Pasca Kongres Nasional ke-20 Talenta Internasional Semakin Cepat Tinggalkan Tiongkok

Xia Song & Luo Ya

Pada 16 Oktober lalu dalam laporannya di Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok (PKT), Xi Jinping menyebutkan, harus mandiri mengembangkan teknologi canggih, memenangkan perang persaingan dalam “teknologi inti yang krusial”, mempertahankan “talenta sebagai penggeraknya”, dan mempercepat pembangunan “negara kuat bertalenta”. 

Sementara ada pula analisa yang menyebutkan, pasca Kongres Nasional ke-20, seiring dengan semakin tegangnya hubungan AS-RRT dan PKT yang terus mempertahankan policy “zero pandemi”, menyebabkan banyak talenta internasional pun semakin mempercepat langkahnya hengkang dari Tiongkok.

Pukulan Akibat Sanksi AS Terlalu Besar, PKT Kembali Ungkit “Berdikari”

Beberapa hari lalu dalam laporan Kongres Nasional ke-20 Xi Jinping mengutarakan bahwa iptek adalah kekuatan produktif primer, dan menghimbau dalam hal pengembangan teknologi canggih harus dilakukan secara mandiri, untuk memenangkan perang persaingan dalam “teknologi inti yang krusial”. “Teguh membangun pendidikan sebagai prioritas, mandiri dan menjadi kuat dalam iptek, talenta sebagai tenaga penggerak, percepatan membangun negara berpendidikan yang kuat, negara iptek yang kuat, negara talenta yang kuat.” 

Akan tetapi, Xi Jinping satu kata pun tidak menyebut soal “prestasi” yang telah diraih di bidang chip semikonduktor.

Pada 7 Oktober lalu AS mengeluarkan peraturan baru pembatasan ekspor chip bagi RRT, salah satu aturannya menyebutkan melarang setiap “warga AS” (US persons) mendukung pabrik RRT mengembangkan atau memproduksi chip canggih tanpa izin khusus.

VoA pada Senin (17/10) lalu menyebutkan, pemerintah AS mengeluarkan jurus pamungkas, setiap teknisi WN Amerika (termasuk warga negara AS, pemegang Green Card atau entitas legal yang disahkan hukum AS), tanpa izin khusus dari pemerintah AS, dilarang untuk membantu RRT “mengembangkan” atau “memproduksi” chip kelas atas.

Sejak larangan itu diberlakukan pada 12 Oktober lalu, menurut berita dari media massa resmi Tiongkok yakni Science & Technology Daily berikut berbagai media dalam dan luar negeri lainnya, dari perusahaan semikonduktor AS seperti Applied Materials, KLA Corporation, Lam Research, dan Tokyo Electron, telah menarik kembali para teknisinya yakni WN Amerika yang ditempatkan di pabrik chip di RRT, seperti Huawei, Yangtze Memory Technologies Corp., Shanghai Integrated Circuit Research & Development (Shanghai ICRD) dan juga Hangzhou HFC Semiconductor berikut perusahaan terkait lainnya.

Mengenai masalah hilangnya talenta yang dihadapi Tiongkok ini, seorang ekonom etnis Tionghoa bernama Davy Jun Huang mengatakan kepada surat kabar The Epoch Times, Ada 2 penyebab para talenta internasional semakin cepat meninggalkan Tiongkok, yang pertama adalah semakin memburuknya hubungan AS dan Eropa dengan RRT.

Ia mengatakan, “Beberapa tahun terakhir akibat semakin tegangnya hubungan dagang AS-RRT, sepanjang tahun ini Gedung Putih berturut-turut melayangkan sanksi di bidang teknologi di wilayah Tiongkok, khususnya dua kali pembatasan semikonduktor pada September dan Oktober, mengakibatkan Tiongkok mengalami pukulan teramat keras pada produk impor bernilai terbesarnya yakni chip dan produk serta instrumen yang terkait lainnya. Tidak diragukan hal ini membuat para talenta asing di bidang teknologi ini mempertimbangkan dampak sanksi ini, dan mengurangi hubungannya bahkan meninggalkan wilayah Tiongkok.

“Sementara hubungan RRT-Eropa yang tadinya berada dalam suasana bersahabat dalam negosiasi kerjasama selama 7 tahun, baru-baru ini akibat masalah HAM berubah menjadi tegang, sementara setelah meletusnya perang Rusia-Ukraina, hubungan Beijing dan Moskow terus menghangat. Karena khawatir Beijing terus mendukung Putin, di masa mendatang mungkin akan ada langkah-langkah sanksi, membuat para talenta Uni Eropa berhati-hati untuk memilih bekerjasama dengan RRT, atau mempercepat sebagian talenta meninggalkan RRT untuk menghindari risiko.”

Jun Huang menyatakan, alasan kedua para talenta meninggalkan Tiongkok adalah karena PKT memaksa pemberlakuan “zero pandemi”.

Ia berkata, “Kebijakan zero pandemi telah diberlakukan hampir 3 tahun, sepertinya akan diterapkan untuk jangka waktu panjang. Karena kebijakan zero pandemi ini menimbulkan dampak negatif yang sangat serius bagi kualitas hidup, keselamatan individu, kesulitan adaptasi, biaya hidup, hukum, sosial, dan interaksi bisnis secara multidimensi, juga menyebabkan banyak talenta lebih memilih negara lain. Seperti Hong Kong dan Shanghai yang tadinya merupakan tempat berkumpulnya para talenta, masalah hengkang atau tidak dari Tiongkok pun menjadi topik pembahasan hangat, khususnya karena merasa kebijakan zero pandemi masih akan berlangsung setidaknya 2 tahun ke depan.” (sud)