. Ada dua hal yang tidak saya mengerti, pertama siapa yang Anda temui pada saat berusia 15-16 tahun? Kedua, tiga pemimpin naga, macan, dan phoenix, siapakah sang naga?” Setelah Zhang Ning menjawabnya, Profesor Jiang menganggukkan kepala sambil berkata, “Ilmu astrologi bukan tidak mengandung prinsip, ia adalah ilmu pengetahuan yang sangat dalam, dan masih harus diteliti lebih lanjut.”

Pada waktu itu, Zhang Ning telah menanyakan satu pertanyaan yang sangat penting bagi kita semua, apakah ilmu astrologi ini adalah ilmu ilmiah?

Professor Jiang mengatakan, ini adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan yang belum dipahami oleh masyarakat. Dia pun memberi sebuah contoh yang dangkal dan mudah dimengerti: Untuk mengetahui berapa banyak bencana yang telah dialami sebatang pohon selama kehidupannya, dan berapa panjang usianya, maka ditebanglah pohon itu, dari pola cincin pada lingkar batangnya dapat dianalisa usia pohon itu (dendrokronologi, red.), dan dari bekas luka dan tampilan kulit pohon, juga bentuk batang dan dahannya dapat dianalisa berapa banyak bencana alam yang telah dialaminya. Semua hal memiliki jejak, dan memiliki jalur perkembangan alaminya. Begitu pula dengan manusia. Hanya saja makna di baliknya sangat mendalam, kakek guru Profesor Jiang pernah pergi ke India untuk mempelajari peramalan tulang, dan pergi ke Jepang untuk belajar ilmu tekstur, lalu dipadukan dengan kitab I Ching dari Tiongkok, seumur hidupnya didedikasikan untuk meneliti ilmu astrologi, barulah sang kakek guru memiliki segudang pengalaman. (sud)