Tiongkok Mengubah Intonasinya Tentang Gejala COVID-19 yang Kini Merebak Luas

 Kathleen Li

Ketika mencabut pembatasan nol-COVID pada awal Desember, rezim Tiongkok menekankan sifat gejala ringan pada sebagian besar pasien. Laporan resmi menyatakan bahwa sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala. Beberapa netizen Tiongkok sekarang sedih ketika para dokter melaporkan kasus miokarditis, terutama di antara pasien muda dan setengah baya. Selain itu, meskipun ada jaminan resmi bahwa gejala akut jarang terjadi, laporan media sosial mendokumentasikan berbagai keluhan yang membuat pasien sulit kembali bekerja.

Menyusul demonstrasi yang merebak luas pada akhir November, Tiongkok membalikkan kebijakan nol-COVID, menghapus persyaratan tes dan lockdown ekstrem selama tiga tahun terakhir.  Hasilnya adalah lonjakan dramatis dalam kasus COVID-19, membanjiri sistem kesehatan Tiongkok, menyebabkan kekurangan obat dan krematorium yang beroperasi selama 24 jam.

Ketika wabah berlanjut, berbagai gejala telah muncul di antara mereka yang terinfeksi. Media sosial dipenuhi dengan diskusi tentang gejala umum COVID-19 termasuk kelelahan ekstrem, berkeringat, sakit mata, kehilangan penglihatan sementara, dan gejala gastrointestinal atau pencernaan. Gejala “Brain fog” juga termasuk di antara pencarian internet teratas. Brain fog adalah gejala seperti sakit kepala, sulit berkonsentrasi, merasa kebingungan, dan mental yang terganggu.

Netizen menunjukkan bahwa banyak gejala terjadi lebih dari seminggu setelah terinfeksi COVID-19, sehingga sulit untuk kembali bekerja, meskipun PKT telah memandu bahwa orang harus tetap bekerja setelah terinfeksi.

Selain itu, para dokter memperingatkan bahwa beberapa dari mereka yang terinfeksi COVID-19 dapat mengembangkan miokarditis. Pada 27 Desember, Zhou Yujie, wakil direktur Rumah Sakit Anzhen Beijing, mengatakan kepada kantor berita yang dikelola pemerintah Xinhua bahwa beberapa pasien – umumnya berusia muda atau setengah baya – akan mengembangkan miokarditis. Peradangan jantung biasanya terjadi dua minggu setelah infeksi.

Laporan-laporan ini bertentangan dengan pernyataan resmi pada awal Desember yang mengungkapkan keyakinan bahwa sebagian besar orang yang terinfeksi akan tanpa gejala. Menurut Li Lanjuan, direktur Laboratorium Nasional untuk Pengendalian Penyakit Menular, pada 12 Desember: “Strain Omicron sebagian besar tidak menunjukkan gejala atau dengan gejala yang sangat ringan,” mengutip media pemerintah Tiongkok, Zhejiang Daily. Ia juga menyampaikan : “Tidak perlu panik sama sekali.”

Netizen mulai mempertanyakan kejujuran pernyataan PKT sebelum pembalikan kebijakan pengendalian pandemi. Sebuah artikel pada 29 Desember di situs berita Tiongkok NetEase mengatakan “para ahli akhirnya mengakui” tingkat keparahan gejala virus.

Menyoroti ketidaksinambungan antara kenyataan dan pernyataan pemerintah, artikel tersebut mengutip konferensi pers pada 2 Desember oleh pejabat kota di Guangzhou, ibu kota provinsi Guangdong, Tiongkok selatan. 

Para pejabat menyatakan bahwa sekitar 90 persen dari 162.700 kasus COVID-19 di kota itu yang terlihat dalam putaran pandemi ini tidak menunjukkan gejala, dengan hanya empat kasus penyakit serius, dan tidak ada kematian. Pejabat kesehatan Guangzhou membandingkan gejalanya dengan gejala flu musiman.

Sebagai pengakuan bahwa Tiongkok meremehkan efek virus, Komisi Kesehatan dan Kebugaran Kota Beijing merilis Pedoman Pakar tentang Manajemen Kesehatan Pasien yang Terinfeksi dalam Periode Pemulihan pada 29 Desember. Pedoman tersebut mencantumkan sembilan masalah kesehatan utama dalam masa pemulihan pasien COVID-19, yaitu sesak napas, batuk, kelelahan, insomnia, nyeri, jantung berdebar-debar, kehilangan suara, kesulitan menelan, gangguan indra penciuman dan perasa. (asr)