Aksi Protes Anti-Kediktatoran di Iran Terus Berlanjut Selama 10 Hari, Rakyat Menolak Mundur

Li Qingyi – NTD

Aksi protes secara besar-besaran meletus di Iran yang dipicu oleh kematian gadis muda Mahsa Amini. Aksi Massa sudah memasuki hari ke sepuluh pada Minggu (25/9).  Ada puluhan warga yang tewas dalam aksi protes. Akan tetapi, rakyat Iran menegaskan tak akan mundur.

Para pengunjuk rasa meneriakkan: (bahasa Persia) “Persatuan, Pertarungan, Kemenangan.”

Aksi protes menentang kediktatoran yang dipicu oleh kematian  Mahsa Amini, kini telah menyebar  setidaknya ke 46 kota dan desa di Iran. Hingga Minggu 25 September, aksi protes tak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

TV pemerintah Iran melaporkan, setidaknya 41 pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan dengan polisi sejak aksi protes meletus. 

Setidaknya 13 orang tewas dan lebih dari 1.200 demonstran ditangkap, menurut statistik resmi dari otoritas Iran.

Di kota Babol, Iran utara, pengunjuk rasa membakar bendera Iran dan menghancurkan potret mantan Pemimpin Tertinggi Syiah Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini  dan Pemimpin Tertinggi saat ini Ayatollah Ali Khamenei.

Mahsa Amini, 22 tahun, meninggal dunia saat ditahan oleh otoritas Iran. Wanita Kurdi itu ditangkap oleh polisi moral Iran karena memperlihatkan beberapa helai rambut saat mengenakan jilbab. Dia dinyatakan meninggal setelah tiga hari ditahan.

Pada 16 September, setelah kematian Mahsa Amini, demonstrasi pecah di Teheran, ibu kota Iran. Selanjutnya,  menyebar menjadi gerakan anti-kediktatoran skala nasional.

Pada  Minggu 25 September, di Jerman, Italia, Kanada, dan negara-negara lain, penduduk lokal keturunan Iran mengadakan rapat umum untuk mendukung protes rakyat Iran.

Nafise Ahmadi, seorang warga Kanada keturunan Iran berkata : “Kami tak menginginkan sebuah republik Islam. Kami ingin Iran di masa lalu kami kembali, kami ingin Iran menjadi negara yang bebas.” (hui)