Tiongkok Memperluas UU Anti-Spionase yang Menargetkan Perusahaan Asing dan Pembangkang

oleh Alex Wu – The Epoch Times

Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengesahkan undang-undang anti-spionase yang baru direvisi, yang mana akan mulai berlaku pada  1 Juli mendatang.

Revisi ini telah memperluas definisi spionase, membuatnya lebih luas dan tidak jelas. Para pengamat hak asasi manusia percaya bahwa hal ini merupakan eskalasi penindasan terhadap rakyat Tiongkok dan akan digunakan untuk menargetkan individu dan perusahaan asing di Tiongkok.

Badan legislatif stempel karet rezim menerbitkan revisi undang-undang tersebut di situs webnya pada  26 April. Ini adalah modifikasi pertama dari rilis November 2014.

Perluasan definisi spionase dalam undang-undang tersebut telah menarik banyak perhatian dari dunia luar. Sebagai contoh, cakupan subjek pencurian rahasia diperluas menjadi “dokumen, data, materi, dan barang lain yang terkait dengan keamanan dan kepentingan nasional.”

Undang-undang anti-spionase yang baru direvisi juga mengklasifikasikan penjualan kepada organisasi spionase dan agen-agennya sebagai spionase, serta “melakukan serangan siber terhadap organ-organ negara, unit-unit yang berhubungan dengan rahasia, atau infrastruktur informasi utama” sebagai spionase.

Revisi baru ini juga mencakup “membangun sistem manajemen untuk unit-unit utama anti-spionase dan keamanan.”

Memicu Ketakutan di Perusahaan Asing

Nikkei, sebuah perusahaan media Jepang, melaporkan bahwa pembatasan pengiriman informasi apa pun yang terkait dengan keamanan nasional di bawah undang-undang anti-spionase yang diperbarui telah memicu kekhawatiran bahwa PKT meningkatkan penargetan individu dan perusahaan asing. Undang-undang yang diperluas tersebut akan mengarah pada penegakan hukum yang sewenang-wenang, seperti menahan individu tanpa bukti konkret.

Seorang eksekutif di kantor Astellas Pharmaceuticals Jepang di Beijing ditangkap bulan lalu atas dugaan spionase. Insiden ini telah mengguncang komunitas bisnis Jepang, dengan beberapa perusahaan yang telah menilai kembali risiko dan menghentikan perjalanan bisnis ke Tiongkok.

Pihak berwenang Tiongkok menggerebek kantor Mintz Group di Beijing, sebuah perusahaan investigasi Amerika, pada bulan Maret dan menahan lima karyawan Tiongkok.

Polisi Tiongkok telah mendatangi kantor Bain & Co. di Shanghai, sebuah perusahaan konsultan AS, dan menginterogasi para karyawan di sana serta menyita komputer dan telepon genggam, seperti yang dikonfirmasi oleh juru bicara perusahaan tersebut pada tanggal 26 April.

Huang, seorang eksekutif perusahaan asing di Hong Kong, mengatakan kepada The Epoch Times pada 27 April bahwa revisi undang-undang anti-spionase PKT mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada perusahaan dan karyawan di tiga jenis bisnis tersebut.

“Tipe pertama adalah mereka yang bisnisnya di Tiongkok melibatkan investigasi atau mereka yang memiliki bisnis tinjauan modal akuntansi, seperti Deloitte dan empat firma akuntansi besar lainnya. Mereka mungkin memiliki beberapa informasi sensitif. Yang kedua adalah perusahaan-perusahaan yang membuat laporan analisis investasi. Tipe ketiga adalah perusahaan yang memiliki kerja sama atau pertukaran ekonomi dan perdagangan di bidang bioteknologi medis dan perangkat lunak di Tiongkok.”

Huang mengatakan bahwa sebagian besar negara Barat memiliki undang-undang keamanan nasional dan undang-undang anti-terorisme, tetapi Tiongkok bukanlah sistem hukum internasional. Sebaliknya, ini adalah sistem hukum sosialis yang tidak sesuai dengan sebagian besar hukum internasional yang biasa digunakan di dunia “karena operasi hukum PKT sering kali melanggar hak asasi manusia, perusahaan-perusahaan asing, dan karyawan mereka akan sangat khawatir.”

Pada 27 April, pengacara Tiongkok Yang Ming (nama samaran) mengatakan kepada The Epoch Times bahwa ia percaya “banyak perusahaan yang didanai asing dan investor asing akan membuat penilaian berdasarkan potensi masalah dalam masyarakat Tiongkok saat ini, dan mereka tidak berani dengan mudah datang ke Tiongkok untuk berinvestasi.”

Menindas Warga Tiongkok

Dong Yuyu, mantan editor senior di surat kabar resmi Tiongkok, Guangming Daily, ditangkap oleh pihak berwenang Beijing tahun lalu ketika sedang makan siang dengan seorang diplomat Jepang dan telah didakwa dengan tuduhan spionase. Dong telah mengkritik rezim Tiongkok dalam beberapa kesempatan. Pada tanggal 24 April, keluarganya berkomentar secara terbuka tentang kasus ini untuk pertama kalinya, mengatakan bahwa tuduhan yang dilayangkan oleh pihak berwenang Tiongkok dibuat-buat untuk menekan perbedaan pendapat.

Yang mengatakan bahwa definisi spionase Tiongkok sangat luas.

Ia bertanya : “Apa itu spionase? Sebenarnya, spionase adalah tindakan yang dibuktikan dengan bukti bahwa seseorang dilatih oleh atau diuntungkan oleh musuh atau negara yang bermusuhan untuk mengumpulkan atau memberikan informasi intelijen bagi mereka.”

 “Namun pada kenyataannya, PKT mendefinisikan spionase secara sewenang-wenang. Jika Anda melakukan survei ekonomi atau memiliki foto pangkalan militer di ponsel Anda, jika Anda mempostingnya di internet, rezim dapat mendefinisikannya sebagai spionase.”

Yang menunjukkan bahwa pengenalan undang-undang anti-spionase yang diperluas, serta undang-undang anti-terorisme dan undang-undang keamanan siber yang dikeluarkan rezim sebelumnya, adalah “segala cara oleh PKT untuk memperkuat kediktatoran dan pemerintahannya yang ilegal, terutama untuk mengintimidasi rakyat biasa.

“Dikarenakan kredibilitas PKT telah runtuh dan perlawanan dari rakyat Tiongkok semakin meningkat. Jadi, PKT menggunakan segala cara untuk melarang rakyat mendiskusikan propaganda rezim yang didasarkan pada sejarah yang dipalsukan, mencegah rakyat mengatakan yang sebenarnya, dan menekan perlawanan rakyat jelata.”

Ning Haizhong dan Luo Ya berkontribusi dalam laporan ini