Surat untuk Vanessa (4) : Bagaimana Berkomunikasi Dengan Alam Semesta?

Fu Yao

Dalam artikel sebelumnya telah dijelaskan tentang para peri yang benar-benar ada, serta orang-orang supranatural yang dapat berkomunikasi dengan langit dan mendatangkan hujan, fenomena “orang buta yang tidak buta” dan peristiwa “kebetulan” yang di luar dugaan. 

Inilah serial terakhir  surat untuk Vanessa, kali ini   kami perkenalkan suatu topik yang sangat menarik, yaitu teknik untuk berkomunikasi dengan alam semesta.

Apakah “Jurus Auman Singa” Benar Adanya?!

Ada sebuah film, jika belum pernah Anda tonton, mungkin pernah Anda dengar, yaitu film 2004 yang dibintangi oleh Stephen Chow berjudul “Kungfu Hustle”. Waktu itu film tersebut sempat booming. Tak hanya di Asia, bahkan sampai ke luar negeri, dan sempat meraih posisi teratas Box Office AS untuk film berbahasa asing. 

Hampir 20 tahun terakhir, film “Kungfu Hustle” masih terus diputar ulang di banyak bioskop, penonton seakan tidak pernah bosan. Selain itu yang paling diminati, selain jurus “Tapak Sakti Buddha” yang dikuasai oleh Stephen Chow muda, tentu saja adalah “jurus auman singa” yang dikuasai oleh nyonya pemilik rumah. Cukup satu aumannya, bahkan dapat membuat “the beast” yang mengaku menguasai kungfu nomor satu di dunia persilatan itu pun bertekuk lutut memohon ampun.

Tak diketahui apakah mendapatkan ilham dari film ini, sejak saat itu dalam banyak acara variety show juga muncul peragaan “auman singa”. Penyanyi profesional menaikkan nada tinggi secara perlahan di depan mikrofon, lalu gelas kaca di dekatnya mulai bergetar, dengan cepat retak dan pecah! Suara pecahan yang jelas dan renyah itu, membuat penonton terkagum-kagum. Lalu apakah “jurus auman singa” itu memang ada?

Tapi kemudian pembawa acara segera menjelaskan. Dikatakan mereka tidak melakukan tipuan apapun, gelas memang pecah akibat getaran suara penyanyi, rahasianya terletak pada “prinsip resonansi”. 

Di saat penyanyi mengeluarkan frekuensi suara yang sama dengan frekuensi resonansi pada gelas, maka dapat membuat kaca gelas tersebut mengalami getaran besar, yang akhirnya dapat memecahkan gelas tersebut. 

Sebelum atraksi penyanyi terlebih dahulu mengetuk gelas, mencari frekuensi nada tetap pada gelas, lalu pada saat bernyanyi akan secara perlahan menaikkan frekuensi suaranya, hingga mencapai tinggi nada yang sama dengan gelas, lalu gelas akan beresonansi dengan suara nyanyian, memperbesar energi gelombang suaranya, bergetar hingga akhirnya gelas itu pecah. Bisa atau tidaknya gelas itu pecah, sepenuhnya tergantung pada kemampuan penyanyi menentukan nada dan kemampuan menguasai pita suaranya sendiri. Tanpa pelatihan profesional dalam hal tarik suara, untuk bisa melakukan hal ini adalah suatu hal yang tidak mudah.

Fenomena Resonansi Dalam Kehidupan

Lalu mengapa cerita hari ini dimulai dari “jurus auman singa”? Karena dalam buku Hayward juga dijelaskan tentang seorang penyanyi memecahkan sebuah gelas arak dengan menyanyikan sebuah nada, yang kemudian juga menimbulkan pembahasan pembuka wawasan banyak orang. Karena Hayward menilai, resonansi adalah semacam cara bagi kita untuk berkomunikasi dengan alam semesta.

Sesungguhnya fenomena resonansi ada di segala aspek kehidupan kita. Telinga kita mengandalkan membran basal pada koklea untuk beresonansi dengan gelombang suara, agar bisa menangkap suara. 

Frekuensi suara yang dapat beresonansi dengan membran basal adalah antara 20~20.000 Hz, dan inilah rentang frekuensi yang dapat didengarkan oleh manusia normal. Begitu juga dengan mata. Reseptor warna atau sel kerucut pada retina mata kita menyaring spektrum kasatmata dengan metode resonansi, lalu informasi gambar dikirimkan ke lapisan korteks serebral lewat saraf optik untuk diinterpretasikan, sehingga kita bisa “melihat” benda.

Ponsel yang kita bawa kemana saja juga menerima sinyal dengan metode resonansi, dalam ilmu listrik disebut “resonansi listrik”. Tetapi yang diterima bukan gelombang cahaya, melainkan gelombang radio. Alam semesta dipenuhi dengan berbagai macam dan berbagai bentuk energi dan sinyal, yang dihantarkan di tengah ruang yang tak terbatas dalam wujud gelombang, sementara gelombang elektromagnetik telah mencakup mayoritas misi yang ada. 

Gelombang ini eksis hampir di semua tempat di ruang kosmik ini, dalam ruang hampa udara pun ia dapat merambat dengan kecepatan cahaya. Sementara itu spektrum kasatmata sama dengan gelombang radio, adalah semacam gelombang elektromagnetik. Panjang gelombang spektrum kasatmata lebih panjang, sedangkan panjang gelombang radio agak pendek, itu saja perbedaannya.

Bagaimana Mendapatkan Energi dari Alam Semesta?

Bicara soal hampa udara, mekanika quantum telah membuktikan konsep “hampa udara tidak hampa” melalui percobaan, menganggap dalam hampa udara walaupun tidak terdapat substansi konvensional, tetapi dapat terdeteksi fluktuasi quantum, jadi, “tidak hampa”. 

Sedangkan di dalam hampa udara juga eksis energi fundamental yang ada dimana-mana, yang disebut “energi vakum” atau disebut juga zero-point energy

Fisikawan bernama Harold E. Puthoff malah meneliti lebih lanjut dan berpendapat bahwa pada ruang-waktu manusia ini, kondisi fundamental substansi tidak seperti yang terlihat oleh mata kita yang tetap dan statis, melainkan senantiasa bergerak, dan terus menerus berinteraksi satu sama lain dengan energi titik nol pada lapisan dasar. Ketika kita memanfaatkan interaksi semacam ini untuk dihubungkan ke pola dunia yang lebih besar, akan ditemukan bahwa disana terdapat samudera energi yang sangat besar. Maka hal ini telah memberikan kepada kita peluang untuk menyerap energi dari ruang hampa udara.

Akan tetapi Puthoff mengatakan, konsep terhubung dengan alam semesta, dan menyerap energi darinya, bukan pertama kali diciptakan olehnya, bahkan dalam banyak peradaban kuno sudah ada pernyataan semacam ini. Contohnya, aliran Tao di Tiongkok mengatakan “Qi” (baca: chi ), atau istilah “Prana” yang disebutkan para praktisi Yoga di India, atau energi kehidupan yang disebut “Mana” dalam bahasa Hawaii, semua itu berasal dari alam semesta, suatu energi yang tidak akan ada habisnya bagaimanapun kita mengambilnya, dan yang tidak akan pernah habis terpakai.

Walaupun pandangan Puthoff menuai sejumlah tertawaan, bahkan dicap dengan simbol “ilmu semu” atau pseudosains, namun Hayward sangat mendukungnya. Karena selain meneliti ilmu kehidupan Hayward juga seorang penganut ajaran Buddha, ia mengadakan kelas meditasi di banyak tempat, dan menilai meditasi dapat membantu orang meningkat ke level yang lebih tinggi, berkomunikasi dengan alam semesta, mendapat energi dari alam semesta. Secara konkrit, lewat metode resonansi menimbulkan gema dengan energi tingkat tinggi di alam semesta, dengan demikian barulah energi dapat mengalir. Hayward menambahkan, prinsip resonansi telah menembus seluruh alam semesta.

Ada contoh yang sangat baik terkait memperoleh energi dengan cara resonansi, yakni pengisian induktif (pengisian daya secara nirkabel, red.). Beberapa tahun lalu, ketika Tesla mengemukakan ide pengisian daya tak terbatas, semua orang menertawakannya, dikatakan mana mungkin, tanpa media, bagaimana mengirim daya? Tapi sekarang, ponsel yang dapat diisi daya secara nirkabel sudah ada dimana-mana. 

Dan prinsip pengisian daya, sama seperti ponsel menerima sinyal, yakni mengandalkan fenomena “resonansi listrik” antara dua kumparan elektromagnetik. Sebenarnya dalam percobaan “auman singa” kita juga dapat melihat, dari mana kekuatan yang dapat memecahkan gelas? Bukankah dihantarkan melalui udara dari tubuh sang penyanyi?

Tetapi untuk beresonansi dengan energi tingkat tinggi atau makhluk tingkat tinggi di alam semesta, kita harus terus menerus berlatih untuk menyesuaikan frekuensi tubuh kita, hingga sama dengan frekuensi di sana. Jika dijelaskan dengan kebijaksanaan Tiongkok kuno, yakni harus mencapai tingkatan “langit dan manusia menyatu”, maka efek resonansi ini baru dapat terwujud, kita baru dapat menerima sinyal dari sana, dan memperoleh energi.

Dalam bukunya Hayward mengatakan, sebenarnya banyak kebudayaan kuno telah memahami hal ini. Itulah sebabnya banyak metode kultivasi spiritual menekankan latihan yang berulang-ulang. Berulang kali membaca suatu kalimat dalam kitab suci, atau seperti masyarakat adat berulang kali berlatih semacam tarian atau tabuhan genderang tertentu.

Dalam latihan hari demi hari itu, tubuh kita yang tadinya biasa saja perlahan akan diselaraskan menjadi dapat merasakan kondisi energi tertentu, kita merasa telah menjadi bagian darinya, maka dengan sendirinya, juga dapat menerima informasi dari sana. 

Suatu fenomena yang sangat menarik adalah, orang yang dapat melihat pemandangan dimensi lain, jika Anda bertanya padanya bagaimana bisa melihatnya, biasanya mereka tidak bisa menjawab, hanya dikatakan ia sudah melihatnya, percaya atau tidak terserah Anda. Mungkin bagi mereka, begitu saluran itu terbuka, melihat benda pada dimensi lain sama alaminya dengan melihat dengan mata biasa, atau alamiah seperti ponsel menerima panggilan telepon.

Fraktal

Lalu, mengapa menggunakan efek resonansi dapat menerima informasi dari alam semesta?

Hayward mengatakan, ini mau tidak mau harus menyinggung soal ilmu fraktal yang diciptakan oleh Benoit Mandelbrot. Ia adalah seorang ahli matematika Polandia yang lahir pada 1924. 

Menurutnya, banyak benda di alam ini, seluruhnya atau sebagian memiliki karakteristik “kemiripan diri sendiri”, inilah konsep “fraktal”. Satu contoh yang tipikal adalah Romanesco Broccoli, setiap kuncupnya yang kecil adalah berbentuk pagoda seperti keseluruhan sayuran itu.

Selain itu banyak benda di alam ini yang pada umumnya dianggap kasar atau kacau, sebenarnya juga memiliki karakteristik “kemiripan diri sendiri”. Contoh yang biasanya dikemukakan oleh Mandelbrot adalah garis pesisir pantai. Garis pesisir pantai bila dibesarkan 10 kali lipat atau 100 kali lipat, akan sangat menyerupai bentuk garis pesisir tersebut secara keseluruhan.

Contoh lain lagi, awan yang melayang di angkasa terlihat tidak beraturan, juga tidak stabil. Akan tetapi, para ilmuwan menemukan, setelah lapisan awan diperbesar untuk diamati, bentuk bagian tertentu memiliki pola yang menyerupai awan itu secara keseluruhan. Kemiripan seperti ini bahkan tetap eksis bila diperkecil ke bagian sepersejuta.

Di bidang biologi, fraktal juga acap kali muncul. Pada sel saraf, pada struktur serat yang terbentuk dari aktin, juga dalam proses pergerakan sel, para ilmuwan mendapati fenomena fraktal yang sangat “mirip diri sendiri”. 

Pada saat ini, dalam ilmu biologi sel fenomena fraktal terdapat dimana-mana, mulai dari protein sampai organel sel, dan sampai keseluruhan sel pun dapat terlihat.

Mandelbrot kemudian mengemukakan, kecil hingga sekecil pembuluh darah manusia dan struktur paru-paru, besar hingga sebesar kilatan petir, bahkan galaksi pada alam semesta, memiliki karakteristik yang sama. Ketika ia menggunakan model matematika menampilkan konsep “kemiripan diri sendiri”, seluruh komunitas ilmiah pun gempar. Karena Mandelbrot seolah-olah telah membuktikan teori “sekuntum bunga sebuah dunia” dalam ajaran Buddha dengan metode matematika yang tidak hanya sekedar tingkat spiritual seorang kultivator, terlebih lagi kemungkinan semacam eksistensi secara realita.

Bagi Hayward yang cukup mendalami kebudayaan ajaran Buddha juga menilai demikian, mengatakan keberadaan fraktal telah membuat manusia “melihat tak terbatas dari sebutir pasir”. 

Dipahami dengan konsep fraktal, dunia yang terlihat kacau ini sebenarnya teratur, setiap bagian memiliki pola keberadaannya mulai dari mikro hingga makro. Sebenarnya konsep dalam mekanika quantum juga seperti itu. 

Dalam dunia quantum, seluruh dunia adalah badan utuh yang tak terpisahkan, yang terbentuk dari bagian kecil yang digabungkan, yang dinamis, dan juga bergerak mengalir.

Dalam dunia seperti ini, sekuntum bunga bisa jadi sebuah dunia, satu orang juga bisa jadi sebuah alam semesta, atau sebuah fraktal dari suatu alam semesta besar. Jadi ketika frekuensinya sama, kita dengan sendirinya dapat beresonansi dengan kesadaran energi di alam semesta yang lebih besar. Ibarat hubungan garpu tala dengan piano. Ketika penyetem menyelaraskan nada garpu tala akan diketuk, garpu tala akan mengeluarkan nada alto C, lalu penyetem akan meletakkan garpu tala pada plat tone piano. Jika intonasi di kunci C tengah piano dikalibrasi dengan baik, piano akan beresonansi merespon garpu tala, mengeluarkan suara yang sama. Hayward mengatakan, mungkin inilah cara manusia dapat berinteraksi dengan Tuhan.

Jika kita tidak bisa berkomunikasi dengan dimensi di luar sana, itu berarti frekuensi kita belum dikalibrasi dengan baik, banyak-banyaklah berlatih, memperbaiki/membenahi diri, mungkin pada suatu hari akan bisa melakukannya. Tepat seperti kita melihat percobaan gelas yang digetarkan hingga pecah, jika kita mampu berkomunikasi dengan makhluk tingkat tinggi yang memiliki energi tak terhingga di alam semesta, maka energi yang bisa kita peroleh juga sangat besar.

Pada episode sebelumnya kami telah kemukakan tentang dua orang “pawang hujan”, yang hanya berbekal doa yang sederhana, mereka bisa meminjam kekuatan alam semesta, dan berhasil meminta hujan bagi warga setempat. Padahal masalah ini hingga sekarang, masih merupakan permasalahan yang tidak bisa dijelaskan oleh komunitas ilmiah. Lihat saja apa yang terjadi pada musim kemarau tahun ini tentu Anda mengerti. (Sud/Whs)