Dampak Bangkrutnya SVB, Bank-Bank AS Kucurkan Dana Rp 426 Triliun Demi Selamatkan First Republic Bank

Jack Phllips

First Republic Bank akan menerima $30 miliar atau Rp 426 Triliun dari beberapa bank-bank terkemuka di Amerika Serikat dalam upaya untuk menstabilkan perusahaan yang sedang bermasalah ini, demikian konfirmasi dari bank-bank tersebut dalam sebuah pernyataan bersama pada Kamis (16/3/2023).

Sebelas lembaga keuangan terbesar di Amerika Serikat akan memberikan suntikan dana kepada bank ini menyusul minggu yang penuh pergolakan yang membuat saham-saham pemberi pinjaman ini anjlok setelah runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) minggu lalu, demikian pernyataan kedua lembaga ini, yang mengonfirmasikan laporan-laporan yang bersumber dari sumber anonim yang mengatakan bahwa telah terjadi perbincangan untuk menyelamatkan First Republic.

“Tindakan bank-bank terbesar di Amerika mencerminkan kepercayaan mereka pada sistem perbankan negara ini. Bersama-sama, kami mengerahkan kekuatan finansial dan likuiditas kami ke dalam sistem yang lebih besar, di mana hal tersebut paling dibutuhkan,” kata bank-bank tersebut dalam pernyataan. 

“Bank-bank kecil dan menengah mendukung nasabah dan bisnis lokal mereka, menciptakan jutaan lapangan kerja dan membantu mengangkat komunitas. Bank-bank besar di Amerika bersatu dengan semua bank untuk mendukung ekonomi kita dan semua orang di sekitar kita,” tambahnya.

Bank-bank yang akan menyediakan deposito termasuk Bank of America, Citigroup, JPMorgan Chase, Wells Fargo, Goldman Sachs, Morgan Stanley, BNY-Mellon, PNC Bank, State Street, Truist, dan U.S. Bank. Deposito-deposito tersebut tidak akan diasuransikan, kata pernyataan itu.

Departemen Keuangan AS, Federal Deposit Insurance Corp, dan Federal Reserve (The Fed) juga mengeluarkan pernyataan yang mengkonfirmasi langkah tersebut.

“Dukungan dari sekelompok bank besar ini sangat disambut baik, dan menunjukkan ketahanan sistem perbankan,” kata ketiga lembaga tersebut.

Setelah tumbangnya SVB dan Signature Bank di New York, ada kekhawatiran bahwa penyebarannya akan menyebar ke First Republic. Bank ini, seperti dua bank sebelumnya, dilaporkan memiliki sejumlah besar deposito yang tidak diasuransikan, sehingga memicu kekhawatiran bahwa para nasabah akan menarik uang mereka secara massal.

Saham First Republic ditutup pada kisaran $115 per saham pada 8 Maret, tetapi pada 16 Maret, saham ini diperdagangkan di bawah $20 karena dihentikan beberapa kali sepanjang minggu. Pada akhir perdagangan reguler pada 16 Maret, sahamnya naik hampir 10%.

Layanan pemeringkat Moody’s mengatakan pada 14 Maret bahwa mereka akan menempatkan First Republic dalam peninjauan untuk penurunan peringkat karena kondisi pendanaan yang sangat fluktuatif  dan bank-bank AS lainnya yang terpapar pada penarikan deposito yang tidak diasuransikan.

Perkembangan ini dapat membantu menenangkan para investor bank setelah kebangkrutan SVB minggu lalu, yang merupakan kegagalan bank terbesar kedua dalam sejarah Amerika Serikat, setelah runtuhnya Washington Mutual pada tahun 2008. Penutupan SVB pada 10 Maret dan Signature Bank yang berbasis di New York dua hari kemudian telah membangkitkan kembali kenangan buruk krisis keuangan yang menjerumuskan Amerika Serikat ke dalam Resesi Besar tahun 2007-2009.

Selama akhir pekan, pemerintah federal, yang bertekad untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan, bergerak untuk melindungi semua deposito bank. Hal ini termasuk simpanan yang melebihi batas FDIC sebesar $250.000 per rekening perorangan, yang memicu kritik dari beberapa investor terkemuka.

Pada 16 Maret, Menteri Keuangan Janet Yellen menegaskan kepada para senator dalam sebuah dengar pendapat bahwa deposito dan tabungan bank “tetap aman” dan bahwa pemerintah federal berkomitmen untuk memastikan bahwa deposito aman dan  sistem perbankan Amerika sehat.

“Saya dapat meyakinkan para anggota komite ini mengenai sistem perbankan kita yang tetap sehat dan masyarakat Amerika dapat percaya tentang  simpanan mereka akan tetap ada ketika mereka membutuhkannya,” kata Yellen kepada para anggota parlemen dalam sebuah pernyataan yang telah dipersiapkan. 

“Tindakan minggu ini menunjukkan komitmen tegas kami untuk memastikan bahwa simpanan para deposan tetap aman.”

Para analis mengatakan bahwa bank-bank telah terpukul karena upaya Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga mengimbangi inflasi yang telah mencapai level tertinggi selama beberapa dekade. Meskipun suku bunga yang lebih tinggi dapat menjinakkan inflasi dengan memperlambat perekonomian, namun hal ini meningkatkan risiko resesi di kemudian hari dan juga dapat merusak harga saham, obligasi, dan investasi lainnya.

Yellen mencatat, penyelamatan ini dirancang untuk memastikan para nasabah dapat memperoleh akses pada uang mereka, membayar tagihan-tagihan mereka, dan membayar para pekerja mereka. Para pemegang hutang dan pemegang saham tidak terlindungi dari kerugian yang terkait dengan keruntuhan bank dan mencatat bahwa The Fed juga mempermudah bank-bank untuk meminjam dalam keadaan darurat.

Pada 16 Maret, ia tidak menyinggung situasi yang berkaitan dengan Credit Suisse, raksasa keuangan yang berbasis di Swiss yang mengalami penurunan harga saham pada awal minggu ini. Perusahaan ini mengatakan dalam sebuah pernyataan minggu ini bahwa mereka akan meminjam hingga 50 miliar franc Swiss, atau sekitar $53 miliar, dari bank sentral Swiss untuk menyediakan lebih banyak likuiditas.

Associated Press berkontribusi pada laporan ini.