Waspada! BPOM Temukan 718.791 Produk Vitamin Ilegal Selama Pandemi 

ETIndonesia- Selama masa pandemi COVID-19, terjadi peningkatan kebutuhan dan permintaan masyarakat terhadap multivitamin, sebagai upaya pencegahan terhadap penularan COVID-19. Salah satu imbas negatif yang timbul dari peningkatan kebutuhan tersebut adalah mendorong pelaku kejahatan untuk melakukan produksi dan peredaran produk multivitamin ilegal.

“Berdasarkan hasil pengawasan BPOM, ditemukan peredaran Vitamin C, Vitamin D3, dan Vitamin E ilegal,  terutama yang diedarkan di e-commerce atau media online,” ujar Plt. Deputi Bidang Penindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan  (BPOM) RI, Nur Iskandarsyah dalam konferensi pers pada  Selasa (4/10/2022).

Peredaran Vitamin C, Vitamin D3, dan Vitamin E ilegal sangat membahayakan kesehatan masyarakat karena keamanan, khasiat, dan mutu produk yang tidak terjamin. Peredaran vitamin ilegal ini juga dapat menimbulkan dampak negatif dari sisi ekonomi karena merugikan pelaku usaha yang selalu patuh dalam menjalankan usaha sesuai peraturan perundang-undangan.

Terhadap peredaran vitamin ilegal ini, BPOM telah melakukan beberapa upaya, termasuk intensifikasi kegiatan pengawasan, penindakan, dan pemberdayaan masyarakat.

“Hasil upaya intervensi yang dilakukan BPOM tersebut mengungkapkan bahwa Vitamin D3 dan Vitamin C merupakan produk yang paling banyak ditemukan, di samping Vitamin E. Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan BPOM menunjukkan beberapa produk vitamin ilegal tersebut sama sekali tidak mengandung zat aktif vitamin,” jelas Nur Iskandarsyah.

Selain dilakukan pengawasan terhadap peredaran secara konvensional, BPOM secara berkesinambungan juga melakukan patroli siber (cyber patrol) untuk menelusuri dan mencegah peredaran vitamin tanpa izin edar pada e-commerce melalui platform marketplace, media sosial, dan website.

“Selama Bulan Oktober 2021 hingga Agustus 2022, BPOM telah menemukan sejumlah 22 item produk vitamin ilegal pada 19.703 tautan/ link yang melakukan penjualan produk vitamin tanpa izin edar dengan total temuan 718.791 pieces dan nilai keekonomian sebesar Rp185,2 miliar,” terang Plt. Deputi kepada pers.

Sebagai tindak lanjut pengawasan, BPOM telah memberikan sanksi administratif sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan secara Daring, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2020.

Salah satu tindakan BPOM yaitu dengan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA) untuk melakukan penurunan konten/takedown terhadap link yang teridentifikasi mempromosikan dan menjual vitamin tanpa izin edar tersebut. BPOM juga melakukan langkah upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana yang memproduksi dan/atau mengedarkan vitamin ilegal.

Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, BPOM akan menindaklanjuti temuan vitamin ilegal berdasarkan Undang-Undang  Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu sebagai produk tanpa izin edar dan/atau produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat, dan mutu.

Saat ini, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM sedang menangani 2 perkara dengan barang bukti vitamin ilegal, yaitu pada tempat kejadian peristiwa di Jakarta dan Batam.

Untuk menjaga ketersediaan vitamin di peredaran selama masa pandemi COVID-19, BPOM memberikan kemudahan dalam proses perizinan produk, baik dalam hal produksi, registrasi, maupun importasi. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk tenang dan mengonsumsi vitamin yang telah memiliki izin edar dari BPOM. Masyarakat juga diminta agar membeli vitamin pada sarana pelayanan kesehatan resmi agar terhindar dari produk ilegal.

“Sebelum mengonsumsi vitamin, sebaiknya perhatikan kontraindikasi, peringatan, perhatian, dan efek samping yang tercantum pada penandaan/kemasannya. Khusus untuk penggunaan Vitamin C lebih dari 1000 mg, Vitamin D3 lebih dari 4000 IU, serta Vitamin E lebih dari 400 IU, masyarakat diimbau untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter, mengingat vitamin dengan komposisi tersebut merupakan obat keras yang penggunaannya harus berdasarkan resep dokter,” imbaunya. (asr)