Israel Bersiap Hadapi Operasi Perang Darat, Militernya Nyatakan Hamas ‘Tidak Akan Terus Eksis

Militer Israel telah memanggil 360.000 personel cadangan dan mendirikan kamp di sepanjang Gaza

Naveen Athrappully

Israel sedang dalam proses memobilisasi tentaranya untuk melakukan serangan darat ke wilayah Gaza, dengan seorang perwira militer menyatakan bahwa Hamas “tidak akan terus ada” setelah operasi tersebut.

“Kami sedang mempersiapkan sebuah manuver [di Gaza]. Merekrut semua pasukan cadangan … mengumpulkan pasukan reguler, memastikan bahwa semua orang bersiap, terbiasa dengan perintah, terbiasa dengan rencana, dan benar-benar ingin memasuki manuver ketika semua orang siap secara maksimal,” Letnan Kolonel Yaron Buskila, Perwira Staf Umum Divisi Gaza, mengatakan dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Epoch Times pada 11 Oktober. 

“Kami akan segera memasuki manuver, dan masuk ke dalam Jalur Gaza. Itu akan terjadi, ini bukan tempatnya untuk mengatakan kapan.”

Hamas “tidak akan terus ada setelah kami memasuki Jalur Gaza, dan kami akan memastikan bahwa ancaman ini tidak lagi datang dari Jalur Gaza,” katanya.

Dalam sebuah pernyataan pada Selasa, seorang pejabat militer yang dijuluki “Perwira Ben” memperingatkan penduduk Gaza untuk meninggalkan tempat itu karena Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sekarang dipaksa untuk “bertindak” terhadap organisasi teroris.

“IDF tidak ingin menyakiti Anda atau keluarga Anda. Jadi, agar Anda tetap aman, Anda harus segera meninggalkan tempat tinggal Anda. Warga yang tinggal di lingkungan A-Darraj yang dekat dengan Masjid Aziz, Anda harus mengungsi ke tempat-tempat perlindungan atau pusat Kota Gaza,” katanya.

“Instruksi ini dimaksudkan untuk menyelamatkan nyawa Anda dan membedakan antara organisasi teroris dengan warga sipil. IDF akan melakukan sebanyak mungkin untuk mengurangi bahaya bagi warga sipil, tetapi untuk membantu Anda, Anda harus mematuhi peringatan kami.”

IDF mengambil alih kendali atas lokasi-lokasi penyerbuan Hamas pada Selasa pagi, sekitar 72 jam setelah para teroris menerobos masuk dan menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel, termasuk 155 tentara.

Menurut Letnan Kolonel Buskila, IDF bertempur dan “dengan cepat membalikkan keadaan” pada Hamas setelah serangan itu, dan akhirnya menstabilkan garis perbatasan.

Meskipun garis perbatasan saat ini “dipegang teguh,” ada “semua jenis upaya serangan” yang ditangkis oleh militer. “Ada juga beberapa regu di daerah itu yang mencoba melukai warga sipil.”

IDF telah memanggil 360.000 personel militer cadangan dan mendirikan pangkalan di sepanjang Gaza untuk mengakomodasi pasukan. 

“Kami sedang membangun infrastruktur untuk operasi-operasi di masa depan,” kata Richard Hecht, juru bicara militer Israel, kepada para wartawan di Tel Aviv pada Selasa.

“Israel akan merespons dengan sangat keras dan agresif dan akan ada lebih banyak korban jiwa… Dinamika yang terjadi di Gaza saat ini adalah ruang lingkupnya akan lebih besar dari sebelumnya dan lebih parah. Kita semua harus mengubah paradigma di sini. Ini bukan basa-basi.”

Perlunya Invasi Darat

Dalam sebuah wawancara pada 7 Oktober dengan The Epoch Times, Letnan Kolonel (Res.) Amir Avivi menjelaskan mengapa invasi darat Israel ke Gaza menjadi sebuah keharusan.

“Kami harus bermanuver ke Gaza dan mengalahkan Hamas,” katanya.

“Kami melihat bahwa meskipun sebelumnya – selama dua setengah tahun, selama berminggu-minggu – kami menyerang dan tampaknya sangat merusak kemampuan mereka, pada akhirnya, kecepatan mereka untuk pulih kembali sangat cepat dan juga tidak ada pencegahan. Pada akhirnya, hanya satu hal yang dapat menghalangi mereka untuk melakukan tindakan seperti yang mereka lakukan, yaitu rasa takut akan pendudukan dan kehancuran mereka.”

Fakta bahwa Hamas melakukan pembantaian terhadap warga Israel baru-baru ini berarti “premis dasar” mereka adalah bahwa Israel tidak akan memasuki Gaza secara militer, katanya. “Jika mereka berpikir bahwa Israel akan menduduki Gaza, mereka tidak akan melakukannya.”

“Tidak ada pilihan lain, IDF harus dimobilisasi, seperti sebuah perang, untuk menduduki Gaza, memaksakan sebuah pemerintahan militer, dan membersihkan tempat ini dari keberadaan teroris dan infrastruktur.”

Letnan Kolonel Avivi menunjukkan bahwa musuh tidak dapat dikalahkan tanpa manuver darat, terutama musuh yang bersembunyi di bawah tanah. Tanpa manuver darat di Gaza, “hanya masalah waktu sampai kita mendapat serangan dari utara,” tegasnya. Serangan Hamas baru-baru ini menargetkan Israel bagian selatan.

“Jika Anda ingin menundukkan Hamas, Anda harus masuk dan mengalahkan Hamas. Apakah di seluruh jalur? Apakah di bagian utara jalur itu? Kami akan menyerahkan rencana itu kepada IDF.”

Pada hari Rabu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan dan pemimpin partai oposisi sentris Benny Gantz mengumumkan pembentukan pemerintahan darurat.

Kedua belah pihak telah memutuskan kabinet perang bersama yang terdiri dari Perdana Menteri Netanyahu, Gantz, dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.

Pada hari Selasa, pengiriman pertama persenjataan AS tiba di Israel. IDF belum mengungkapkan jenis senjata yang mereka terima. IDF hanya mengatakan bahwa senjata-senjata tersebut “dirancang untuk memfasilitasi operasi militer yang signifikan dan meningkatkan kesiapsiagaan untuk skenario lainnya.”

Sementara itu, kelompok teror yang didukung Iran, Kataib Hizbullah, yang berbasis di Irak, mengancam Amerika Serikat bahwa mereka akan menyerang pangkalan-pangkalan Amerika jika Washington ikut campur dalam perang antara Israel dan Hamas.

“Rudal-rudal, pesawat tak berawak, dan pasukan khusus kami siap untuk mengarahkan serangan-serangan kualitatif kepada musuh Amerika di pangkalan-pangkalannya dan mengganggu kepentingan-kepentingannya jika mereka mengintervensi pertempuran ini,” ujar kepala kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan. (asr)