Rusia Disebut Mengeksekusi Tentara yang Menolak Mematuhi Perintah

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, John Kirby mengatakan bahwa hal ini mengindikasikan keputusasaan para pemimpin militer Rusia dalam membuat kemajuan dan kesalahan penanganan tekanan

 Josee Ng – The Epoch Times

Rusia mengeksekusi para tentara yang tidak mematuhi perintah dan mengancam seluruh unit dengan kematian jika mereka melarikan diri dari medan perang Ukraina. Hal demikian disampaikan oleh Gedung Putih mengatakan pada  Kamis 26 Oktober. 

Ini adalah tuduhan terbaru mengenai ketidakstabilan dalam kepemimpinan militer Moskow dalam 20 bulan perang melawan Ukraina.

“Pasukan Rusia yang dimobilisasi masih kurang terlatih, kurang perlengkapan, dan tidak siap  bertempur,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby.

“Seperti yang terjadi selama serangan musim dingin mereka yang gagal tahun lalu, militer Rusia tampaknya menggunakan apa yang kita sebut ‘taktik gelombang manusia’-hanya melemparkan sejumlah besar tentara yang kurang terlatih ke dalam pertempuran, tanpa peralatan yang memadai, tanpa kepemimpinan, tanpa sumber daya, tanpa dukungan.”

Kirby menambahkan bahwa tidak mengherankan jika melihat penurunan moral pasukan Rusia, mengingat berbagai situasi  menantang yang mereka hadapi di garis depan.

Ketika ditanya oleh seorang wartawan untuk menguraikan tentang eksekusi tentara Rusia, Kirby mengatakan bahwa dia “tidak memenuhi syarat untuk menjawab pertanyaan itu.”

Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa eksekusi tentara dan penerbitan ancaman kematian adalah indikasi yang jelas dari keputusasaan para pemimpin militer Rusia dalam membuat kemajuan dan kesalahan penanganan tekanan di medan perang.

AS Berjanji Akan Terus Mendukung Ukraina

Kirby juga menegaskan kembali dukungan Amerika untuk Ukraina dalam mempertahankan diri dari invasi Rusia.

Kirby merujuk pada pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa Ukraina tidak akan mampu bertahan lebih dari seminggu tanpa dukungan militer dan finansial dari Barat.

“Jadi, untuk memastikan bahwa kita dapat terus melakukan hal itu, sangat penting bagi Kongres untuk melangkah maju dan meloloskan permintaan tambahan yang diajukan presiden minggu lalu, yang mencakup sejumlah besar sumber daya bagi Ukraina untuk pertahanan diri mereka, untuk kebutuhan kemanusiaan dan ekonomi mereka,” ujarnya.

Departemen Pertahanan AS telah meningkatkan dukungannya untuk Ukraina dengan paket bantuan tambahan senilai 150 juta dollar AS, menurut sebuah pernyataan pada 26 Oktober.

Pentagon mengungkapkan bahwa bantuan terbaru AS mencakup amunisi tambahan untuk sistem rudal permukaan-ke-udara canggih nasional, rudal AIM-9M untuk pertahanan udara, rudal anti-pesawat penyengat, amunisi tambahan untuk Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi, dan peluru artileri 155 mm dan 105 mm. Persenjataan Tube-launched, Optically-tracked, Wire-guided atau Rudal yang Diluncurkan dengan Peluru Kendali, Dilacak Secara Optik, dan Dipandu dengan Kawat merupakan bagian dari paket bantuan itu, bersama dengan sistem antipeluru kendali Javelin, lebih dari 2 juta butir amunisi persenjataan ringan, perangkat penglihatan malam, amunisi penghancuran untuk pembersihan rintangan, dan perlengkapan cuaca dingin.

“Bantuan keamanan untuk Ukraina merupakan investasi cerdas dalam keamanan nasional kami,” kata Pentagon. “Ini membantu mencegah konflik yang lebih besar di wilayah tersebut dan mencegah potensi agresi di tempat lain, sambil memperkuat basis industri pertahanan kami dan menciptakan lapangan kerja yang sangat terampil bagi rakyat Amerika.”

Situasi Perang Dapat Mempengaruhi Perilaku Tiongkok

Pengumuman Pentagon ini muncul di tengah-tengah ketidakpastian yang meningkat atas bantuan AS untuk Ukraina.

Beberapa politisi AS mengatakan bahwa sangat penting untuk melanjutkan bantuan militer ke Ukraina, dikarenakan hasil dari perang ini akan meluas hingga ke Eropa Timur. Hal ini kemungkinan akan mempengaruhi perilaku Tiongkok terhadap negara-negara tetangganya.

 Senator Roger Wicker (R-Miss.) kepada  Center for European Policy Analysis berkata  :  “Saya tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh [pemimpin Tiongkok] Xi Jinping, tetapi saya dapat menjamin satu hal: kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok sedang mengamati apa yang terjadi di Ukraina.”

Menurut perkiraan Wicker, jika Ukraina meraih kemenangan dalam perang melawan invasi Rusia, hal ini akan membuat Xi enggan untuk melakukan kecerobohan dan tindakan agresif di Indo-Pasifik.

“Kami berharap bahwa keberhasilan di Ukraina bagi kekuatan kebebasan dapat mencegah konflik di Pasifik,” katanya.