AS Aktifkan Komando Pasukan Luar Angkasa di Indo-Pasifik Di Tengah Ketegangan dengan Korea Utara dan Tiongkok

Aldgra Fredly

The U.S. Space Force atau Angkatan Luar Angkasa AS mengaktifkan komando komponen pertamanya di kawasan Indo-Pasifik pada 22 November.  Tujuannya untuk mencegah agresi di kawasan itu, dikarenakan meningkatnya ketegangan dengan Tiongkok dan Korea Utara.

Komando Indo-Pasifik Pasukan Luar Angkasa AS bergabung dengan Armada Pasifik AS, Angkatan Udara Pasifik AS, Komando Pasifik Angkatan Darat AS, dan Pasukan Korps Marinir AS Pasifik—semuanya bermarkas di Hawaii—sebagai komando komponen di bawah Komando Pasifik AS, komando kombatan di kawasan itu.

Komando Luar Angkasa bertujuan “untuk mencegah konflik dan, jika perlu, mengalahkan agresi, memberikan kekuatan tempur luar angkasa untuk kekuatan gabungan, dan membela kepentingan utama AS dengan sekutu dan mitranya,” menurut situs webnya.

Komando komponen akan melakukan analisis dan perencanaan misi selama enam bulan ke depan, yang dikomandoi oleh Brigadir Jenderal Angkatan Luar Angkasa, Anthony Mastalir. Ia mencatat pada 21 November, bahwa aktivasinya menandakan pentingnya kawasan itu bagi Amerika Serikat.

Sebelum aktivasi, ia mengatakan kepada wartawan bahwa “Ini adalah sinyal bagi siapa saja yang ingin merusak kebebasan navigasi, kebebasan bermanuver di Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, atau siapa pun yang ingin merusak tatanan berbasis aturan internasional yang telah menjadi dasar bagi kemakmuran untuk semua negara bebas yang memilih untuk berpartisipasi.”

Pengaktifan Komando Pasukan Luar Angkasa di Indo-Pasifik hanya beberapa hari setelah Korea Utara menembakkan rudal balistik antar benua (ICBM) pada 18 November. Rudal jarak jauh Korea Utara memiliki potensi kemampuan untuk membawa hulu ledak nuklir di mana saja di wilayah Amerika Serikat.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyaksikan peluncuran ICBM bersama putrinya, dalam penampilan publik perdananya, dan memperingatkan bahwa negaranya akan menggunakan senjata nuklir “dengan konfrontasi secara habis-habisan” untuk melawan ancaman dari Amerika Serikat, demikian laporan Korean Central News Agency. 

Korea Utara berpendapat bahwa kehadiran militer AS  adalah bukti permusuhan AS terhadap negara itu. Baru-baru ini, Pyongyang juga telah menyatakan bahwa serangkaian peluncuran rudal  sebagai respon atas apa yang disebutnya sebagai latihan militer provokatif oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Ancaman Tiongkok

Air & Space Forces Magazine melaporkan bahwa Jenderal Angkatan Luar Angkasa  AS, Bradley Saltzman, selaku kepala operasi ruang angkasa, mengatakan komponen baru di INDOPACOM bertujuan untuk memperkuat integrasi ruang angkasa AS, dengan menyebut Tiongkok sebagai ancaman. 

Saltzman dalam pertemuan pada 19 Mei mengatakan bahwa pihaknya hanya berpikir bahwa ruang angkasa sangat penting. “Dengan Tiongkok sebagai ancaman, penting baginya untuk mendukung komponen layanan di INDOPACOM. Apalagi, perubahan terbesar adalah komandan kombatan akan memiliki komandan bawahan yang dapat mereka tugaskan untuk mengintegrasikan kemampuan luar angkasa secara efektif.”

Pentagon, dalam laporan tahunannya kepada Kongres yang diterbitkan pada November 2021, menyoroti kemampuan luar angkasa dan counter space Tiongkok.

“Republik Rakyat Tiongkok terus mengembangkan kemampuan counterspace—termasuk  direct ascent, co-orbital, peperangan elektronik, dan kemampuan energi terarah—yang dapat melawan atau menolak akses musuh  dan beroperasi di domain luar angkasa selama krisis atau konflik,” demikian tulis laporan itu.

Salah satu teknologi ruang angkasa operasional di gudang senjata Tiongkok adalah rudal anti-satelit berbasis darat (ASAT), menurut laporan itu. Pada Januari 2007, Tiongkok menembakkan rudal anti-satelit ke salah satu satelit cuacanya yang tidak aktif yang menarik perhatian internasional.

“Tiongkok mungkin bermaksud untuk mengejar senjata ASAT tambahan yang mampu menghancurkan satelit hingga orbit Bumi yang geosinkron,” tambah laporan itu.

Mimi Nguyen Ly dan Frank Fang berkontribusi pada laporan ini.