“Mati 140 Juta Jiwa Ibarat Sepiring Kecil Sayur” Mengapa Sangat Ketakutan?

Zhou Xiaohui

Baru saja melihat seorang warganet di Microblog mengomentari kematian seorang pelajar SD yang ditabrak hingga tewas oleh guru, dan kejadian bunuh diri seorang ibu dengan melompat dari Gedung tinggi, hati ikut terasa pilu. Ia berkata, “Saya selalu tidak mengakui di sini adalah dunia manusia, jika ini adalah dunia manusia, maka seharusnya ada kemanusiaan; jika ini adalah dunia, maka seharusnya ada kehangatan; jika ini adalah dunia, maka seharusnya ada hukum; jika ini adalah dunia, maka seharusnya ada cinta kasih; jika ini adalah dunia, pemerintah tidak seharusnya begitu tidak peduli. Namun, tidak ada apapun di sini. Mengapa tidak ada? Karena inilah neraka penuh kejahatan yang tercipta dari pendidikan dan sistem pemerintahannya.”

Di tengah neraka dunia yang penuh kejahatan ini, terlalu banyak hal yang menyesakkan dada. Justru sebelum melihat tulisan itu, saya sekali lagi telah membaca pernyataan mengejutkan dari seorang akademisi RRT bernama Li Yi yang menetap di AS (Amerika Serikat) pada 1 Juni lalu, yang tidak berperikemanusiaan, dan tidak ada kehangatan, jika direnungkan sangatlah menakutkan.

Li Yi menyebutkan berapa banyak korban jiwa akan berjatuhan bila terjadi unifikasi Taiwan, saat ini belum bisa dipastikan. Tetapi berdasarkan Perang Sipil Amerika selama 3 tahun telah menewaskan 730.000 jiwa, total korban tewas dan cedera mencapai 3 juta jiwa, maka diperkirakan jika PKT menyatukan Taiwan secara militer, “jika menewaskan 140 juta jiwa di Tiongkok, maka ini adalah hal wajar, setidaknya tidak berlebihan”, lagi pula “ini hanyalah sepiring sayuran dalam sejarah umat manusia”.

Tanpa keraguan ia masih menambahkan, “Saya pikir 140 juta jiwa di Tiongkok, seharusnya sebagian dari mereka telah siap mental, menewaskan 140 juta jiwa atau 70 juta jiwa, atau jika dididik lagi, para pemuda (Tiongkok) akan setuju, demi menyatukan Taiwan, akan terkorbankan 140 juta jiwa atau 70 juta jiwa.” Ia juga menyebutkan, “Dulu demi perang nuklir kita siap mengorbankan 500 kota di timur Xi’an, sekarang pun bisa!”

Lulus dari Peking University, dan menyandang gelar magister dan doktor dari perguruan tinggi di AS, dan pernah bekerja di Renmin University of China serta Fuzhou University, sempat mensejajarkan diri dengan sejumlah ahli seperti Jin Canrong, Hu Xijin, Sima Nan, Zhang Zhaozhong dan lain-lain yang pernyataannya “selalu membuat heboh”. Dalam hal unifikasi Taiwan secara militer, sikap Li Yi sangat keras.

Pada 20 November 2022, akun Twitter Li Yi diblokir karena telah melanggar aturan perilaku kebencian. Setelah komentar tersebut, Li Yi berdalih akun Twitter-nya telah dibajak, pernyataan tersebut tak ada sangkut paut dengan dirinya.

Pada 2019, Li Yi pernah diundang datang ke Taiwan oleh Taiwan Peaceful Unification Association untuk menjadi pembicara utama dalam suatu seminar, sedangkan asosiasi tersebut merupakan cabang dari China Peaceful Unification Association. Li Yi yang berdiam di AS apakah ada kaitannya dengan Front Persatuan yang didirikan oleh PKT?

Sesuai dugaan, pernyataan Li Yi sontak menyulut amarah publik, dan kecaman warganet. Ada yang langsung menuding, “Ia mengatakan seperti itu karena merasa dirinya, keluarga dan anak-anaknya tidak termasuk di dalam 140 juta jiwa itu. Pokoknya 140 juta jiwa yang disebutnya tidak termasuk keluarganya, tidak termasuk para petinggi PKT dan keluarga mereka, 140 juta jiwa itu adalah para korban, dan para fans merah yang akan dikorbankan, inilah partai yang dicintai oleh para fans merah.” 

Memang, di mata Li Yi, keluarganya dan anak-anaknya serta keluarga para petinggi PKT pasti tidak akan masuk ke dalam daftar “korban” tersebut, hanya para fans dan korban yang diberi “kesempatan” untuk berkorban demi partainya. Masalahnya adalah, berapa banyak para fans dan korban yang bersedia mempertaruhkan nyawa demi kejahatan PKT?

Justru setelah melihat jelas sifat dan perangai jahat Li Yi, para warganet pun langsung berkomentar: “Biasanya orang yang berseru perang tidak akan pernah maju ke medan perang, para korban di dalam negeri jika tidak menyeret Li Yi keluar untuk dieksekusi, maka akan sangat berdosa.” Tak sedikit warganet mendukung mengikat Li Yi ke rudal nuklir, diposisikan di garis terdepan menjadi perintis, juga memberinya kesempatan menjadi “pahlawan”, ada pula yang menyindir “dia sangat cocok untuk reklamasi laut”, ada pula yang menantangnya “Saya harap lagaknya saja yang pemberani, seharusnya rela mengorbankan sembilan keturunannya, jangan sampai pada saat itu melarikan diri ke Amerika.”

Seorang warganet secara khusus mengatakan kepada Li Yi, “Ternyata hanya seorang murid Mao yang baik saja”. Mengapa dikatakan demikian? Ini menyangkut sepenggal sejarah yang tidak diketahui oleh rakyat jelata Tiongkok tapi selalu sengaja ditutupi oleh PKT.

Pada November 1957, Mao Zedong memimpin rombongan PKT pergi ke Moskow memperingati “Revolusi Oktober”, sekaligus menghadiri rapat perwakilan partai komunis dan partai buruh kedua negara serta rapat 64 perwakilan partai komunis dan partai buruh. Dalam kesempatan itu, sekitar pada 18 November, Mao menyampaikan pidato yang impromptu tentang pemerasan dengan nuklir yang menggemparkan.

Pada 13 Januari 2011 lalu, berdasarkan naskah seminar oleh akademisi Shen Zhihua, saluran Sejarah dan Budaya pada situs People’s Daily PKT telah mempublikasikan artikel berjudul “Mao Zedong Bicara Soal Perang Nuklir Yang Mengejutkan Banyak Pihak: Mati 300 Juta Rakyat Tiongkok Pun Tak Jadi Masalah”. Artikel mengutip perkataan Profesor Shen yang mengatakan pada rapat tersebut Mao berkata: “Paling-paling meletus perang nuklir, apa hebatnya perang nuklir, populasi seluruh dunia 2,7 milyar jiwa, mati setengah masih tersisa setengah, penduduk Tiongkok 600 juta jiwa, mati setengah masih ada 300 juta jiwa, apa yang perlu ditakutkan?”.

Shen Zhihua juga menjelaskan reaksi para hadirin pada rapat tersebut. Katanya begitu perkataan Mao itu usai, seluruh ruang rapat langsung hening senyap, banyak orang tidak mengerti, apa yang terjadi pada Ketua Mao, mati 300 juta orang tidak jadi soal, dan saat jeda istirahat menjadi perbincangan hangat. Sambil memegang secangkir kopi dengan tangan gemetar, Sekjend Cekoslowakia berkata, Tiongkok 600 juta jiwa, kami hanya 20 juta jiwa, ia pun tidak habis pikir.

Oleh karena itu pula, menurut Shen Zhihua, walaupun pasca meninggalnya Stalin, karena kritik Khrushchev terhadapnya telah memicu kekacauan Uni Soviet dan negara komunis lainnya, posisi Mao meningkat, tapi banyak negara tidak bersedia berdampingan dengan PKT, satu alasan pentingnya adalah gara-gara perkataan Mao ini, mereka merasa policy yang diusulkan Mao terlalu berbahaya, dan terlalu agresif, sementara banyak negara Eropa Timur tidak ingin berperang, dalam hal ini agak sejalan dengan Uni Soviet. Perkataan Mao itu juga memicu sejumlah negara Asia Tenggara mulai mengobarkan Gerakan rasial anti-Tionghoa.

Benarkah Mao pernah melontarkan kata-kata yang begitu menyeramkan? Dalam artikel berjudul “Awal dan Akhir Salah Kritik Terhadap Ma Yinchu” yang diterbitkan majalah Yanhuang Chunqiu edisi ke-10 tahun 1994 juga disebutkan masalah Mao menghadiri Rapat Besar di Moskow. Dalam artikel disebutkan, pasca PD-II Mao merasa terdapat bahaya perang. Mao bahkan memperingatkan seluruh partai dan rakyat semua negara agar siap berperang, perang besar, perang nuklir. Disebut perang awal, karena PKT baru saja melewati perang saudara, pasukannya masih memiliki “pengalaman perang yang kaya” serta “semangat perang yang tinggi”, dan di saat yang sama PKT belum ada pembangunan apapun, puing-puing peninggalan dari Kuo Min Tang (Partai Nasionalis, red.) masih berupa reruntuhan, usai perang, bisa dibangun kembali yang baru.

Mengapa harus perang nuklir? Di mata Mao, semakin besar pengorbanan, semakin besar pula hasil yang didapat. Dengan kata lain, Mao tidak takut mengorbankan separo nyawa rakyat Tiongkok untuk bisa memusnahkan negara Barat, yang berarti “setelah memusnahkan semua imperialisme, seluruh dunia akan menjadi sosialisme”.

Artikel berjudul “Kritik yang Salah” juga menyebutkan, Mao pernah mengatakan kepada sejumlah pejabat PKT: “600 juta orang penduduk, sedikit-sedikit dimusnahkan, mana ada hal semacam itu? Untuk apa begitu serius! Bahkan perang atom pun, paling-paling hanya akan memusnahkan setengah penduduk kita, masih ada sisa 300 juta jiwa, apa yang perlu ditakutkan? … dua kali perang dunia sebelumnya telah berlangsung selama 4 tahun, sekarang adalah perang atom, mungkin hanya 3 tahun, setelah perang dibangun kembali, sekaligus memusnahkan imperialisme baru dibangun kembali.”

Dari sini bisa disimpulkan, dalam benak Mao memang ada pemikiran “mati 300 juta jiwa tidak jadi soal” serta ingin memusnahkan negara Barat dengan perang atom, karena adanya pernyataan semacam ini di internal PKT, maka tidak heran jika dalam pidato di Moskow juga pernah diungkapkan pernyataan serupa. Di mata Mao dan PKT, untuk duel melawan Barat, tidak peduli akan mengobarkan perang nuklir, tidak peduli berapa banyak nyawa rakyat jelata yang akan dikorbankan. Jadi ungkapan Li Yi yang mengatakan menewaskan 140 juta jiwa hanya ibarat sepiring sayuran, adalah sejalan dengan pemikiran Mao, dan tidak berlebihan jika dikatakan dia adalah murid teladan Mao. Tentu saja, yang mewarisi pemikiran Mao tidak hanya Li Yi seorang saja. Tahun lalu dosen PLA National Defense University PKT yang bernama Fang Bing juga pernah mengatakan “Kita bisa mengorbankan 200 kota, untuk bermain-main dengan AS, sama-sama kembali ke zaman batu, apakah AS berani?”, yang saat itu sama-sama menggemparkan dunia.

Li Yi dan Fang Bing cukup diterima di Tiongkok, dan berkaitan erat dengan sikap PKT beserta para petingginya terhadap rakyat. Dari era Mao sampai penguasa PKT saat ini, pernahkah sekalipun menganggap rakyat sebagai manusia? Di mulut selalu berkata “melayani rakyat”, “kehidupan adalah segalanya, rakyat adalah segalanya”, tapi peristiwa tragis yang terjadi beberapa tahun terakhir di neraka dunia ini apakah masih kurang? Adakah pejabat di Zhongnanhai yang peduli hal ini?