Ekonomi Biden Membunuh Industri Truk

Antonio Graceffo

Selama pandemi, ongkos angkutan meroket, seperti halnya peningkatan permintaan konsumen, yang mana memikat ribuan perusahaan baru ke dalam industri truk.  Kini, penurunan ekonomi secara umum mengurangi permintaan konsumen, sementara itu biaya operasional menjadi lebih tinggi. Hal ini memaksa operator hengkang dari bisnis.

Para pakar di AS percaya negara itu sedang menuju ke kehancuran pasar truk yang disebabkan oleh kelebihan kapasitas, inflasi, harga gas yang lebih tinggi, biaya yang lebih tinggi untuk truk bekas, dan rendahnya permintaan konsumen. Pada tahun 2021, jumlah perusahaan truk baru hampir mencapai rekor, yaitu 109.340 dibuka untuk bisnis. Angka itu adalah 50.202 lebih banyak perusahaan truk baru daripada tahun 2020.

Permintaan perusahaan truk terkait dengan volume kontainer yang tiba di pelabuhan AS. Menggunakan data dari Pelabuhan Los Angeles sebagai contoh, ketika lockdown COVID-19 dimulai pada Februari 2020, volume peti kemas turun 22,87 persen dibandingkan 2019, dan pada Maret turun 30,94. “Para pengemudi truk melakukan sangat sedikit pada waktu itu,” jelas Erik Larson dari Sage Live, seorang broker pengiriman dan ahli logistik yang berkecimpung lebih dari 20 tahun dalam industri ini. Banyak pengemudi dan operator gulung tikar atau tak mampu mengemudi karena harga pengiriman di bawah biaya operasional truk.

Ada lebih sedikit pekerjaan yang harus dilakukan, dan mereka yang bekerja mendapat penghasilan lebih sedikit karena harga pengiriman turun berdasarkan permintaan. “Tapi kemudian, ketika Tiongkok membuka dan mulai mengirim lagi, volume kapal kontainer melonjak,” kata Larson.

Pada Februari 2021, volume peti kemas naik 46 persen, dan pada Maret naik 113 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bagi para pakar industri disebut sebagai bullwhip effect. Ini adalah saat volume menurun tajam dan menurunkan harga pengiriman di tengah kelebihan kapasitas. Kemudian, ketika hambatan dalam rantai pasokan dilancarkan, terjadi lonjakan pengiriman baru, dan bullwhip mencapai puncaknya.

Bagian dari alasan peningkatan besar dalam peti kemas adalah karena Tiongkok mengejar pesanan sebelumnya, yang telah ditahan di pabrik dan pelabuhan di negara itu selama lockdown. Alasan lainnya adalah perubahan kebiasaan belanja konsumen Amerika Serikat. Memiliki begitu banyak orang yang bekerja dari rumah meningkatkan permintaan akan produk seperti layar komputer, headset, dan peralatan olahraga di rumah. Larson juga berspekulasi bahwa banyak orang-orang Amerika menggunakan cek stimulus mereka untuk pengeluaran kompensasi karena mereka terjebak di rumah. Semua permintaan yang meningkat ini mendorong harga pengiriman ke tingkat yang lebih tinggi.

Pada awal 2021, permintaan melebihi kapasitas, dan ada kekurangan pengemudi, yang menaikkan upah. Dan, banyak orang yang belum pernah berkecimpung di industri ini sebelumnya melihat peluang untuk menghasilkan banyak uang. Menurut Larson, “orang menggunakan pinjaman pemerintah gratis untuk mendapatkan SIM komersial mereka, atau jika mereka sudah memiliki SIM, mereka menggunakan pinjaman untuk membeli truk. Dan mereka mendapat penghasilan 3-4 kali lipat dari tarif normal.” Program dan pendanaan pemerintah mendorong lebih banyak pemain baru ke dalam industri atau mendorong pengemudi perusahaan untuk membeli truk dan memulai bisnis mereka sendiri. Untuk sementara waktu, semua perusahaan truk baru ini dapat menghasilkan banyak uang.

Namun demikian,  mulai berubah pada tahun 2022. Ekonomi yang buruk, inflasi yang tinggi, dan kepercayaan konsumen yang rendah telah menghalangi orang-orang untuk terus berbelanja. Sementara itu, kenaikan suku bunga dan perlambatan umum menekan proyek konstruksi. Aktivitas industri mengakibatkan permintaan konsumen dan volume pengirim lebih rendahnya dari sebelumnya. 

Volume peti kemas Agustus di Pelabuhan Los Angeles turun 15,62 persen dibandingkan tahun 2021, dan September turun 21,46 persen. Oktober, November, dan Desember biasanya menunjukkan volume pengiriman yang tinggi karena musim belanja Natal, tetapi Larson memperkirakan angka untuk kuartal terakhir tahun ini bahkan lebih buruk.

Volume angkut yang lebih rendah di bulan mendatang dapat diprediksi berdasarkan tingkat penolakan tender, yaitu jumlah muatan per 100 yang harus ditolak perusahaan karena sudah mencapai kapasitas maksimal. Pada Juni 2020, tingkat penolakan tender mencapai puncaknya sekitar 28 per 100, yang berarti permintaan truk melebihi pasokan sekitar 28 persen. Tarifnya harus meningkat sepanjang tahun ini. Kini, justru menurun. Pada bulan Oktober, angkanya hanya di atas 4 per seratus, dan trennya menurun.

Kejatuhan  Perusahaan Truk dalam Perekonomian Biden

Perusahaan truk sama seperti bisnis lainnya. Perusahaan harus memperoleh laba yang dapat diterima  atas biayanya agar bertahan dalam bisnis. 

Di masa-masa sulit, mungkin tidak menghasilkan keuntungan, tetapi akan terus beroperasi selama pendapatan sesuai atau di atas biaya operasional. Saat menghitung biaya operasional pada tahun 2019, sebuah perusahaan mungkin telah membeli truk bekas seharga $50.000. Mempertimbangkan nilai diamortisasi truk ditambah bunga pinjaman (tidak termasuk bahan bakar), biaya operasional truk menjadi $0,15 per mil. Dalam perekonomian Biden, biaya per mil adalah $0,23.

Tentu saja, harga gas naik dua kali lipat, begitu pula harga semua biaya variabel lainnya untuk mengoperasikan truk. Pengemudi pada tahun 2019 berharga $0,47 per mil, sedangkan pada tahun 2022, biayanya adalah $0,62 per mil—meningkat $0,15 per mil. Asuransi naik $0,02/mil, perawatan naik $0,06/mil, dan peralatan naik $0,08/mil. Secara total, biaya variabel naik sebesar $0,31/mil ditambah biaya bahan bakar.

Volume pengiriman yang lebih rendah menurunkan tarif, dan biaya yang lebih tinggi mempersulit operator untuk menghasilkan keuntungan. Pakar industri memperkirakan kenaikan tajam dalam kebangkrutan selama beberapa bulan mendatang. (asr)