3 Pertimbangan Praktis di Balik Adat Pernikahan Unik Suku Xiongnu di Tiongkok yang Mampu Bertahan Begitu Lama

EtIndonesia. Di zaman dahulu, para kaisar sering memanfaatkan perjodohan sebagai salah satu sarana untuk menjaga perdamaian di wilayah perbatasan atau mempererat hubungan diplomatik dengan kerajaan tetangga. Contohnya, pada masa Dinasti Han tak jarang keluarga kerajaan memanfaatkan perjodohan untuk menjaga hubungan baik dengan etnik Xiongnu di wilayah utara. Yang paling terkenal adalah Wang Zhaojun yang dijadikan selir Kaisar Yuan.

Namun, ada perbedaan besar antara kedua belah pihak dalam sistem perkawinan, khususnya adat pernikahan unik pada etnik Xiongnu, yaitu “putra sulung boleh memperistri selir dari mendiang ayahnya, dan saudara laki-laki boleh memperistri pasangan dari saudara laki-laki yang meninggal dunia”.

Meskipun cara ini membuat banyak suku asal daratan Tiongkok bagian tengah yang lebih menjunjung tinggi etika merasa terhina. Namun alasan mengapa adat pernikahan tersebut bisa bertahan begitu lama adalah, karena terkait erat dengan perlindungan perempuan dan anak, mencegah hilangnya harta benda, dan menjamin kesejahteraan masyarakat.

Menurut “Sina.com”, adat pernikahan unik Xiongnu bahwa “putra sulung boleh memperistri selir dari mendiang ayahnya, dan saudara laki-laki boleh memperistri janda dari saudara laki-laki yang meninggal dunia”. Artinya, dalam keluarga Xiongnu, setelah sang ayah dalam keluarga tersebut meninggal dunia, maka putra sulung keluarga tersebut boleh memperistri ibu tirinya. Dan jika saudara laki-laki baik yang lebih tua atau lebih mudah meninggal dunia, maka saudara laki-laki yang masih hidup boleh memperistri pasangan saudaranya yang menjadi janda. Namun, fenomena seperti itu dikategorikan sebagai “inses” di mata Dinasti yang berada di Tiongkok bagian tengah, dan tidak diterima oleh masyarakat etnik Han.

Ambil kasus Wang Zhaojun sebagai contoh. Tak lama setelah menikah dengan Huhanxie Shanyu, suaminya meninggal dunia. Meskipun dia meminta untuk kembali ke kampung halamannya di Tiongkok tengah, Namun permintaannya ditolak oleh Kaisar Cheng dari Dinasti Han, dan memerintahkan Wang Zhaojun untuk mengikuti saja adat pernikahan etnik Xiongnu, maka dia kemudian menikah dengan putra sulung Huhanxie Shanyu, yakni Huhanxie Chanyu.

Setelah Chanyu juga meninggal karena sakit, Wang Zhaojun diperistri lagi oleh adik Chanyu. Namun, kurang dari dua tahun setelah pernikahan ini, Wang Zhaojun sendiri meninggal dunia karena depresi. Padahal usianya baru 30-an, dan orangnya sangat cantik.

Faktanya, ada tiga alasan utama mengapa sistem pernikahan unik tersebut bisa bertahan lama. Yang pertama adalah untuk melindungi perempuan dan anak-anak. Seperti kita ketahui, bahwa suku pengembara hidup dengan mengandalkan sumber air dan rerumputan, mengikuti hukum rimba “yang kuat menindas yang lemah”. Karena kaum laki-laki etnik Xiongnu sering menjadi korban dalam pertempuran, sehingga membuat kesulitan bagi kaum perempuan dan anak-anak untuk bertahan hidup mandiri tanpa perlindungan laki-laki. Oleh karena itu mereka akan segera menikah dengan anggota keluarga yang lain untuk mencari perlindungan.

Yang kedua adalah mencegah hilangnya harta benda. Karena kondisi kehidupan para etnik Xiongnu itu buruk dan sumber daya langka. Begitu suami meninggal, istrinya pasti akan membawa serta hartanya seperti ternak, domba, dan harta benda keluarga lainnya serta berpindah-pindah. Jika membiarkan si janda tersebut menikah dengan orang luar, itu juga akan mengurangi wanita yang produktif.

Hal terakhir adalah memastikan kesejahteraan keluarga. Pada zaman dahulu, kondisi medis sangat buruk, apa lagi bagi mereka yang hidup di padang rumput, di mana tingkat kelangsungan hidup dan tingkat kelahiran bahkan sangat rendah. Perempuan secara alami harus memikul tanggung jawab yang berat untuk melahirkan anak demi pertumbuhan sukunya. (yn)

Sumber: aboluowang