Farwiza Farhan Asal Aceh, Perempuan Inspiratif Versi TIME Magazine

Amelia Wu

Oktober lalu menjadi bulan yang menakjubkan dan luar biasa dari Farwiza Farhan, karena dirinya dipilih dan menjadi cover Majalah terkemuka TIME Magazine, yang mengumumkan 100 nama tokoh untuk TIME100 Next 2022. Dari sederet nama-nama yang terkenal, aktivis lingkungan hidup asal Aceh, dipilih menjadi salah satu sosok inspiratif yang ikut dimuat dalam TIME100 Next 2022 edisi Oktober.

TIME100 Next merupakan sebuah edisi spesial persembahan TIME, yang ditujukan kepada individu hebat dari berbagai bidang, yang memberi dampak positif terhadap bumi dan kehidupan di dunia. Nama Farwiza Farhan sendiri ditulis oleh Jane Goodal, seorang aktivis lingkungan global sekaligus Duta Perdamaian PBB, yang pernah masuk ke list TIME100 pada 2019 silam.

Farwiza Farhan menyambut gembira hal tersebut. Dirinya mengaku  terharu dan hampir pingsan ketika melihat bisa menjadi cover majalah ternama itu.

”Sayangnya, penghargaan seperti ini sering kali misrepresent kenyataan kerja-kerja yang kami lakukan, seolah-olah saya melakukan segalanya sendiri. Padahal kenyataannya kita bekerja bersama, tidak hanya team di Yayasan HAkA (@ haka_sumatra) tapi juga kelompok masyarakat yang menjadi mitra kami, LSM lain yang juga berjuang bersisian dengan kami, serta aktor-aktor lain yang aktif memperjuangkan perlindungan  Kawasan Ekosistem Leuser.”

Farwiza Farhan merupakan seorang pejuang dan pencinta lingkungan. Kendati sosoknya telah diakui banyak pihak, seperti menjadi pembicara di Konferensi TEDxJakarta, WebSummit, hingga One Young World, Farwiza juga terus menekankan kalau ia tidak pernah berjuang sendiri.

Farwiza Farhan merupakan satu-satunya tokoh asal Indonesia, dalam  daftar, Farwiza berada di kategori Leaders, berbarengan dengan Park Ji-Hyun dan Michelle Wu. TIME100 Next 2022 sendiri memiliki 5 kategori besar, yakni Artist, Phenoms, Leaders, Advocates, dan Innovators. Di antara daftar tersebut, terdapat pula beberapa tokoh idola masa kini seperti musisi Dua Lipa, pesepakbola muda Inggris Marcus Rashford, dan aktris ngetop Ana De Armas.

Perempuan yang lahir dan tumbuh besar di Kota Banda Aceh ini, menjaga ekosistem Leuser adalah menjaga keberlangsungan hidup makhluk yang ada di bumi. Peringatan dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa ekosistem Leuser diambang kepunahan harusnya menjadi alarm keras bagi Indonesia untuk bisa menjaga ekosistem Leuser sebagai paru-paru dunia.

“Harus diakui selama ini masih banyak orang yang tidak mengenal Leuser, bahkan warga di Indonesia sekalipun. Tidak banyak orang yang mengetahui tentang Leuser seperti mereka mengenal Amazone, dan dari sini kami berharap semua orang di dunia mulai mengenal Leuser dan kemudian memahami bahwa menjaga Leuser itu adalah hal utama,” tegas Wiza, perempuan yang sejak kecil sudah berangan-angan ingin menyelamatkan lingkungan ini. Ia getol melawan eksploitasi dan ekspansi yang mengancam ekosistem Leuser. 

Dalam melestarikan Leuser, fokus utamanya selain kebijakan dan advokasi, juga meningkatkan akses dan memperdalam keterlibatan perempuan terkait penyelamatan lingkungan. “Salah satu yang terus kami lakukan adalah mengubah pola pikir bahwa membangun ekonomi itu tidak bertolak belakang dengan menjaga lingkungan. Bagaimana harus tercipta bahwa mari membangun ekonomi yang adil dan lestari dan bukan sistem ekonomi yang predatori.” 

Ekosistem Leuser dengan luas 2,6 juta hektar adalah rumah bagi makhluk hidup, dan ini harus dijaga. “Manusia bisa kehilangan badak, tapi manusia tidak bisa hidup tanpa air, dan Leuser adalah tempat penyedia jasa lingkungan terbesar di dunia,” kata Sarjana Biologi Kelautan dari Universiti  Sains  Malaysia ini yang mengaku kesulitan bergerak di bidang konservasi.

Menurut Wiza, harusnya bisa berkaca pada Negara Kostarika, dimana luas tutupan hutannya setiap tahun bertambah, karena lingkungan yang dijaga baik oleh warga negaranya. Kostarika bukan negara maju, tapi rakyatnya sejahtera. Terus berangan-angan hidup nyaman dengan lingkungan yang menjaga bumi, Farwiza pun tekun bergerak, bekerja melindungi kawasan ekosistem Leuser di Sumatera. 

Dengan ketekunannya, perempuan kelahiran Banda Aceh, 1 Mei 1986 ini juga telah meraih beberapa penghargaan lainnya, di antaranya National Geographic Wayfinder Award 2022, pemenang 2021 Pritzker Emerging Environmental Genius Award, dan Whitley Awards 2016. (berbagai sumber)