Aksi Protes di Iran Peringati 40 Hari Kematian Mahsa Amini di Penahanan

Lia Onely

Aksi protes yang meletus di seluruh Iran pada 26 Oktober menandai 40 hari  Mahsa Amini tewas dalam tahanan karena “pakaiannya yang tidak pantas.”

Amini yang berusia dua puluh dua tahun tewas pada 16 September di Teheran saat berada dalam tahanan polisi moral Iran, yang memicu lebih dari sebulan aksi protes secara nasional.

Sebuah organisasi hak asasi manusia melaporkan pada 25 Oktober, setidaknya 234 orang termasuk 29 anak-anak, tewas dalam protes yang sedang berlangsung di Iran. 

Secara tradisional, kematian diperingati lagi dalam Syiah setelah 40 hari. Di Saqez, kampung halaman Amini di Kurdi, orang-orang banyak berkumpul di pemakaman setempat.

Iran International, saluran berita Persia yang berbasis di Inggris, menulis di Twitter: “Pasukan keamanan telah menyerang orang-orang yang  berkumpul dalam ribuan di pemakaman di Saqqez, Kurdistan, untuk berkabung hari ke-40 setelah kematian Mahsa Amini dalam tahanan. Ada laporan bahwa mereka menembaki pengunjuk rasa untuk membubarkan mereka.”

Kantor Berita Iranian Students News Agency mengatakan bentrokan terjadi pada Rabu: “Sejumlah terbatas dari mereka yang hadir di peringatan Mahsa Amini bentrok dengan pasukan polisi di pinggiran Saqez dan dibubarkan. Menyusul bentrokan yang tersebar, internet di Saqez terputus karena pertimbangan keamanan,” demikian laporan agensi tersebut, menambahkan sekitar 10.000 orang berkumpul.

Menurut The Associated Press, jaksa Teheran Ali Salehi mengatakan kepada Kantor Berita Islamic Republic News Agency yang dikelola negara bahwa empat pengunjuk rasa didakwa dengan “perang melawan Tuhan,” yang dapat dihukum mati di Iran.

Menurut Reuters, media yang dikelola oleh pemerintah Iran mengatakan bahwa sekolah dan universitas di provinsi Kurdistan akan ditutup “karena gelombang influenza.”

Mahasiswa telah memainkan peran penting dalam aksi protes, dengan puluhan universitas mogok. Ratusan gadis sekolah bergabung, meneriakkan “Kebebasan, Kebebasan, Kebebasan,” meskipun ada tindakan keras oleh pasukan keamanan.

Seorang siswa remaja di kota utara Sari, kepada Reuters berkata : “Saya tidak takut lagi dengan mereka. [Pihak berwenang] harus takut pada kita. Selama bertahun-tahun mereka tidak membiarkan kami memiliki kehidupan normal. Mullah harus pergi.”

Media pemerintah dan pejabat garis keras telah mencap pengunjuk rasa sebagai “orang munafik, monarki, preman, dan penghasut.”

Sejumlah kerusuhan paling mematikan terjadi di daerah-daerah tempat tinggal etnis minoritas dengan keluhan lama terhadap negara, termasuk Kurdi di barat laut dan Baluch di tenggara.

Iran memberlakukan sanksi terhadap sejumlah pejabat dan lembaga Eropa pekan lalu, termasuk saluran bahasa persia yang berbasis di luar negeri yang telah meliput aksi protes. Sanksi termasuk larangan visa masuk bagi staf dan penyitaan aset mereka di Iran.

Deutsche Welle, penyiar publik Jerman yang tim bahasa persianya masuk daftar hitam, mengutuk langkah itu pada  Rabu sebagai “tidak dapat diterima.”

 Direktur Jenderal Deutsche Welle Peter Limbourg berkata : “Saya mengharapkan politisi di Jerman dan Eropa untuk meningkatkan tekanan pada rezim.”

Shahrzad Ghanei dan Reuters berkontribusi pada laporan ini.