Korban Banjir di Kota Zhuozhou, Tiongkok, Ditinggal Mengurus Diri Sendiri, Ungkap Petugas Penyelamat

Mary Hong

Debit banjir yang luar biasa besar dari Beijing dituding sebagai penyebab terendamnya Zhuozhou, sebuah kota yang berbatasan dengan ibu kota Beijing di barat daya, saat Topan Doksuri meluluhlantakkan provinsi-provinsi pesisir timur laut Tiongkok.

Biro cuaca setempat melaporkan bahwa sisa-sisa topan tersebut membawa air hujan setinggi 29 inci-yang biasanya turun sepanjang tahun di Provinsi Hebei-memecahkan rekor curah hujan di Beijing selama 140 tahun.

Media Tiongkok melaporkan bahwa antara 1 Agustus dan 3 Agustus, para pejabat setempat bertekad untuk melindungi ibu kota dan Xiong’an New Area dari banjir.

Meskipun hujan telah mereda, pihak berwenang mengatakan bahwa air banjir bisa memakan waktu hingga sebulan untuk surut. 300 juta hingga 400 juta meter kubik air diperkirakan akan mengalir melintasi Zhuozhou saat Beijing melepaskan lebih banyak air banjir ke hilir, demikian media pemerintah melaporkan pada 3 Agustus.

Meskipun pihak berwenang mengklaim bahwa sekitar seperenam dari 600.000 lebih penduduk di Zhuozhou telah dievakuasi, penduduk yang tetap tinggal harus berjuang untuk diri mereka sendiri, dan mereka tidak memiliki air minum, makanan, atau listrik, ujar seorang petugas penyelamat mengatakan kepada The Epoch Times edisi bahasa Mandarin.

Zhuozhou: Cekungan Penyimpanan Banjir

Zhuozhou, yang terletak di tanah datar yang dilalui oleh beberapa sungai, berfungsi sebagai salah satu cekungan penyimpanan banjir dalam proyek pengendalian banjir rezim Tiongkok di lembah Sungai Hai.

Lembah Sungai Hai meliputi Beijing, Tianjin, dan setidaknya tujuh provinsi lainnya, termasuk Hebei.

Untuk meringankan curah hujan yang tinggi di Beijing, pihak berwenang mengklaim telah memberlakukan tujuh kolam penampungan banjir, dan Zhuozhou adalah salah satunya.

Seorang netizen Tiongkok menulis dalam sebuah postingan: “Saya tidak tahu bahwa kami berada di dataran banjir sungai Yongding,” mengacu pada dampak debit banjir dari Beijing.

Sungai Yongding membentang di sepanjang sisi timur Zhuozhou.

Dataran banjir Sungai Yongding adalah salah satu dari 28 cekungan penampungan banjir nasional di lembah Sungai Hai. Terletak di bagian tengah dan hilir Sungai Yongding, dengan kapasitas penyimpanan banjir sekitar 400 juta meter kubik, menurut media Tiongkok.

Menurut peraturan Tiongkok, hilangnya kolam penampungan banjir harus dikompensasi oleh daerah-daerah yang diuntungkan oleh proyek tersebut.

Xiongan di selatan Zhuozhou adalah salah satu daerah yang diuntungkan dari pembuangan air banjir di Zhuozhou.

Xiongan, sebuah kota baru yang membutuhkan waktu enam tahun untuk bertransformasi, dikenal sebagai “proyek kesayangan” pemimpin Tiongkok Xi Jinping, menurut The Economist. Kota metropolis yang oleh para perencana disebut sebagai “kota internasional kelas satu” ini berukuran hampir tiga kali lipat ukuran Kota New York dan terletak sekitar 60 mil di selatan Beijing.

Membuang air banjir di Zhuozhou akan melindungi Beijing, Tianjin, dan Xiongan, yang berada di dataran yang lebih rendah, dari banjir yang merusak, menurut ahli hidrologi Tiongkok, Wang Weiluo.

Wang mengatakan kepada The Epoch Times bahwa daerah-daerah lain di sekitarnya juga mengalami kerusakan akibat debit banjir karena sistem pengendalian air dan drainase yang tidak efektif dari rezim tersebut, tetapi media pemerintah menyembunyikan insiden tersebut.

Warga Biasa Bukan Prioritas

Di bawah sistem pengendalian banjir Partai Komunis Tiongkok (PKT), kesejahteraan warga biasa bukanlah prioritas, kata Wang. “Ini adalah aturan tak tertulis dari PKT.”

Dia mengatakan bahwa pengendalian banjir di daerah aliran Sungai Hai melindungi Tianjin tetapi tidak di pinggiran kota.

Dia mengatakan ada lapangan golf di sepanjang Sungai Yongding di Beijing, yang dapat menampung banyak air banjir dan lebih mudah dan lebih terjangkau untuk diganti jika rusak, tetapi sebaliknya, rezim tersebut memprioritaskan daerah perkotaan Beijing karena para elit tinggal di sana.

Media pemerintah Tiongkok melaporkan bahwa pihak berwenang Zhuozhou mengirimkan 8.755 petugas penyelamat, dan lebih banyak lagi tim penyelamat yang dikerahkan dari provinsi-provinsi tetangga, Henan dan Shanxi.

Namun, upaya penyelamatan dan bantuan tertunda di beberapa daerah karena birokrasi yang berbelit-belit. Stempel persetujuan diperlukan untuk memobilisasi upaya penyelamatan.

“Stempel segel resmi kota sudah hilang terbawa air,” kata seorang penduduk setempat kepada media Tiongkok, mengindikasikan bahwa banyak penduduk desa yang terjebak dalam banjir, tetapi tim penyelamat menuntut permohonan resmi untuk meninggalkan provinsi tersebut.

Penduduk setempat yang terdampar di Zhuouzhou meminta bantuan di media sosial.

Korban Banjir ‘Menolong Diri Sendiri’

Liu (nama samaran), seorang petugas penyelamat sukarela dari pinggiran Zhuozhou, mengatakan kepada The Epoch Times tentang pengalaman tim penyelamatnya di Desa Niantou yang lebih rendah pada pagi hari tanggal 1 Agustus.

Menurut penduduk desa setempat, ada sekitar 5.000 penduduk di desa tersebut.

“Ketinggian air naik 11 inci lagi setelah debit banjir di pagi hari,” katanya tentang ketinggian air di beberapa daerah, yang berada di atas 6,5 kaki pada saat itu.

Dia bergabung dengan tim yang terdiri dari sekitar 20 orang, dan mereka menghadapi berbagai rintangan selama upaya penyelamatan. “Tidak ada yang memimpin kelompok. Rakit karet kami tidak berfungsi karena ada beberapa daerah dengan arus bawah yang kuat.”

Beberapa daerah di desa tersebut terendam banjir setinggi hampir 5 meter. 

Liu berkata : “Air telah mencapai atap rumah.”

Dia mengatakan banyak penduduk desa yang berada di atap rumah mereka berteriak minta tolong, sementara tiang-tiang listrik roboh dan listrik padam.

“Kami menyelamatkan sekitar 20 orang, tapi hanya itu saja. Kami hanya bisa merelokasi sebagian besar dari mereka ke bangunan-bangunan di sekitarnya. Kami meminta mereka untuk menolong diri mereka sendiri dan menggunakan botol kosong sebagai alat pengapung jika diperlukan,” katanya.

Liu mencoba menghubungi pihak berwenang untuk meminta bantuan. Dia menelepon tiga saluran resmi pemerintah Zhuozhou, namun tidak ada yang menjawab.

Dia juga mencoba saluran polisi lokal 110, dan seseorang yang bertugas mengatakan kepadanya, “Terima kasih banyak, tapi tidak ada yang bisa dilakukan,” menurut Liu.

Dia melihat sebuah boat dari pemerintah daerah lewat, tapi tidak berhenti untuk membantu. “Saya tidak mengerti apa yang mereka lakukan, saya ingin mengutuk mereka. Kami tidak memiliki air atau makanan sepanjang hari. Kami bahkan tidak mendapatkan gas dari mereka. Kami berasal dari luar kota. Salah satu perahu kami rusak; sekarang kami harus menyelamatkan diri. Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan untuk penduduk desa,” katanya.

Beberapa daerah di desa itu kering ketika ia tiba di pagi hari, tetapi banjir pada malam harinya. “Kami harus pergi; hari sudah mulai gelap. Tujuh orang dari kami terjebak di desa karena sebuah boat mogok. Arus bawah yang kuat membuat kami tidak bisa pergi.”

“Zhuozhou benar-benar terluka parah; saya menerima banyak telepon yang meminta bantuan,” katanya.

Liu mengatakan bahwa mereka telah melakukan yang terbaik. “Kami belum melihat bantuan atau petugas penyelamat dari pemerintah.”

Menurut media Tiongkok, setidaknya 20 orang telah tewas, dan lebih dari seperenam penduduk Zhuozhou telah dievakuasi pada 3 Agustus.

Xia Song, Gu Xiaohua, dan Reuters berkontribusi untuk laporan ini.