Periode Ketiga Xi: Lebih Banyak Kegagalan Kebijakan  PKT

James R. Gorrie

Ketika era Xi Jinping berlanjut di Tiongkok dengan masa jabatan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya, tak diragukan lagi Partai Komunis Tiongkok (PKT) akan merayakan pencapaian puncaknya selama dekade terakhir.

Daftarnya sangat pendek.

Kemenangan PKT di Era Xi

Kemenangan yang dicapai termasuk menghancurkan demokrasi Hong Kong, membersihkan saingan melalui kampanye anti-korupsi, dan mencekik pembicaraan, teknologi, dan kewirausahaan sambil memperluas jajaran pekerja budak dengan jutaan orang Uighur. Ada juga pengambilan organ paksa dari tahanan politik, penganiayaan agama, tentu saja, menjadi tuan rumah Olimpiade 2022. Namun demikian, kemenangan yang paling tak terlupakan adalah “Pemikiran Xi Jinping” menjadi bagian dari konstitusi Partai seperti Mao Zedong sebelumnya.

Adapun dalam waktu dekat, menindas Taiwan agar tunduk adalah agenda PKT.

Kegagalan PKT Berlipat ganda

Tetapi tak semuanya menyenangkan dan permainan di Tiongkok, terutama baru-baru ini. Pandemi COVID-19, yang diyakini banyak orang berasal dari lab Wuhan pada 2019, membunuh jutaan orang dan menghancurkan pekerjaan dan bisnis di seluruh dunia. Kebijakan lockdown “zero-COVID” PKT terus menghambat pertumbuhan ekonomi dan aktivitas jutaan orang sambil mendorong produsen asing keluar dari negara itu. Dengan demikian, PDB Tiongkok terus turun, begitu pula prospek pemulihan dalam waktu dekat.

Kesengsaraan ekonomi itu termasuk runtuhnya sektor pengembangan real estatnya. Utang Evergrande yang meroket, dan pembongkaran massal menara apartemen di mana tidak ada yang mau tinggal, adalah simbol dari industri yang bangkrut, karena puluhan juta investor menghadapi kerugian sebesar $130 miliar.

Runtuhnya real estat juga mengancam apa yang tersisa dari sektor keuangan Tiongkok. Terlebih lagi, kontraksi demografis yang tidak terjangkau sedang membayangi, sementara banyak anak muda yang kecewa di negara itu tidak melihat gunanya bekerja, merencanakan, atau menghasilkan untuk masa depan.

Menjauh dari Seluruh Dunia

Akan tapi katalog besar kegagalan PKT tidak berakhir di tepi air. Beijing telah berhasil mengasingkan sebagian besar negara maju, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.

Pandangan negatif yang meluas tentang Tiongkok ini dihasilkan dari pandemi dan catatan panjang praktik perdagangan permusuhannya—berlawanan langsung dengan pandangan positif yang dipegang oleh sebagian besar orang hanya beberapa tahun sebelumnya. Perlakuan Beijing terhadap Hong Kong dan Uyghur menambah sentimen anti-PKT Eropa. Maka itu hanya memperdalam pandangan negatif mereka tentang Beijing.

Mengubah India Menjadi Musuh

Tetapi kegagalan kebijakan geopolitik terbesar PKT adalah ketidakmampuannya untuk menjaga hubungan baik dengan India, negara bersenjata nuklir berpenduduk lebih dari 1,4 miliar orang itu dengan tingkat pertumbuhan PDB lebih dari 7 persen. Biaya strategis untuk melakukannya bisa jadi tinggi. Faktanya, pertempuran perbatasan berdarah yang dimulai oleh Tiongkok telah mengubah tetangga terbesarnya menjadi musuh yang sekarang lebih strategis dan ekonomis selaras dengan Barat.

Tentu, tak berarti bahwa para pemimpin India dapat mengabaikan realitas geografis wilayah tersebut. Rusia dan Tiongkok adalah tetangganya. New Delhi tahu harus memainkan tindakan penyeimbang antara negara adidaya untuk mempertahankan independensi strategisnya sendiri dan hubungan yang relatif stabil dengan Rusia dan Tiongkok. India juga tahu tak ada keuntungan dalam menciptakan dua musuh regional yang aktif daripada hanya satu, mengingat Beijing adalah ancaman keamanan terbesarnya.

New Delhi memiliki sedikit atau tidak sama sekali untuk mendapatkan keuntungan dari memusuhi Moskow karena sedang berperang—dan mungkin kalah—perangnya di Ukraina. Selain itu, New Delhi memiliki kesepakatan senjata yang sedang berlangsung dan kesepakatan impor minyak murah dengan Moskow, serta investasi strategis di Rusia timur. Meski begitu, hubungan keamanan India dengan Amerika Serikat telah berkembang pesat selama 15 tahun terakhir.

Untuk alasan ini, India berpartisipasi dalam latihan militer multilateral Vostok 2022 dengan Rusia, Tiongkok dan negara-negara lain. Khususnya, bagaimanapun, India menolak untuk bergabung dengan latihan maritim untuk menghormati keberatan Jepang terhadap latihan yang diadakan di dekat pulau-pulau selatan Jepang.

India telah berhasil mempertahankan berkah baik Rusia sambil menolak Tiongkok saat berbalik ke Amerika Serikat, memenuhi ketakutan terburuk Beijing.

Meremehkan Strateginya Sendiri

Baru-baru ini sebuah makalah kebijakan  dari lembaga think tank Stimson Center menyimpulkan bahwa dampak kerja sama ekonomi AS-India dapat berarti “masalah besar” bagi Tiongkok di bidang militer dan ekonomi strategis. Banyak ahli strategi Tiongkok sendiri setuju akan pendapat ini. 

Apa yang diperoleh PKT yang menyerang perbatasan dan membalikkan 45 tahun kemajuan dalam hubungan bilateral?

Tidak ada eksepsi meremehkan setidaknya dua strategi Beijing mengenai hubungannya dengan New Delhi. Yang pertama, strategi Diplomasi Kekuatan Utama, melibatkan Beijing yang menawarkan insentif dan konsesi ekonomi non-inti untuk menarik India ke orbit geopolitik Tiongkok. Hal itu juga berpotensi menjadikannya mitra utama dalam Belt and Road Initiative (BRI) atau One Belt, One Road.

Gagasan di balik yang kedua, Strategi Lingkungan Beijing, adalah untuk memaksa New Delhi menerima peran hegemonik Tiongkok di kawasan itu dan mengakui “superioritas nasionalnya.” Rasa superioritas itu menghina India dan berasal dari sebuah dongeng yang menggambarkan Tiongkok sebagai hegemoni yang pernah mendunia di masa lalu, peran yang dianggapnya sebagai hak mereka. Pada saat yang sama, India memainkan peran kunci dalam strategi Indo-Pasifik AS untuk melawan Tiongkok.

Tetapi kedua strategi PKT  terhadap India menghilang ketika ia mengambil keuntungan dari pandemi untuk memindahkan pasukannya ke wilayah perbatasan Himalaya yang disengketakan. Nyatanya, tindakan Beijing hanya berhasil mendorong pergeseran strategis India ke Barat.

Sungguh tidak bijaksana.

India Ingin Memisahkan dari Tiongkok

Mengapa harus melihat Tiongkok sebagai “superior” ketika setiap perkembangan teknologi dan ekonomi yang serius datang dari luar Tiongkok? Selain itu, kemungkinan dalam dekade berikutnya atau kurang, India akan menyalip Jepang untuk menjadi ekonomi terbesar ketiga di dunia dalam perjalanannya menjadi negara adidaya.

Dalam hal itu, kita telah melihat kemunculan kembali Quad, sebuah koalisi yang terdiri dari India, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat yang dimulai pada 2007 dan meningkat pada 2017 dalam menghadapi aspirasi komunis  untuk mendominasi Asia-Pasifik dan kawasan Indo-Pasifik.

Serangan pada tahun 2020 memperkuat komitmen New Delhi terhadap aliansi militer Quad untuk melawan ancaman Tiongkok terhadap India dan kawasan. India tahu betul bahwa “Tiongkok ingin melihat India ditempatkan dalam peran bawahan di Asia yang didominasi oleh dirinya sendiri,” menurut Financial Times.

Jelas, India akan melawan tatanan seperti itu di Asia dan menggagalkan impian Tiongkok akan hegemoni yang tak tertandingi.

Aturan Satu Orang Terbukti Tidak Stabil

Kegagalan kebijakan yang begitu besar menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana kepemimpinan PKT bisa membuat kesalahan yang begitu jelas namun kritis.

Jawaban atas pertanyaan itu terletak pada kenyataan bahwa PKT dan seluruh bangsa, telah direduksi menjadi pemerintahan satu orang, yang seringkali menghasilkan kebijakan bencana yang didasarkan pada satu pandangan realitas yang terdistorsi. Membersihkan pesaing politik mendorong mentalitas groupthink, di mana hanya mereka yang setuju dengan pemimpin diizinkan untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan.

Apalagi pola pikir politik kediktatoran membuat para pemimpin tidak bisa mentolerir pandangan yang berlawanan, baik dari dalam maupun luar negeri. Rasa ancaman itu terlalu sering diungkapkan dengan penghinaan dan penindasan. Singkatnya, PKT didorong oleh arogansi tunggal dari salah satu pemimpin mesin politik yang menganggap dapat memperlakukan tetangganya dengan cara yang sama memperlakukan rakyatnya sendiri.

Sejarahnya jelas: pemikiran seperti itu menyebabkan masalah yang sangat besar bagi semua orang. (asr)