Semangat Beijing Mempersatukan Taiwan dengan Kekerasan Mengendur Akibat Pertentangan Internal

oleh Luo Ya

Beberapa tahun terakhir, Partai Komunis Tiongkok (PKT) terus berkoar ingin menyatukan Taiwan dengan kekuatan militer. Namun baru-baru ini, Beijing tampaknya sengaja menurunkan nada tingginya karena banyaknya suara yang menentang beredar di Internet. Komentator luar percaya bahwa PKT sedang menghadapi kesulitan internal dan eksternal sehingga berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Mungkin saja langkah ini dimaksudkan untuk sementara mengendurkan tekanan.

Baru-baru ini, berita tentang PKT ingin mempersatukan Taiwan dengan kekerasan militer yang beredar di Internet mengalami perubahan. Jaringan Internet di Tiongkok yang semula disensor sangat ketat, sehingga tidak memungkinkan adanya pandangan yang berkontradiksi dengan penguasa, tiba-tiba terdapat beberapa pandangan yang berbeda, bahkan tidak diblokir pihak berwenang, alias mendapat izin beredar.

Misalnya, ada pandangan bahwa tidak realistis dan bahkan berbahaya untuk mempersatukan Taiwan dengan kekuatan militer pada saat ini. Tulisan tersebut belum dihapus seperti biasanya.

Dalam hal ini, Su Tzu-yun, direktur Institut Riset Strategi dan Sumber Daya Pertahanan Nasional dari Institut Riset Keamanan Pertahanan Nasional Taiwan, mengatakan bahwa diplomasi serigala perang, ekspansionisme militer, dan invasi militer PKT ke Taiwan semuanya telah membuktikan bahwa “Tiongkok menganut teori ancaman”, yang menyebabkan pengepungan bersama oleh negara-negara Barat. PKT kini terpaksa menyesuaikan retorikanya dan mencoba mendinginkan retorika perang karena adanya tekanan.

Su Tzu-yun mengatakan : “PKT akan menghadapi tindakan perlawanan diplomatik, pengepungan politik, dan pemisahan ekonomi secara bertahap. Situasi tersebut bahkan semakin tidak menguntungkan Beijing. Itulah sebabnya mengapa perbedaan pandangan semacam itu bisa beredar di jaringannya”.

Su Tzu-yun mengatakan bahwa selain kemerosotan tajam lingkungan internasional, Dalam negeri Tiongkok sendiri juga penuh dengan krisis, seperti kemerosotan ekonomi yang berkelanjutan, penarikan modal asing, meningkatnya angka pengangguran dan sebagainya.

Selain itu, hal yang paling menonjol tentang PKT adalah kebijakannya yang sangat kaku. Apa yang sedang mereka lakukan sekarang adalah mengembalikan hutan menjadi lahan pertanian. Mereka menebang semua hutan untuk ditanami biji-bijian. Takut menghadapi krisis pangan. Tapi Tiongkok sekarang hanya dikendalikan oleh satu ‘otak’, Ia pikir inilah risikonya yang  paling besar. Dan situasi demikian dapat memperekstrem kekakuan otak, sehingga PKT mungkin gagal menghadapi krisis baru.

Yen Chien-Fa, Wakil Direktur Eksekutif Yayasan Demokrasi Taiwan, juga berpendapat bahwa meskipun PKT berniat untuk mempersatukan Taiwan dengan paksa, tetapi mereka sekarang menghadapi masalah internal dan eksternal, terutama situasi domestik seperti ekonomi, sosial, dan sentimen populer yang semakin buruk. Bahkan para populasi tua pun demi mempertahankan hidup sampai ikut bergabung dalam “unjuk rasa rambut putih”. Dalam keadaan seperti itu, PKT akan lebih disibukkan oleh urusan menyelamatkan dirinya ketimbang berpikir untuk mengerahkan militernya ke Taiwan.

Yen Chien-Fa mengatakan : “Terhadap rakyatnya, PKT mungkin lebih mementingkan soal masalah perut daripada soal ideologi atau perjuangan politik. Karena ia takut pemberontakan berkobar jika masalah perut rakyat gagal diatasi. Sehingga ia (PKT) harus menangani masalah internal terlebih dahulu dengan cara penekanan. Namun, penekanan akan memunculkan reaksi, rebound dari internal, tentu saja sangat repot mengatasinya. Sehingga mengurangi kemampuan untuk mempersatukan Taiwan, apalagi banyak negara mendukung Taiwan”.

Menurut laporan media Jepang Nikkei Asia, bahwa beberapa artikel yang ditulis secara anonim yang menyangkal “Diplomasi Serigala Perang” dari para golongan elang di PKT sedang diposting ulang di situs web Tiongkok. Banyak orang percaya bahwa jika PKT melancarkan invasi militer ke Taiwan, PKT akan menghadapi “perang di 4 front”. Mereka yang meneriakkan “Mempersatukan Taiwan dengan kekuatan militer” adalah “orang tolol”.

Front pertama adalah PKT akan menghadapi pasukan AS, Jepang, dan Taiwan di Selat Taiwan dan sekitarnya. Front kedua adalah menghadapi pasukan AS dan Korea Selatan dari Semenanjung Korea. Front ketiga adalah menghadapi pasukan AS dan Australia di Laut Tiongkok Selatan. Front keempat adalah PKT akan menghadapi pasukan India di perbatasan barat daya

Yen Chien-Fa mengatakan : “Sekarang NATO telah mendirikan kantor di Jepang, NATO versi Asia seperti AUKUS. Kanada juga bersiap untuk bergabung dengan AUKUS sekarang, dan akan ada lebih banyak mitra bergabung dengan AUKUS. Saat itu, NATO dan versi Asia dari NATO akan bergabung untuk melawan PKT bila menginvasi Taiwan. Pada saat itu, Tiongkok tidak hanya akan berperang di empat front, tetapi mungkin juga berperang di lima front, atau bahkan enam front, dari Mongolia utara.”

Yen Chien-Fa menekankan bahwa ketika Beijing kembali menegaskan akan mengikuti garis sosialis dan menjadikan PKT sebagai pusat kepemimpinan yang sepenuhnya bertentangan dengan masyarakat demokratis Barat. Maka Barat tidak lagi mau menaruh harapan kepada PKT. Begitu Barat terbebas dari masalah perang Rusia – Ukraina, PKT akan menghadapi tekanan yang lebih besar dan menjadi lebih terisolasi secara internasional.

Dunia luar telah memperhatikan bahwa KTT Kelompok Tujuh (G7) yang diadakan di Hiroshima, Jepang pada 19 Mei bermaksud untuk memperkuat kerangka kerja sama dalam rangka mencegah PKT mengubah secara paksa status quo di Selat Taiwan. 

Saat ini, di Internet Tiongkok sedang bermunculan opini publik yang isinya bertentangan dengan rezim soal penyatuan Taiwan dengan kekerasan. Jangan-jangan PKT sengaja menggunakannya untuk menunjukkan adanya pengenduran semangat agar G7 tidak merumuskan kebijakan yang lebih keras kepada PKT. (sin)