Fenomena Usai Lepas Blokir : Warga Borong Obat Anti-Demam, Personel Ber-APD Jadi Pengangguran

oleh Xia Yu

Setelah selama 3 tahun menerapkan kontrol ketat dalam mencegah penyebaran epidemi yang hasilnya tidak memuaskan, pemerintah Tiongkok terpaksa mencabut sebagian besar kewajiban melakukan tes asam nukleat dan pemblokiran wilayah yang tiada duanya di dunia. Namun, berbeda dengan dunia lainnya adalah, begitu pembukaan blokir, warga sipil di Tiongkok buru-buru ke apotik untuk memborong obat anti-demam dan alat tes cepat (PCR), dan jutaan orang warga yang direkrut pemerintah untuk menangani pekerja yang berkaitan dengan epidemi menghadapi pengangguran.

Kebijakan Nol Kasus yang sudah berjalan selama 3 tahun telah merusak ekonomi Tiongkok, dan sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat, selain menyebabkan protes yang pecah di seluruh Tiongkok pada akhir bulan November.

Pada 7 Desember, konferensi pers Mekanisme Pencegahan dan Pengendalian Bersama Dewan Negara Tiongkok mengumumkan “Sepuluh Tindakan Baru” untuk pencegahan dan pengendalian epidemi, yang isinya tidak lagi mensyaratkan pengujian asam nukleat bagi semua karyawan, dan orang-orang tidak lagi perlu memberikan bukti tes negatif COVID-19 untuk melakukan perjalanan ke seluruh negeri, melepaskan sinyal yang seirama dengan Barat yakni ” Hidup berdampingan dengan virus”.

Kecepatan perubahan kebijakan Tiongkok telah membuat khawatir para pakar luar negeri yang memperkirakan bahwa Beijing akan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ancaman terhadap kesehatan masyarakat sebelum mencabut penguncian.

Warga sipil memborong antipiretik lebih hebat daripada disaat awal wabah menyebar

Hari Kamis, JD.com lewat media sosial menyebutkan bahwa volume perdagangan obat-obatan untuk mengatasi pilek, demam, dan batuk melonjak 18 kali lipat dalam sepekan terakhir, dibandingkan dengan periode yang sama di bulan Oktober, khususnya setelah langkah pelonggaran di seluruh negeri diberlakukan pemerintah. Penjualan masker meningkat lebih dari 7 kali lipat, sedangkan penjualan alat tes cepat meningkat 5 kali lipat, kata perusahaan itu.

Pencarian Baidu menunjukkan bahwa untuk obat penurun demam ibuprofen dan istilah yang berkaitan dengan “gejala COVID-19” justru mulai meningkat sejak hari Senin, dan pencarian tersebut kemudian semakin melonjak di kemudian harinya. Pencarian untuk “ibuprofen” juga naik 4 kali lipat dalam seminggu terakhir dibandingkan dengan sepekan sebelumnya.

Di luar klinik demam yang berafiliasi dengan Rumah Sakit Pusat Wuhan, tempat whistleblower Li Wenliang pernah bekerja, terlihat ada lebih dari 100 orang berbaris untuk mendapatkan perawatan, dipimpin oleh staf dengan pakaian pelindung berwarna putih.

Akibat kekhawatiran terhadap gelombang baru infeksi virus yang diperkirakan masih akan terjadi, penduduk sudah tidak peduli lagi dengan himbauan pemerintah untuk tidak menimbun bahan pangan dan obat-obatan, dan langsung memborong obat-obatan anti-demam, obat tradisional Tiongkok dan alat tes antigen sampai banyak apotek kehabisan barang.

Dua apotek di Kota Wuhan yang dikunjungi Reuters pada hari Kamis menunjukkan bahwa obat-obatan untuk penurun demam, vitamin C atau obat batuk sudah habis terjual. “Ini belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan pada saat awal wabah menyebar pada tahun 2020”, kata seorang apoteker Wuhan bermarga Liu kepada Reuters.

Menurut laporan “Washington Post”, Elina Wang, pembuat film dokumenter yang tinggal di gang sempit di pusat kota, mengatakan bahwa sejak bulan Oktober, komunitasnya telah mengalami empat kali penguncian, tetapi kasus infeksinya setiap kali lebih parah dari sebelumnya.

“Antrean (untuk membeli obat) tidak ada gunanya. Ini sama gilanya dengan situasi ketika mencoba memborong bahan pangan sebelum lockdown”.

Pada 9 Desember 2022, warga sedang berbaris di depan klinik demam di Beijing. (Noel Celis/AFP)

Korban Kasus Nol, Jutaan petugas ber-APD menghadapi pengangguran

Dalam banyak hal, kebijakan Nol Kasus PKT dilaksanakan oleh sekelompok orang yang direkrut pemerintah dengan mengenakan pakaian pelindung besar. Setelah warga menjadi semakin tidak sabar dengan pergerakan yang sangat terbatas akibat pemblokiran, konflik dengan petugas ber-APD ini menjadi semakin banyak. Namun, karena pembebasan pemblokiran yang dramatis, para pekerja ber-APD ini menghadapi nasib terkena PHK massal.

Sun Si, seorang wanita warga Provinsi Anhui timur berusia 21 tahun yang berjuang untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus sekolah, lalu direkrut dan dipekerjakan di sebuah pos pemeriksaan COVID-19 untuk mendapatkan penghasilan penting bagi kelangsungan hidupnya. Lapor Nikkei.

Tapi Sun Si dan rekan-rekannya dipecat minggu ini. “Kami terkejut dengan kecepatan pemerintah Tiongkok dalam berubah pikiran dan menghapus semua pos pemeriksaan lokal”, “Kami sedang mencari pekerjaan, semoga saja bisa mendapatkan kesempatan kerja setelah pembebasan blokir”.

Tidak ada angka resmi mengenai seberapa banyak para petugas ber-APD ini direkrut otoritas selama pandemi COVID-19. Tetapi diperkirakan ada jutaan orang yang telah direkrut otoritas di lebih dari 38.000 kota dan teritori lokal di seluruh negeri.

Awalnya, banyak petugas ber-APD ini adalah para profesional medis atau relawan mahasiswa. Jumlah mereka membengkak setelah pelaksanaan kebijakan Nol Kasus tidak tergoyahkan diumumkan pemerintah pusat, jadi skup mereka membengkak dan sekarang termasuk para pekerja komunitas, petugas pemadam kebakaran, supir taksi, petugas polisi, dan petugas keamanan yang memberlakukan penguncian sadis yang membuat warga sipil kesal dan marah.

Meskipun beberapa petugas ber-APD berselisih dengan masyarakat karena perilaku kasar mereka, tetapi Dan Macklin, seorang analis politik yang berbasis di Shanghai mengatakan : “Sebagian besar petugas ber-APD ini baru direkrut setelah sulit mendapatkan lowongan pekerjaan, bukan karena mereka ingin mensukseskan kebijakan Nol Kasus PKT”.

“Banyak kolega saya yang menganggur atau ibu rumah tangga. Dan tidak ada peluang bagus lainnya selama pandemi”, kata wanita bernama Sun Si.

Pekerja garis depan yang dibebankan kepada para petugas ber-APD dan perintah yang selalu berubah-ubah dari berbagai tingkat pemerintahan PKT, jika gagal dalam pelaksanaannya, maka mereka ini yang akan dimintai pertanggungjawaban.

“Mereka adalah pahlawan, eksekutor, penerima manfaat, kambing hitam, dan korban dari kebijakan Nol Kasus PKT”, kata analis politik Dan Macklin. Kekuatan akar rumput dapat diberdayakan jika sesuai dengan tujuan yang lebih luas dari PKT dan dilucuti saat tidak diperlukan lagi”.

Perubahan dramatis dalam pernyataan resmi PKT

Ada juga perubahan dramatis dalam media pemerintah Tiongkok. Kepala yang tadinya memperingatkan tentang keseriusan varian Omicron pada awal tahun ini sekarang mengatakan Omicron tidak membahayakan. Perubahan mendadak itu memicu komentar marah di dunia maya, baik dari mereka yang menganggap peringatan itu dibesar-besarkan maupun dari mereka yang masih percaya bahwa varian itu tetap berbahaya.

Sebulan yang lalu, Wu Zunyou, kepala ahli epidemiologi di CDC Tiongkok memperingatkan bahwa infeksi oleh varian Omicron akan menghasilkan serangkaian gejala sisa jangka panjang. Namun pada hari Rabu dia mengucapkan dengan hal yang plin-plan, bahwa kasus infeksi yang tidak terlalu parah dapat pulih dengan sendirinya tanpa perawatan medis khusus setelah mereka beristirahat cukup dan minum banyak cairan.

Pada 8 Desember, Liu Xin, pembawa acara CGTN, stasiun televisi internasional memposting klip wawancara di Twitter dan Weibo. Pakar kesehatan resmi PKT dalam klip tersebut mengatakan bahwa tidak perlu takut dengan virus komunis Tiongkok (COVID-19), karena obat tradisional Tiongkok dapat meredakan gejalanya.

James Zimmerman, mantan ketua Kamar Dagang Amerika di Tiongkok dan seorang pengacara Amerika Serikat yang sekarang tinggal di Beijing menulis pesannya di Twitter yang berbunyi : Mesin propaganda (PKT) sedang bekerja dengan gila-gilaan, dan garis utama narasi resmi (PKT) pada tahun 2022 akan menjadi revisionisme, yakni memudarkan masalah, mengarang demi   melupakan”. (sin)