Setelah Pemberontakan Wagner, Beijing Didesak Berhenti Mendukung Mesin Perang Putin

Emel Akan

Gedung Putih mendesak Tiongkok pada Senin 26 Juni agar berhenti mendukung invasi Moskow ke Ukraina, setelah pemberontakan Wagner yang singkat membuat keseimbangan politik dalam negeri Rusia berada dalam ketidakpastian.

Menurut juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, pemerintahan Biden secara aktif memantau situasi namun belum menentukan bagaimana pemberontakan Wagner Group, sebuah perusahaan militer swasta Rusia yang terkemuka, akan mempengaruhi Rusia, Ukraina, dan negara-negara Eropa lainnya.

Gedung Putih juga tidak yakin apakah hal ini akan membuat Beijing lebih ragu-ragu untuk mendukung Kremlin. Hal demikian terserah rezim Tiongkok untuk memutuskan apa yang terjadi selanjutnya dalam hubungannya dengan Moskow, kata Kirby dalam sebuah konferensi pers dalam menanggapi pertanyaan dari The Epoch Times.

Kirby berkata : “Kami tidak ingin melihat negara mana pun mendukung Mr Putin dan membuatnya lebih mudah baginya untuk membunuh lebih banyak orang Ukraina.”

“Kami ingin melihat setiap negara di seluruh dunia mendaftar dan benar-benar menerapkan sanksi [internasional] yang berlaku … dan tidak memberikan kemampuan apapun kepada Putin untuk terus mengoperasikan mesin perangnya. Dan kami telah menyampaikan hal itu tidak hanya kepada Tiongkok, tetapi juga kepada negara-negara lain di seluruh dunia.”

Presiden Rusia Vladimir Putin memecah kebisuannya pada  Senin untuk pertama kalinya sejak pemberontakan Wagner berakhir dengan perdamaian yang tidak pasti pada  24 Juni, berjanji dalam sebuah pidato yang disiarkan di televisi bahwa para pemimpin pemberontakan Wagner akan menghadapi hukuman.

Pada Jumat, Grup Wagner memulai pemberontakan bersenjata melawan Kremlin di bawah arahan Yevgeny Prigozhin, pemimpin kelompok tersebut dan pernah menjadi sekutu terpercaya Putin.

Pada  Sabtu 24 Juni, Prigozhin memerintahkan pasukannya untuk mundur dan kembali ke markas sebagai bagian dari kesepakatan di mana proses hukum terhadapnya, konon ditarik sebagai imbalan atas persetujuannya untuk mengasingkan diri ke negara tetangga, Belarusia.

Dalam pidatonya, Putin menyebut tindakan Wagner sebagai “tikaman dari belakang” dan bersumpah untuk menumpas apa yang ia sebut sebagai “pemberontakan.”

Dalam sebuah acara di Gedung Putih pada Senin, Presiden Joe Biden juga mengomentari pemberontakan singkat tersebut, dengan mengatakan bahwa ia  berkomunikasi erat dengan sekutu-sekutu AS selama akhir pekan untuk mempersiapkan berbagai skenario yang mungkin terjadi.

Biden menuturkan : “Mereka setuju dengan saya bahwa kami harus memastikan bahwa kami tidak memberikan alasan kepada Putin – izinkan saya menekankan bahwa kami tidak memberikan alasan kepada Putin untuk menyalahkan Barat atau menyalahkan NATO. Kami menegaskan bahwa kami tidak terlibat.”

“Masih terlalu dini untuk mencapai kesimpulan yang pasti tentang ke mana arahnya. Hasil akhir dari semua ini masih harus dilihat.”

Beijing terus memantau situasi ini dengan seksama dan telah menyuarakan dukungannya kepada Putin setelah pemberontakan singkat namun berdampak besar yang menjadi tantangan besar bagi kekuasaan pemimpin Rusia tersebut.

“Ini adalah urusan internal Rusia,” kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok dalam sebuah pernyataan online. 

“Sebagai tetangga Rusia yang bersahabat dan mitra koordinasi strategis yang komprehensif untuk era baru, Tiongkok mendukung Rusia dalam menjaga stabilitas nasional dan mencapai pembangunan dan kemakmuran.”

Pada Minggu 25 Juni, Menteri Luar Negeri Tiongkok Qin Gang mengadakan pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrey Rudenko di Beijing untuk membahas “hubungan Tiongkok-Rusia dan isu-isu internasional dan regional yang menjadi perhatian bersama,” demikian menurut Kementerian Luar Negeri Tiongkok. Rudenko juga mengadakan “konsultasi terjadwal” dengan Wakil Menteri Luar Negeri Tiongkok, Ma Zhaoxu.

Tom Ozimek berkontribusi dalam laporan ini.