Presiden Filipina Mengimbau ASEAN Tidak Tunduk Terhadap Hegemoni

oleh Li Yan

Ketika konflik di Laut Tiongkok Selatan dengan PKT masih terus berlanjut, Presiden Filipina Marcos Jr. yang menghadiri KTT ASEAN di Jakarta menegaskan kembali komitmen negaranya untuk menyelesaikan perselisihan secara damai. Ia mengatakan dalam pidatonya, bahwa Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tidak boleh membiarkan tatanan internasional dipengaruhi oleh ambisi kekuasaan atau hegemoni, terutama terkait isu Laut Tiongkok Selatan.

Ferdinand Marcos Jr. mengatakan bahwa sejarah pada akhirnya akan membuktikan supremasi hukumlah yang akan menang, yang mana akan menghantarkan era di mana semua bangsa benar-benar setara, independen, dan tidak terpengaruh oleh kekuatan mana pun.

Marcos Jr. mengatakan bahwa meskipun Filipina berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan semua negara demi membangun tatanan internasional berdasarkan aturan, dan ikut menjaga dan melaksanakan kebebasan navigasi dan penerbangan di Laut Tiongkok Selatan, tetapi saat ini kedaulatan, hak kedaulatan dan yurisdiksi maritim Filipina terus menghadapi tantangan.

Baru-baru ini, polisi penjaga pantai komunis Tiongkok menghalangi bahkan menyemprotkan meriam air ke kapal Filipina yang sedang memasok skuadronnya yang ditempatkan di Second Thomas Shoal (Filipina menyebutnya Ayungin Shoal). Hal tersebut sekali lagi memicu protes diplomatik dari Filipina.

“Saya tegaskan lagi, bahwa Filipina tidak mencari konflik, namun merupakan tanggung jawab kami sebagai warga negara dan pemimpin negara untuk selalu membela setiap tantangan terhadap kedaulatan, hak kedaulatan, dan yurisdiksi maritim kami di Laut Tiongkok Selatan”, kata Marcos Jr. pada Rabu (6 September) di KTT ASEAN Jakarta.

Sejak menjabat, Marcos Jr. telah menyaksikan penindasan yang terus dilakukan oleh komunis Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan. Hal itu membuat pemerintahan Filipina dengan cepat memperkuat hubungan kerja sama dengan Amerika Serikat dan sekutunya.

Situs berita “Rappler” melaporkan bahwa Jose Manuel Romualdez, Duta Besar Filipina untuk Amerika Serikat mengatakan kepada media Filipina di Indonesia, bahwa atas undangan Amerika Serikat dan Jepang, Marcos Jr. diperkirakan akan bertemu dengan Wakil Presiden AS Kamala Devi Harris beserta Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida yang juga menghadiri KTT ASEAN pada Kamis (7 September). 

Dia mengatakan bahwa pembicaraan trilateral antara Amerika Serikat, Jepang dan Filipina “sangat mungkin” membahas konflik di Laut Tiongkok Selatan dan masalah kerja sama ekonomi.

Marcos Jr mengatakan, kerja sama maritim sangat penting artinya bagi Filipina, yang hanya mungkin direalisasikan dalam kondisi kawasan yang aman dan stabil.

“Kita harus menekankan bahwa kerja sama praktis di bidang maritim hanya dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung perdamaian, keamanan dan stabilitas regional berdasarkan hukum internasional”, katanya.

Kode Etik Laut Tiongkok Selatan

Baru-baru ini, insiden kapal penjaga pantai Tiongkok menembakkan meriam air untuk menghentikan kapal Filipina “BRP Sierra Madre” yang menjalankan misi memasok skuadron yang ditempatkan di Second Thomas Shoal, telah memicu perselisihan diplomatik lainnya mengenai klaim kedaulatan Laut Tiongkok Selatan.

Tiongkok mengklaim bahwa kapal Filipina memasuki “wilayahnya”, namun pemerintah Filipina bersikeras mengatakan bahwa wilayah tersebut berada dalam zona ekonomi eksklusifnya.

Beberapa hari kemudian, Partai Komunis Tiongkok merilis peta wilayahnya versi tahun 2023, yang mencakup sembilan garis putus-putus (atau sepuluh garis putus-putus)— meliputi sebagian Taiwan dan sebagian besar Laut Filipina Barat, termasuk seluruh Kepulauan Spratly, dan meliputi kelompok Kepulauan Kalayaan.

Kementerian Luar Negeri Filipina menolak klaim peta baru Tiongkok, dan menyebutnya sebagai upaya Beijing untuk melegitimasi dugaan kedaulatan dan yurisdiksinya di Laut Tiongkok Selatan yang tidak diatur oleh hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Pada tahun 2016, Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan bahwa klaim kedaulatan “sembilan garis putus-putus” Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan tidak memiliki dasar hukum sehingga tidak diakui.

Sejak Marcos Jr. menjabat sebagai presiden, dia tidak bersedia kompromi dengan PKT dalam isu di Laut Tiongkok Selatan. Filipina mendesak Tiongkok untuk bertindak secara bertanggung jawab dan mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional.

Klaim Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan sengaja dibuat tumpang tindih dengan klaim banyak negara anggota ASEAN di kawasan tersebut.

Marcos Jr. berbicara di sela-sela KTT ASEAN mengenai perundingan masalah Kode Etik (Code of Conduct in South China Sea) Laut Tiongkok Selatan baru-baru ini di Manila.

“Beberapa kemajuan telah dicapai dalam pembahasan isu-isu penting dan tinjauan awal terhadap rancangan teks negosiasi tunggal (SDNT),” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa “kesimpulan awal dari CoC yang efektif dan substantif yang sesuai dengan hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982” tetap menjadi patokan ASEAN.

Melalui KTT ASEAN kali ini, Malaysia dan Singapura juga menghimbau agar finalisasi Kode Etik dapat sesegera mungkin. (sin)