Sepak Terjang Beijing dalam Merebut Sistem Hak Kepemilikan Data

DR Xie Tian

Dewan Negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 19 Desember lalu mengumumkan “Sistem Pondasi Pembentukan Data dan Pendapat Pemanfaatan Elemen Data Dengan Lebih Baik”, dikemukakan tindakan apa yang disebut “20 aturan kebijakan”, termasuk “membangun sistem hak milik data, membangun sistem aliran dan transaksi elemen data, membangun sistem pembagian keuntungan elemen data yang adil, membangun sistem penanganan elemen data yang aman terkendali dan fleksibel serta toleran”.

Menurut penjelasan dalam dokumen Partai Komunis Tiongkok (PKT) ini, pembangunan sistem pondasi data “menyangkut perkembangan dan keamanan secara keseluruhan”.

Tujuan pemerintah mengeluarkan 20 aturan tersebut adalah, untuk mengembangkan “skala data yang besar” dan “keunggulan aplikasinya yang kaya”, “mengaktifkan potensi elemen data, memperkuat dan memperbesar ekonomi data, meningkatkan daya dorong pertumbuhan ekonomi yang baru dan membangun keunggulan daya saing negara”. Dengan kata lain, PKT telah mendefinisikan ekonomi data sebagai terobosan baru bagi perkembangan ekonomi Tiongkok, yang dapat memberikan keunggulan daya saing internasional yang baru bagi Beijing.

Seperti diketahui, perkembangan dan aplikasi Big Data, faktor paling krusial saat ini adalah keseimbangan dan pertimbangan terkait keamanan data, privasi, dan rahasia bisnis.

Pendapat PKT ini adalah hendak “melindungi keamanan data nasional, melindungi informasi pribadi, dan rahasia bisnis sebagai prasyarat”, ketiga prasyarat ini pada dasarnya saling bertolak belakang.

Salah satu karakter busuk rezim RRT adalah, selalu melanggar HAM, melanggar privasi warga Tiongkok juga kepentingan individu warga Tiongkok, serta melanggar kepentingan bisnis dan ekonomi perusahaan swasta, yang dimaksud PKT dengan melayani “pemerintah dan negara”, sebenarnya adalah layanan bagi kalangan elite PKT. 

Dengan kata lain, prasyarat dari dibangunnya sistem pondasi data oleh PKT, adalah saling kontradiksi, saling konflik, serta tidak dapat diselaraskan, sistem atau aturan seperti apapun yang dibangun di atas “pondasi” yang seperti pasir bergerak ini, ditakdirkan akan selalu tidak adil, tidak masuk akal, dan tidak bisa memenuhi hak dan kepentingan warga.

Kantor berita RRT yakni Xinhua News mempublikasikan tanya jawab dengan Komisi Pengembangan dan Reformasi Nasional, di antaranya disebutkan akan mendorong “empat tindakan”, termasuk “memperkuat kepemimpinan partai terhadap pekerjaan pembangunan sistem pondasi data; memperbesar dukungan kebijakan, memperkuat perusahaan elemen data; aktif memotivasi uji coba dan penelusuran, mendukung industri dan perusahaan di kawasan Provinsi Zhejiang dan sekitarnya yang memiliki kelebihan untuk memulai uji coba lebih dulu; secara bertahap mendorong pembangunan sistem, merampungkan kebijakan dan standar mata rantai krusial terkait batasan hak milik data, arus aliran dan transaksi data”.

Jika kepentingan partai politik ditempatkan di posisi teratas, partai sesat PKT “memimpin secara menyeluruh” terhadap sistem pondasi data di Tiongkok, maka seluruh kelompok yang berkepentingan di luar kalangan elite PKT mulai dari kelompok kepentingan, organisasi non-pemerintah, warga individu Tiongkok, dan perusahaan swasta, sepenuhnya tidak mungkin ada hak untuk ikut serta dalam menetapkan aturan main, juga tidak akan ada jaminan hak dan kepentingan dari aturan tersebut. 

Oleh sebab itu pula, sistem dasar seperti itu ditakdirkan akan menjadi alat bagi kelompok berkepentingan PKT untuk menindas, mengeksploitasi, dan memeras hak dan kepentingan warga Tiongkok.

Penguasa PKT terus menekankan konsep “kedaulatan data negara”, memperkuat kendali terhadap rakyat, perusahaan swasta, dan masyarakat dengan data, serta memperkuat persaingan dan perlawanannya terhadap negara-negara demokrasi.

Kepemilikan Big Data terutama data yang menyangkut konsumen, warga biasa, menyangkut kebutuhan pokok masyarakat, kebiasaan konsumsi, kemampuan ekonomi, kecenderungan berbelanja dan lain-lain, terutama data konsumsi yang telah menghubungkan “pasar dan keranjang” (market and basket), di negara manapun di dunia masih merupakan suatu hal baru yang belum mempunyai batasan hak kepemilikannya, legislator di semua negara masih menelaah bagaimana cara menetapkan batasan  hak kepemilikan atas kekayaan intelektual ini. Dalam kondisi belum adanya batasan yang jelas secara hukum, maka lembaga, organisasi, atau perusahaan yang telah mengumpulkan semua Big Data ini, setidaknya untuk saat ini, adalah pemilik yang sah atas data tersebut, juga merupakan pihak yang berhak memperjual-belikan atau mengalihkannya.

Di negara yang normal, jika lembaga pemerintah mengumpulkan data tersebut, karena pemerintah didukung para wajib pajak, maka data pemerintah tersebut harus dipublikasikan, dan harus dibuka secara cuma-cuma bagi seluruh warganya. Setiap warga, bahkan warga asing dan setiap orang yang bisa mengumpulkan data lewat internet di seluruh dunia, bisa mendapatkan dan menggunakan data-data tersebut secara bebas dan tanpa dikekang. Ketika penguasa PKT menekankan konsepsi “kedaulatan data negara”, sebenarnya adalah cara merampas ala “revolusi proletar” dalam bentuk lain, adalah semacam “mengganyang tuan tanah dan membagi-bagikan tanah”, adalah semacam “modifikasi sosialisme terhadap kapitalisme industri dan perdagangan”, adalah sekali lagi mengambil alih hak kepemilikan data yang seharusnya milik seluruh warga, menjadi milik partai komunis sepenuhnya, menjadi milik kaum elite partai komunis sepenuhnya, bisa dimanfaatkan para elite itu sebagai alat menumpuk harta dan kekayaan, yang dipergunakan untuk menindas rakyat.

Data atau Big Data, memang adalah semacam elemen produksi model baru, ia memiliki karakter tidak berwujud dan tidak habis dikonsumsi, hampir bisa diduplikasi dengan modal nol. Oleh sebab itu pula, masalah kepemilikan data, tidak bisa dibatasi dengan kriteria pada kepemilikan, aliran, pembagian, dan penanganan yang konvensional. Tapi kepemilikan yang tidak jelas, bukan berarti PKT bisa menggunakan birokrasi dan kekerasan untuk merampasnya lebih dulu menjadi miliknya secara sepihak. Dewan Negara dan Pusat PKT memposisikan, Komisi Pengembangan dan Reformasi Nasional memimpin, menciptakan “20 aturan” ini bahkan membentuk tim ilmuwan lintas disipliner untuk meneliti dan mengembangkannya, pada hakikinya ini adalah perampasan kepentingan rakyat Tiongkok atas kepentingan Big Data ini, menggunakan teknologi tinggi untuk memenuhi pundi-pundi uang PKT.

Di tengah masyarakat Tiongkok sekarang ini, yang menguasai pengumpulan, penyimpanan, organisir, analisa dan aplikasi Big Data, tentu saja adalah perusahaan di industri internet yang sedang berkembang, mereka telah menguasai data para konsumen, data pembelian dan pasar, data keuangan pribadi konsumen, kredit, history belanja, history pinjaman dan lain sebagainya, inilah yang membuat PKT amat tertarik, merupakan aset yang harus dirampas oleh PKT. Maka dikeluarkanlah peraturan ini, tujuan untuk mengikatkan belenggu pada perusahaan internet dengan Big Data. Hari-hari indah bagi para pengusaha internet dan juga bisnis online tidak akan lama lagi. PKT bahkan menyatakan akan membentuk “platform registrasi elemen data terpadu nasional”, “mendorong penempatan platform inovasi elemen data”, mendorong proyek tiga dimensi “timur berhitung barat mengkalkulasi”, yang semakin menggunakan cara-cara paksa pemerintah, untuk merampas aset data milik perusahaan swasta yang sedang berkembang.

Mengapa sekarang penguasa PKT hendak dengan cepat membangun sistem kepemilikan data? Karena ekonomi RRT tengah di ambang kehancuran, pemerintah PKT membutuhkan suatu terobosan baru, membutuhkan titik pertumbuhan ekonomi yang baru. Di saat yang krusial seperti ini, perusahaan teknologi finansial internet yang memiliki kekayaan data, adalah daging empuk yang menjadi sasaran mereka. Ketika semua negara masih membahas kepemilikan kekayaan intelektual atas Big Data, batasan ruang lingkup kekuasaannya, perlindungan intelektual dan hak individu, PKT sudah tdiak sabar lagi, langsung melompat keluar dan merebut alat produktivitas dan pondasi kekayaan yang baru ini!

Penyalahgunaan data oleh pemerintah PKT, menjadikan Big Data sebagai alat bagi lembaga berwenang untuk mengendalikan gerak gerik seseorang, telah terpapar jelas selama pandemi dan proses pengendalian pandemi kali ini. Kode Kesehatan PKT diterapkan di seluruh Tiongkok, dan Kode Kesehatan telah menjadi suatu kebiasaan baru di era pasca pandemi, menjadi alat yang ampuh bagi PKT untuk mengendalikan warganya. Menurut perkiraan akademisi Tiongkok, diperkirakan hingga 2025, jumlah data yang dihasilkan di RRT akan mencapai 48,6 Zettabyte, sekitar 27,8% dari total data di seluruh dunia.

Zettabyte adalah unit kapasitas penyimpanan pada komputer, 1 Zettabyte setara dengan 1 trilyun GB. Bagi kebanyakan rakyat Tiongkok, bagi pemilik usaha dan perusahaan mereka, bagi praktisi teknologi canggih, peraturan baru PKT ini berarti pemerintah turun tangan lebih dulu, sekaligus merampas terlebih dahulu semua madu yang ada, dan memetik semua buah di pohon, di masa mendatang rakyat hanya bisa melihat para elite PKT dan kelompok berkepentingannya kaya raya dengan ekonomi data dan aset data yang mereka miliki, sementara rakyat Tiongkok, warga biasa, dengan sedih hanya bisa melihat mereka hanyalah sebuah bidak di dalam ekonomi data dan dunia data yang terbentuk dari kamera CCTV, Kode Kesehatan, pemindai, alat pembayaran digital, mata uang digital, sistem komputer dan server di baliknya.

Sistem kepemilikan data PKT ini, apakah tidak akan membuat Anda bergidik? (sud)