Pakar AS : Seluruh Pidato Liu He di WEF Davos Berisi Kebohongan

oleh Xia Yu

Liu He, Wakil Perdana Menteri Tiongkok dan pejabat ekonomi tertinggi di Tiongkok saat ini dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia (World Economy Forum) Davos, Swiss mengatakan bahwa “Tiongkok telah kembali membuka diri”, dan “Tiongkok telah kembali”. Para elit asing selain menanggapi dengan dingin slogan-slogan stereotip PKT semacam ini, tetapi juga ada pakar Amerika Serikat yang dengan tajam menyatakan bahwa setiap ucapan Liu He itu adalah kebohongan.

Penampilan Liu He di WEF Davos tahun ini mungkin menjadi yang terakhir kali dari masa jabatannya. Pada 17 Januari, Liu He menyampaikan pidato di WEF Davos, Swiss. Di sana ia tidak membicarakan mengenai tragedi epidemi di Tiongkok, tetapi dengan penuh semangat membicarakan tentang keterbukaan Tiongkok. Pada 18 Januari, Liu He mengadakan pertemuan makan siang pribadi dengan para eksekutif perusahaan besar dari seluruh dunia, dan berbicara banyak tentang “Tiongkok telah kembali”. Rupanya ia mencoba untuk memperbaiki hubungan ekonomi yang rusak akibat kebijakan Nol Kasus yang berlangsung selama 3 tahun, dan berusaha menyambung kembali hubungan AS – Tiongkok yang telah memburuk.

Rana Mitter, profesor sejarah dan politik Tiongkok modern dari Universitas Oxford, mengatakan kepada Financial Times bahwa pejabat Tiongkok sudah terbiasa datang ke Davos dengan segudang janji reformasi.

“Bisnis Tiongkok akan semakin dikaitkan dengan (kepentingan) partai, dan masih diharapkan untuk menyesuaikan informasi perusahaan mereka agar lebih klop dengan cerita perkembangan Tiongkok di dunia”, kata Rana Mitter.

Mark Williams, kepala ekonom Asia di Capital Economics mengatakan kepada Financial Times : “Liu He telah dipandang sebagai pembawa standar reformasi ekonomi. Namun, pada saat yang sama, kebebasan pasar (Tiongkok) justru mengalami kemunduran yang mencolok, selama bertahun-tahun Liu He menjabat sebagai tangan kanan ekonomi Xi Jinping.”

Pada 21 Januari, Bradley Thayer, Direktur Kebijakan Tiongkok di Security Policy Center, sebuah think tank di Washington telah menerbitkan sebuah artikel di “the Hill” yang berjudul “Liu He Tiongkok di Davos : Setiap Ucapannya Adalah Kebohongan”. Bradley Thayer mengatakan bahwa pidato Liu He di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, telah menarik perhatian karena ketidakjujuran dan kebohongannya. Pidato Liu mengingatkan kritik tajam novelis dan aktivis politik Mary McCarthy terhadap penulis sayap kiri Lillian Hellman. Ketika itu, Mary McCarthy dalam penilaiannya terhadap Lillian Hellman mengatakan : “Semua yang dia tulis adalah Kebohongan, termasuk ‘and’ dan ‘the’ !”

Liu He berkata di Davos bahwa “Tiongkok telah kembali.” Tiongkok menyambut baik investor asing untuk kembali menanamkan modalnya, dan percaya bahwa para investor akan melihat ekonomi Tiongkok dengan penuh optimisme. Ia juga dengan percaya diri menyampaikan mengenai ideologi yang digagaskan oleh Xi Jinping. Liu bahkan mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok bakal kembali “normal” pada tahun 2023. Selain itu, Tiongkok (PKT) merupakan kekuatan yang senantiasa mendukung tatanan dan lingkungan internasional.

Memang, tulis Bradley Thayer, karena ekonomi Tiongkok sedang bermasalah gara-gara pertumbuhan ekonomi yang lesu (sekitar 3% dari PDB), akibat masalah struktural yang serius dalam ekonomi, penurunan jumlah populasi, lesunya pasar real estate, tekanan AS pada sektor teknologinya, kekhawatiran investor asing atas pengaruhnya Partai Komunis Tiongkok, serta potensi negara-negara seperti India, Indonesia, Vietnam dan lainnya sebagai alternatif rantai pasokan. Alasan paling penting dari penurunan ekonomi Tiongkok adalah pandemi COVID-19.

“Di Tiongkok, bisnis akan selalu berada di bawah pengaruh Xi Jinping dan PKT. Insiden kesialan     yang dihadapi oleh pendiri Alibaba Jack Ma, yang kritis terhadap regulator keuangan Tiongkok (PKT) telah membuktikan bahwa PKT tidak akan mengizinkan bisnis atau komunitas lain untuk memiliki sedikit pun independensi dari kontrolnya atau lawan politik potensial. Alih-alih mendukung tatanan internasional, Beijing malahan berusaha keras untuk melemahkannya dan (berusaha) menggantinya dengan tatanan yang mereka definisikan sendiri, kemudian menjadikannya agar dapat dikendalikan oleh Beijing”, kata Bradley Thayer.

Bradley juga mengkritik pernyataan Liu He tentang perubahan iklim sebagai tipuan utama. Dalam artikelnya, Bradley Thayer menuliskan ucapan Liu He yang mengatakan : “Mungkin saja  terdapat hubungan yang erat antara COVID-19 dengan perubahan iklim dan krisis kesehatan masyarakat”. Jelas ucapan ini akan membuat risih dan malu orang jujur yang mendengarkan hal ini. Karena  PKT menipu otoritas kesehatan global seperti WHO dan otoritas kesehatan masyarakat negara lain, sehingga menyebabkan wabah virus berkembang menjadi pandemi global.

Bradley Thayer menyimpulkan bahwa semua ucapan Liu He kemungkinan besar adalah tidak benar. Pidatonya harus dianggap sebagai operasi informasi yang dirancang untuk membentuk narasi demi menarik investasi asing dan mengurangi persepsi ancaman terhadap Tiongkok, tidak diragukan lagi PKT takut terhadap antipati dan pengucilan dunia, yang akan membuat rezimnya jatuh.

Bradley dengan tajam menunjukkan bahwa pidato Liu He mengungkap kelemahan PKT. Resesi Tiongkok sedang mengancam kemampuan kontrol PKT, dampak mengerikan terhadap populasi Tiongkok akibat COVID-19, dan bencana kebijakan Nol Kasus — seperti yang ditunjukkan lewat pecahnya protes kertas putih yang terjadi pada musim gugur tahun lalu — semua itu sedang mengancam kemampuan kontrol partai.

Bradley Thayer mengatakan bahwa reaksi keras negara lain terhadap ekspansi PKT akan meningkatkan tekanan pada PKT dan akhirnya mengalahkan PKT. Bradley menyarankan bahwa ini dapat dicapai dengan memblokir atau melarang berinvestasi di Tiongkok sekaligus  mendukung negara lain atau menggalakkan produksi lokal.

Dia juga mengkritik orang-orang yang pro-komunis. “Mereka yang berinvestasi di Tiongkok, mengambil uang PKT atau mengizinkan PKT meningkatkan modal di pasar mereka seharusnya menjelaskan mengapa mereka mendukung tindakan PKT melakukan agresi dan melanggar hak asasi manusia”, kata Bradley Thayer.

Dalam artikel tersebut, Bradley juga memberikan saran kepada para pemimpin dari berbagai negara dan Forum Davos untuk meminta pertanggungjawaban PKT. Dia menulis : “Kita harus menunjukkan catatan hak asasi manusia Tiongkok dan pelanggaran serius yang dilakukan PKT terhadap warganya. Lewat Forum Davos ini Liu He dan pejabat PKT lainnya harus dimintai pertanggungjawaban. Tuan rumah (WEF) seharusnya tidak membiarkan seorang pejabat PKT meratapi hubungan antara perubahan iklim dengan krisis kesehatan global, alih-alih memintanya untuk menjawab bahwa Tiongkok wajib bertanggung jawab atas asal muasal pandemi COVID-19. Selain itu, negara-negara harus menekan PKT untuk mengatasi catatan hak asasi manusia yang brutal di Tiongkok dan penganiayaan terhadap agama dan etnis minoritas, termasuk yang terjadi di Tibet dan Xinjiang.”

Di akhir artikel, Bradley menulis bahwa ucapan Liu He di WEF itu pasti untuk menipu dunia, ia menggunakan kebohongan untuk mencoba membuat dunia kembali percaya kepada PKT, lewat ucapannya bahwa ekonomi dan politik Tiongkok sudah kembali stabil, coba meyakinkan masyarakat internasional bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok sudah kembali ke masa pertumbuhan cepat. Hal ini justru mencerminkan ada kecemasan yang tinggi dalam benak para pemimpin PKT.

Bradley Thayer mengatakan kehadiran Liu He di WEF Davos seharusnya dipandang sebagai sebuah titik balik : Pelanggaran hak asasi manusia dan perambahan terhadap lingkungan yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok, serta agresinya terhadap negara dan tatanan internasional telah tidak lagi dapat ditoleransi (oleh dunia). Kita harus menunjukkan sikap kepada Tiongkok bahwa dunia tidak akan menerima kebohongannya. (sin)