RI Kecolongan, Terjadi Ekspor Nikel Ilegal 5 Juta Ton ke Tiongkok   

Fajar Pratikto

Dugaan ekspor ore nikel ilegal ke Tiongkok sejak 2021 lalu sedang ramai diperbincangkan di Indonesia. Informasi tersebut muncul dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria menyebut setidaknya ada 5 juta ton ore nikel ilegal yang diterima di Tiongkok dari Indonesia sepanjang 2021-2022.

Data ekspor ilegal ini justru sumbernya dari bea cukai Tiongkok. Hanya saja Dian tidak menyebutkan secara rinci mengenai asal muasal ore nikel yang diekspor secara ilegal ke Tiongkok tersebut. Akan tetapi, ada dugaan berasal dari tambang yang berada di Sulawesi atau Maluku Utara.

Selama ini sebenarnya banyak pihak yang melakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya ekspor ilegal, seperti melalui Bakamla, Bea Cukai, Pol Air, dan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Pengawasan semakin diperketat sejak awal Januari 2020, dimana pemerintah Indonesia melarang ekspor bijih nikel sebagai salah satu langkah hilirisasi sektor pertambangan melalui Peraturan Menteri ESDM No. 11 tahun 2019. Namun, ternyata masih ada kebocoran sehingga terjadi ekspor ilegal ke negara lain. Oleh karena itu, KPK akan segera mengusut lebih jauh jika ada dugaan korupsi dari praktik ekspor ore nikel ilegal tersebut.

Kasus Lama Tak Ditindak

Dugaan bobolnya larangan ekspor bijih nikel pemerintah sejak 2020 lalu juga sudah disampaikan oleh Ekonom Senior Faisal Basri. Ia menaksir pada 2020 lalu ada 3,4 juta ton ekspor dari Indonesia ke Tiongkok yang bocor dengan nilai US$193,6 juta atau setara Rp2,8 triliun. Ia menjabarkan kebocoran terdeteksi dari catatan impor bijih nikel di General Customs Administration of TChina (GCAC). Sedangkan secara legal pintu ekspor biji nikel di Indonesia sejak tahun 2020 lalu sudah ditutup. Ditaksir selama lima tahun hingga 2020 kerugian negara akibat kebocoran ekspor nikel ke Tiongkok sampai ratusan triliun rupiah.

Menurut Faisal, pemerintah sebenarnya bisa melacak potensi kebocoran ekspor bijih nikel. Misalnya, hitung total produksi smelter nikel yang ada di Indonesia dan dibandingkan dengan kebutuhan produsen nikel. Hanya saja Badan Pusat Statistik (BPS) membantah dugaan Faisal. Mereka mengklaim tak ada ekspor bijih nikel ke Tiongkok pada 2020.

Namun, ia tak menjelaskan lebih lanjut alasan tak ada ekspor bijih nikel pada tahun 2020, apakah karena hanya berdasarkan catatan BPS saja atau kebijakan larangan ekspor dari pemerintah.

Pengamat Pertambangan dan Peneliti di Alpha Research Database Ferdy Hasiman menyebut ekspor ilegal oknum nakal bisa saja terjadi. Itu juga bukan isu baru. Masalah itu katanya, bisa terjadi karena tata niaga nikel yang amburadul. Itu membuat pemerintah gampang kecolongan. Ia mengatakan di atas kertas aturan Kementerian ESDM sejatinya memang bagus dan berpotensi mendatangkan nilai tambah besar kalau saja benar diimplementasikan di lapangan. Tapi, beda praktik lapangan dengan harapan.

Dari pengamatannya di beberapa titik di Sulawesi, Ferdi menyebut sejak 2014 ada saja bongkar muat ekspor bijih nikel ilegal yang tak dicatat negara setiap harinya. Belum lagi praktik false invoicing atau pencatatan kalori komoditas yang tidak sesuai guna mengurangi kewajiban pajak. Sayangnya, ia melihat itu tidak pernah jadi perhatian pemerintah. Di tengah kebocoran ekspor, pemerintah menurutnya, hanya hanya melihat pasar nikel dari ibu kota.

Kalau kebocoran bisa ditutup, produk hilirisasi nikel atau bijih nikel yang sudah diolah di smelter sebenarnya punya nilai tambah antara 14-18 kali lipat dari bijih nikel mentah, tergantung jenis nikel yang dihasilkan. Dengan membuat rata-rata nilai ekspor bijih nikel RI di kisaran US$2 miliar per tahun, Ferdy memproyeksikan nilai tambah yang bisa dihasilkan dari ekspor hilirisasi nikel bisa mendatangkan potensi pendapatan hingga US$36 miliar.

Ferdy mengatakan Presiden Joko Widodo boleh saja bangga RI merupakan penghasil bijih nikel terbesar dunia, tapi ia menilai tak ada gunanya bila tak bisa membendung kebocoran yang masih terjadi.

Dari kacamata Ferdy, kebocoran hanya bisa terjadi karena ada kerja sama atau sindikasi antara oknum perusahaan dengan pemerintah, baik pusat ataupun daerah. Sehingga, ia mengingatkan Jokowi untuk tak hanya rajin bikin aturan tapi juga menertibkan anak buahnya.

Untuk itu,  perlu ada pendisiplinan tata niaga sekaligus pejabat publik yang melibatkan lintas sektoral, seperti Kementerian ESDM, Dirjen Bea Cukai, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian Perhubungan supaya praktek bongkar muat ekspor ilegal di pelabuhan daerah bisa diatasi. Ferdy menyebut penertiban tata niaga jadi kunci karena toh smelter di RI sudah memadai.

Senada dengan itu, Sekjen Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkeywjgaku mengaku sudah pernah menyampaikan masalah ekspor biji nikel ilegal sejak 2022 kepada Kementerian ESDM. Menurutnya, penjualan nickel ore ilegal ke Tiongkok menggunakan HS Code 2604 yang digunakan untuk ekspor nikel olahan. Sehingga harus diperiksa potensi kebocoran pengiriman bijih nikel namun menggunakan dokumen untuk Nickel pig iron (NPI).

Akibat Hilirisasi Belum Maksimal

Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia. Saat ini, nikel menjadi salah satu komoditas yang banyak diminati terutama oleh Tiongkok untuk kebutuhan produksi baterai mobil listrik.

Berdasarkan data Kemenperin, kebutuhan nikel untuk baterai kendaraan listrik pada 2025 sebesar 25.133 ton, pada 2030 sebesar 37.699 ton, dan di 2035 sebanyak 59,506 ton.

Sejauh ini, ekspor nikel RI masih didominasi oleh feronikel, yakni sebanyak 5,7 juta ton senilai US$13 miliar pada 2022. Sedangkan ekspor produk hilir seperti stainless steel HRC dan CRC hanya sebesar US$4 miliar.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan dari 34 perusahaan smelter nikel, baru 4 yang menjalankan hilirisasi. Adapun hilirisasi nikel ini khususnya untuk bahan baku baterai electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufik Bawazier menuturkan keempat perusahaan itu adalah PT Huayue Nickel Cobalt, PT QMB New Energy Material, PT Halmahera Persada Lygend, dan PT Kolaka Nickel Indonesia.

Penjualan nikel secara illegal dapat terjadi karena adanya permintaan yang tinggi dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan nikel resmi. Penerimaan Tiongkok terhadap nikel illegal juga mungkin disebabkan oleh lemahnya pengawasan di Indonesia dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan produksi mereka yang besar.

Dua tahun lalu pemerintah Indonesia telah mengakui terjadi ekspor nikel secara illegal dari Sulawesi ke Tiongkok. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa ekspor tersebut terjadi karena tindakan ilegal dari pelaku yang mengirimkan nikel ke Tiongkok tanpa dilengkapi dengan dokumen yang sah.

Menurut Arifin, pemerintah Indonesia telah menemukan bukti-bukti yang kuat atas perbuatan ilegal ini. Diketahui bahwa data yang diperoleh menunjukkan bahwa setidaknya ada sekitar 10.000 ton nikel yang diekspor secara ilegal ke Tiongkok pada bulan Oktober 2020 lalu.

Saat itu pemerintah berjanji akan menindak tegas para pelaku ilegal ini, baik perusahaan maupun individu yang terlibat dalam tindakan itu.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberikan izin ekspor kepada perusahaan yang melakukan tindakan ilegal seperti ini. Kenyataanya tahun berikutnya 2021-2022, masih saja terjadi ekspor nikel ilegal ke Tiongkok.

Ekspor nikel secara ilegal oleh pihak yang tak bertanggungjawab tentu saja telah memberikan beberapa keuntungan bagi Tiongkok, di antaranya: mendapatkan sumber daya alam yang murah

Nikel merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi industri pembuatan baterai mobil listrik dan perlengkapan elektronik lainnya. Dengan mengambil nikel secara ilegal dari Sulawesi Indonesia, Tiongkok dapat memperoleh sumber daya alam yang murah dan terjangkau bagi industri mereka.

Namun, perdagangan nikel illegal sudah pasti merugikan negara dan masyarakat Indonesia dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi penyebab terjadinya perdagangan nikel illegal dan meningkatkan pengawasan terhadap industri pertambangan nikel di Indonesia. Sudah semestinya pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap ekspor nikel ilegal ke Tiongkok agar dapat meningkatkan pendapatan negara dan menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.

Untuk itu, anggota Komisi VII DPR RI, Yulian Gunhar akan mendorong Komisi VII DPR menindaklanjuti temuan KPK mengenai dugaan ekspor bijih nikel ilegal ke Tiongkok, melalui panja Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terutama dengan menyorot kerugian negara dari sektor ekpor bijih nikel ilegal itu. Gunhar menambahkan, dugaan praktik ekspor bijih nikel ilegal itu tentu sangat merugikan pendapatan negara, yang sedang menggiatkan hilirisasi demi menambah penerimaan devisa negara.