Pejabat Rusia Akui Adanya Warga yang Kabur ke Perbatasan Gara-gara Wajib Militer, UE Akan Tentukan Sikap Bersama untuk Syarat Masuk

NTD

Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan perintah wajib militer yang pertama kalinya sejak Perang Dunia II pada  21 September. Rusia ingin merekrut 300.000 orang pasukan cadangan untuk berperang di Ukraina. Begitu perintah  keluar, justru memicu warga beramai-ramai kabur. Pejabat perbatasan Rusia mengakui adanya gelombang besar mobil yang mencoba melintasi perbatasan ke Georgia. Uni Eropa menentukan sikap yang sama tentang syarat orang-orang Rusia yang ingin masuk.

Warga Rusia takut dipanggil mengikuti wajib militer, akan tetapi tidak sanggup membeli tiket pesawat. Mereka pun akhirnya memilih bergegas melintasi perbatasan darat, demikian laporan Central News Agency. Sejak 21 September, orang-orang telah mengantre berjam-jam untuk melintasi perbatasan ke Mongolia, Kazakhstan, Finlandia atau Georgia, sebagaimana dilaporkan kantor berita Reuters.

Keterangan Foto : Di Bandara Zvartnots Rusia pada 21 September 2022. Penerbangan keluar dari Rusia hampir penuh dipesan minggu ini setelah Presiden Vladimir Putin menawarkan untuk memanggil beberapa cadangan untuk berperang di Ukraina, menurut data dari maskapai penerbangan dan agen perjalanan. (KAREN MINASYAN/AFP via Getty Images)

Pada 24 September, pejabat lokal Rusia di perbatasan dengan Georgia mengatakan bahwa ada sekitar 2.300 kendaraan pribadi yang menghalangi jalan, menunggu untuk melewati pos pemeriksaan perbatasan.

Pejabat setempat juga mengatakan pos pemeriksaan mengalami kesulitan memindahkan kendaraan dan tenaga tambahan telah dikerahkan. Menyerukan kepada masyarakat untuk tidak bergerak ke arah Georgia.

Ini adalah pertama kalinya pejabat Rusia yang terkait secara resmi mengakui bahwa adanya gelombang eksodus dari negara itu.

Kritik Langka dari Media Rusia

Perintah mobilisasi parsial Putin juga memicu protes di seluruh Rusia. Menurut organisasi pemantau independen OVD-Info, lebih dari 1.300 pengunjuk rasa ditangkap dan dihukum di 38 kota besar dan kecil di seluruh Rusia pada  21 September.  Mereka terdiri lebih dari 740 orang di lebih dari 30 kota dari St. Petersburg hingga Siberia pada 24 September. 

Polisi memblokir jalan di St. Petersburg pada 24 September 2022, setelah seruan untuk memprotes mobilisasi parsial yang diumumkan oleh presiden Rusia. (AFP melalui Getty Images)

Polisi menahan seorang pria di St. Petersburg pada 24 September 2022. (AFP melalui Getty Images)

Selain memicu gelombang eksodus dan aksi protes, perintah mobilisasi mengirimkan dokumen perekrutan yang  salah sasaran.  Dilaporkan bahwa beberapa pria yang tak memiliki pengalaman militer atau telah melewati usia perekrutan, juga menerima dokumen perekrutan sehingga meningkatkan kemarahan publik.

Begitu kabat tersebut menyebar, mendapat kritik dari jurnalis media pemerintah pro-Kremlin, sebuah peristiwa yang jarang terjadi. Margarita Simonyan, pemimpin redaksi saluran berita milik negara “Russia Today” (RT), mengkritik di akun Telegramnya pada  24 September: “Pihak berwenang mengumumkan bahwa batas usia atas untuk perekrutan tentara adalah 35 tahun. tetapi perintah perekrutan telah dikeluarkan. Untuk orang-orang berusia 40-an.”

Dengan melakukan itu, ia mengatakan, “mereka memprovokasi orang-orang, seolah-olah mereka sengaja, berbuat jahat. Seolah-olah mereka dikirim oleh otoritas Kyiv”.

Selain perintah mobilisasi militer, Rusia juga mengeluarkan undang-undang pada  24 September menetapkan bahwa tentara yang meninggalkan tugas tanpa izin, menyerah “tanpa persetujuan”, menolak untuk melawan atau tidak mematuhi perintah dapat dihukum hingga 10 tahun penjara.

Penumpang dari St. Petersburg, Rusia turun setelah tiba di Bandara Helsinki di Vantaa, Finlandia, pada 24 September 2022. (JUSSI NUKARI/Lehtikuva/AFP via Getty Images)

Orang-orang Rusia kabur ke negara-negara lain, UE mencari posisi bersama tentang syarat masuk.

Data Google Trends menunjukkan bahwa pada pagi hari perintah mobilisasi  yang  dikeluarkan oleh Rusia pada 21 September, jumlah pencarian untuk kata kunci “tinggalkan Rusia” adalah 100 kali lebih tinggi dari biasanya.

Komisi Eropa pada 22 September mengatakan bahwa negara-negara anggota Uni Eropa harus membangun posisi bersama terhadap orang-orang Rusia yang ingin masuk. Ia menambahkan bahwa negara-negara anggota harus menilai permohonan masuk Rusia berdasarkan kasus per kasus, dengan mempertimbangkan hak-hak dasar dan undang-undang tentang prosedur suaka.

Republik Ceko mengatakan pada  22 September bahwa mereka tidak akan mengeluarkan visa kemanusiaan untuk warga Rusia yang meninggalkan negara itu untuk menghindari perintah wajib militer. Ceko mengambil sikap yang berbeda dari beberapa negara anggota Uni Eropa lainnya.

“Saya tahu bahwa orang-orang Rusia melarikan diri dari keputusan Putin yang semakin putus asa,” kata Menteri Luar Negeri Ceko Jan Lipavsky dalam sebuah pernyataan yang diperoleh AFP, yang tidak memenuhi kriteria untuk visa kemanusiaan.

Republik Ceko, yang saat ini memegang jabatan presiden bergilir Uni Eropa, berhenti mengeluarkan visa ke Rusia setelah Rusia menginvasi Ukraina. Akan tetapi,  membuat pengecualian untuk kasus kemanusiaan.

Jerman berbeda dengan Republik Ceko. Pihak berwenang Jerman mengatakan pada 22 september bahwa mereka bersedia membiarkan beberapa warga Rusia yang kabur untuk masuk.

“Buronan yang diancam dengan penindasan berat umumnya menerima perlindungan internasional di Jerman,” kata Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser, menurut kutipan dari wawancara dengan Frankfurter Allgemeine Zeitung.

Ia mengatakan, siapa pun yang berani menentang rezim Putin dan dalam bahaya besar dapat mengajukan permohonan suaka dengan alasan penganiayaan politik. Namun dia juga menyebutkan bahwa suaka politik tidak secara otomatis diberikan.  Pelamar juga harus menjalani pemeriksaan keamanan terlebih dahulu. 

Menteri Dalam Negeri Jerman Faeser. (Sean Gallup/Getty Images)

Finlandia Mempertimbangkan Melarang Masuknya Warga Rusia

Setelah invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan negara-negara Barat menutup perbatasan dan wilayah udara mereka ke Rusia.  Meski demikian,  perbatasan darat Finlandia tetap menjadi salah satu dari sedikit titik masuk bagi orang Rusia ke Eropa.

Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin mengatakan, pemerintah sudah menilai risiko yang ditimbulkan oleh orang-orang Rusia yang melewati Finlandia. Ia mempertimbangkan cara untuk mengurangi penyeberangan orang Rusia secara signifikan.

Marin berkata : “Kehendak pemerintah sangat jelas. Kami percaya perlu untuk berhenti mengizinkan orang-orang Rusia mengunjungi (ke Finlandia) dan transit melalui Finlandia. Setelah berita  (21 September), saya pikir situasinya perlu diperbaiki dan dievaluasi ulang.”

Finlandia secara signifikan mengurangi visa yang dikeluarkan untuk warga Rusia sejak 1 September.

Perdana Menteri Finlandia Marin. (FREDERICK FLORIN/AFP via Getty Images)

Negara-negara Baltik Tak Menawarkan Suaka kepada Warga Rusia yang Kabur dari Wajib Militer

Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia secara resmi melarang semua warga negara Rusia yang memegang visa Schengen jangka pendek memasuki negara itu sejak 19 September. 

Larangan tersebut dikecualikan terhadap pembangkang Rusia yang mencari suaka di UE, serta pengemudi truk, pengungsi, penduduk tetap negara-negara UE dan pengunjung keluarga. (hui)