Mahasiswa di Wuhan Memrotes Pemadaman Listrik di Kampus, Frustasi Lockdown COVID Ekstrem yang Berkepanjangan

Sophia Lam

Sekelompok besar mahasiswa berkumpul di kampus kota Wuhan, Tiongkok pada Senin 19 September untuk memprotes penanganan pemadaman listrik oleh administrasi kampus. Selain itu, kampus telah di lockdown selama berminggu-minggu, dan mahasiswa frustrasi atas penanganan serta pengendalian COVID yang ekstrem.

Pemadaman listrik berdampak pada beberapa gedung asrama, termasuk Gedung 15 untuk mahasiswa baru dan Gedung 16 untuk mahasiswa tahun kedua, menurut mahasiswa The College of International Business and Economics (CIBE) of Wuhan Textile University.

Perguruan tinggi ini berada di pinggiran tenggara Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei tengah, tempat COVID-19 pertama kali merebak pada 2019.

CIBE memiliki 13.000 mahasiswa.  Mereka telah dilockdown sejak bulan lalu di tengah merebaknya COVID baru-baru ini.

Pemadaman listrik terjadi pada pukul 21.40, pada  Senin, setelah mahasiswa menyelesaikan pelatihan militer mereka. Mahasiswa yang marah berkumpul di ruang terbuka, dan beberapa berusaha melarikan diri tetapi dihentikan oleh petugas keamanan.

Para mahasiswa yang memprotes meneriakkan “Kembalikan uang!” dan “Cabut Lockdown!” dan menuntut untuk bertemu dengan administrator perguruan tinggi.

Ada beberapa protes di Tiongkok tahun ini terkait lockdown, termasuk protes mahasiswa di Beijing dan Tianjin.

Pasokan listrik terputus karena CIBE diduga melanggar kontraknya dengan perusahaan listrik lokal dan mencuri listrik, menurut pemberitahuan online yang dikeluarkan oleh perusahaan listrik.

Pemadaman listrik

Beberapa asrama tanpa listrik selama lebih dari seminggu, Lin Xiaoya (nama samaran), seorang mahasiswa di CIBE, mengatakan kepada The Epoch Times edisi bahasa Mandarin pada 20 September.

“Ini adalah musim panas yang sangat panas; tidak ada AC karena listrik padam. Tapi, pihak kampus menyuruh kami tidur di luar di malam hari,” kata Lin.

Provinsi selatan Tiongkok, termasuk Hubei dan Sichuan, dilanda gelombang panas dan kekeringan pada Juli dan Agustus, dan musim panas ini lebih panas dari tahun-tahun sebelumnya.

Mahasiswa lain, Xiao Yong (nama samaran), mengatakan kepada publikasi: “Dua gedung asrama—No. 15 dan No. 16—padam mendadak tadi malam [19 September] Kami semua berlari ke gerbang kampus dan ingin meninggalkan kampus. Beberapa dari kami menuntut perguruan tinggi untuk melanjutkan pasokan listrik.”

Menurut pemberitahuan online yang diposting oleh Pembangkit Listrik Canglongdao, pada April, CIBE mengajukan permohonan untuk meningkatkan kapasitas listriknya untuk memasok listrik ke empat gedung asrama baru dan sebuah kafetaria. Tetapi perguruan tinggi mulai menggunakan trafo yang baru ditambahkan sebelum perusahaan listrik menyetujui pengajuan tersebut, dan perguruan tinggi tersebut belum membayar listrik, demikian bunyi pemberitahuan tersebut.

Perusahaan kemudian memutuskan aliran listrik dan memberitahukan kepada kampus pada 17 September, menurut pemberitahuan tersebut.

The Epoch Times menghubungi Pembangkit Listrik Canglongdao untuk memberikan komentar.

Mahasiswa Marah karena Lockdown Berkepanjangan

Pemadaman listrik bukan satu-satunya masalah yang membuat marah mahasiswa di CIBE.

“Para mahasiswa telah dikurung secara ketat di dalam kampus untuk waktu yang lama. Harga makanan dan buah-buahan di kampus meningkat, tetapi tidak ada yang peduli,” kata Lin Xiaoya. 

“Mahasiswa tidak boleh keluar, meskipun kami sakit. Mahasiswa hanya memperjuangkan haknya. Perguruan tinggi tidak akan mendengarkan sama sekali. ”

Ding Li, seorang mahasiswa dari perguruan tinggi lain, mengatakan bahwa CIBE memperlakukan mahasiswanya dengan tidak adil. 

“Mahasiswa memang dijaga ketat di dalam kampus, tetapi staf dan keluarganya bisa keluar masuk kampus dengan bebas,” katanya.

Mahasiswa Ditekan

Para pejabat perguruan tinggi segera menekan aksi protes. Postingan dilarang dan dihapus dari platform media sosial Tiongkok. Administrator kampus diduga menyelidiki dan membalas mahasiswa yang berpartisipasi dalam protes.

Tangkapan layar dari media sosial mahasiswa Tiongkok di Beijing Normal University yang memprotes penguncian COVID-19, di Beijing, pada 24 Mei 2022. (The Epoch Times)

Menurut tangkapan layar yang beredar online, seorang instruktur politik mengirim pemberitahuan ke grup obrolan mahasiswa pada malam unjuk rasa: “Jika kampus mengetahui bahwa Anda telah berpartisipasi dalam protes, Anda akan dilaporkan dan dikeluarkan.”

Instruktur politik di universitas Tiongkok  bertanggung jawab atas indoktrinasi politik mahasiswa, terutama ideologi komunis dan sosialis. Instruktur berkomunikasi dengan mahasiswa secara teratur untuk memastikan mereka mematuhi doktrin politik Partai Komunis Tiongkok.

Zhang Yan (nama samaran), seorang mahasiswa dari universitas lain di Wuhan, mengatakan kepada publikasi pada 20 September bahwa dia terkejut dengan pemberitahuan tersebut. Dia mengatakan dirinya mendukung mahasiswa di CIBE.

“Mahasiswa sudah beberapa kali berkomunikasi dengan pihak kampus tentang pemadaman listrik, tapi sia-sia. Itu sebabnya mereka mulai protes.”

“Di masa lalu, mahasiswa ditekan dengan senjata, tetapi sekarang mahasiswa diancam dengan pengusiran,” kata Zhang, membandingkan protes mahasiswa dengan demonstrasi damai yang dipimpin mahasiswa pro-demokrasi di Beijing pada tahun 1989, yang ditumpas oleh PKT dengan tank militer dan tentara.

The Epoch Times menghubungi CIBE untuk memberikan komentar. (asr)