Negara-Negara Asia Tenggara Ragu dengan ‘OBOR’ nya Xi Jinping, Takut Digiring Masuk Perangkap Utang

oleh Lan Caixiang

Kini negara-negara Asia Tenggara semakin ragu terhadap investasi yang diberikan Tiongkok lewat inisiatif Sabuk dan Jalan (One Belt One Road. OBOR) yang digalakkan Xi Jinping. Beberapa waktu lalu, pakar ekonomi merilis sebuah laporan yang menyebutkan bahwa negara-negara Asia Tenggara ini takut dengan investasi yang dapat menggiring negara masuk dalam perangkap utang Tiongkok.

Jelang 10 tahun berjalannya Inisiatif OBOR, ekonom Maybank Malaysia merilis sebuah laporan yang memperkirakan, pemulihan ekonomi di era pasca-epidemi ini tidak akan sebesar yang diharapkan.

Laporan itu menyebutkan bahwa pemerintah Tiongkok akan meningkatkan upayanya dalam  membangun infrastruktur utama dan menciptakan investasinya di Asia Tenggara, tetapi ekonom di Maybank memperingatkan bahwa hal-hal yang tidak menguntungkan negara penerima investasi dari proyek OBOR secara bertahap muncul.

Negara-negara Asia Tenggara menjadi semakin ragu-ragu untuk menerima bantuan keuangan dari pemerintah Tiongkok, karena mereka lebih khawatir dengan membuka kesempatan bagi PKT untuk meningkatkan ekspansi kekuatan dan pengaruhnya di Asia Tenggara.

Pada Februari tahun ini, survei think tank Singapura menunjukkan bahwa 64,5% responden di negara-negara Asia Tenggara, terutama Vietnam, Thailand, dan Filipina, semakin khawatir dengan ekspansi kekuatan PKT di negara mereka.

Laporan tersebut juga menyinggung soal adanya sengketa wilayah pemerintah Tiongkok dengan beberapa negara Asia Tenggara. Sehingga Vietnam sekarang bersikap “Sedapat mungkin hindari berurusan dengan Tiongkok” ketika ditanya tentang proyek OBOR. Ini merupakan “alasan krusial” yang efek menghambatnya tidak kecil.

Di negara-negara seperti Kamboja dan Laos, rakyat protes karena banyak desa dan kota terpencil dihancurkan secara paksa demi proyek OBOR.

Selain itu, kenaikan suku bunga yang tinggi dan kenaikan inflasi telah menjerumuskan banyak negara Asia Tenggara ke dalam krisis utang yang lebih parah, yang dapat membahayakan investasi Tiongkok di wilayah tersebut.

Data menunjukkan bahwa 5% dari negara-negara yang menerima pinjaman luar negeri dari pemerintah Tiongkok pada tahun 2010 telah mengalami kesulitan keuangan. Saat ini proporsi ini telah mencapai hampir 60%. Ambil contoh Laos, hanya utang publik dan jaminan publik negara itu kepada Tiongkok saja telah mencapai 27,8% dari PDB Laos tahun 2021.

Su Yue, seorang analis senior dari Economist Intelligence Agency, menunjukkan bahwa lingkungan geopolitik yang memburuk saat ini telah membuat otoritas Beijing mulai mempertimbangkan untuk menghindari risiko, sehingga investasi terhadap proyek OBOR mereka di Asia Tenggara diperkirakan tidak akan mencapai skala sebelum epidemi.

Selain itu, beberapa peneliti di Johns Hopkins School of Advanced International Studies di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa banyak negara Afrika telah terperangkap dalam  utang proyek OBOR yang sulit mereka lunasi.

Menurut “Inisiatif Penangguhan Utang” yang dibentuk oleh Kelompok 20 (G20) karena pandemi, bahwa hanya kedua bank ini, yakni Bank Ekspor-Impor Tiongkok dan Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Tiongkok, telah mengurangi utang dari 16 negara Afrika yang jumlahnya mencapai lebih dari USD. 1,3 miliar.

Dari data yang terkumpul oleh Johns Hopkins School of Advanced International Studies, kita dapat mengetahui bahwa pemerintah Tiongkok telah membebaskan utang Zimbabwe sebesar USD.110 juta, utang Maladewa sebesar USD.25 juta, dan utang Kenya sebesar USD.378 juta. (sin)