Biaya Kuliah Meroket, Analisis : Rakyat Dijadikan Sapi Perah Akibat Otoritas Tiongkok Defisit Keuangan

oleh Zhao Fenghua, Zhang Danxia dan Liu Fang 

Ujian masuk perguruan tinggi di Tiongkok sudah dimulai pada 7 Juni. Jumlah siswa yang akan masuk perguruan tinggi tahun ini tidak hanya harus bersaing dengan kandidat “terbanyak” dalam sejarah, tetapi juga menghadapi biaya kuliah yang meroket. Opini publik menyebutkan bahwa akibat otoritas Tiongkok mengalami defisit keuangan, sehingga beban pendidikan dialihkan kepada rakyat jelata. Sialnya, situasi demikian sudah berlangsung selama beberapa dekade terakhir.

Tahun ini, jumlah pendaftar untuk ujian masuk perguruan tinggi di Tiongkok mencapai rekor tertinggi, yakni 12,91 juta orang, dan biaya kuliah di sejumlah perguruan tinggi dan universitas secara umum telah dinaikkan cukup tinggi tahun ini. Pada 4 Mei 2023, East China University of Science and Technology di Kota Shanghai mengumumkan bahwa biaya kuliah tahunan untuk mahasiswa baru jurusan sains, teknik, dan pendidikan jasmani akan dinaikkan sebesar 54% dari biaya yang ditetapkan sebelumnya.

Zhang Tianliang, Associate Professor dari Department of Humanities and Sciences di Feitian College di New York mengatakan : “Universitas akan dimulai segera setelah ujian masuk perguruan tinggi selesai. Kami melihat kenaikan biaya kuliah yang cukup tinggi, bahkan ada perguruan tinggi yang menaikkan biaya kuliah mahasiswa sampai melebihi 50%. Mengapa fenomena ini terjadi ? Karena banyak universitas yang selama ini mengandalkan pendanaan dari pemerintah. Sedangkan defisit keuangan yang dihadapi pemerintah Tiongkok di semua tingkatan sekarang semakin serius, karena menyusutnya perdagangan luar negeri, runtuhnya real estat, pindahnya rantai industri. Kas menjadi kosong, terpaksa biaya kuliah yang dinaikkan”.

Zhao Yuanming, seorang ahli hukum senior di Australia berpendapat bahwa Tiongkok telah  mengindustrialisasikan pendidikan sejak era Jiang Zemin, yang sesungguhnya telah menghambat pembangunan negara dan perkembangan satu generasi warga negara Tiongkok.

Zhao Yuanming mengatakan : “Mengambil pendidikan sebagai industri adalah warisan dari Jiang Zemin. Ketika Jiang Zemin menjabat, ia telah menjadikan perawatan medis dan pendidikan sebagai industri untuk menghasilkan uang. Faktanya, sebagai dasar dari sebuah negara, dasar negara, Ini adalah kebijakan yang sangat keliru. Sejauh menyangkut negara, ini semua adalah bakat, bagian penting dari sumber daya manusia Tiongkok. Dulu dikatakan bahwa negara akan kuat bila pemudanya kuat. Pemuda kuat, mana kekuatannya ? Apakah hanya fisik ? Tidak, tetapi butuh kecerdasan tinggi. Dari mana asalnya kecerdasan tinggi ? Dari pendidikan, bukan ?!? Kemajuan, perkembangan, dan kekuatan suatu negara bergantung pada pendidikan”.

Seorang penduduk Shanghai bermarga Wang mengatakan bahwa otoritas PKT merampas kekayaan rakyat dengan mengatasnamakan pendidikan, secara tidak langsung mendorong rakyat untuk melakukan pemberontakan.

“Otoritas sekarang sedang menghadapi defisit keuangan yang serius, jadi berusaha memeras otak untuk menjarah kekayaan rakyat jelata. Di masa lalu, jika sebuah keluarga petani ingin membesarkan seorang anak sampai ia lulus dari sekolah menengah atau universitas, keluarga itu bisa jadi perlu menghabiskan dana simpanan yang diperoleh dari jerih payah beberapa generasi, atau terpaksa memikul beban hutang yang tidak kecil. Ini dulu kasusnya. Tetapi sekarang pun masih sama. Sekarang di Shanghai, bahkan mereka yang menjalankan jasa kurir saja harus lulusan perguruan tinggi. Ini sudah terlalu mempersulit, dipaksa untuk memberontak. Andai ujian masuk perguruan tinggi dibatalkan, maka rakyat semakin tidak punya jalan keluar, mereka akan semakin putus asa”, kata penduduk Shanghai bermarga Wang tersebut. (sin)