[Fitur Khusus] Mendobrak Mitos Klasik Hipotesa Evolusi (2) Sudut Pandang “Teori Evolusi” Bab II

1.3 “Nenek Moyang Manusia Kera” Yang Mengada-ada

Dalam ilmu taksonomi modern, manusia dikategorikan kingdom animalia atau dunia hewan, filum chordata, kelas mamalia, ordo primate, famili Hominidae, genus Homo, spesies Homo Sapiens⁸¹; sedangkan dalam ilmu taksonomi kera modern dikategorikan dalam kingdom animalia, filum chordata, kelas mamalia, ordo primata, famili Hominidae, genus Hylobatidae.⁸²

Hipetesa evolusi berpendapat, manusia dan kera sama-sama berasal dari nenek moyang bersama yang disebut “Ardipithecus”, yang melalui periode sejarah yang sangat panjang, yang masing-masing berevolusi menjadi dua spesies yang berbeda yakni manusia modern atau kera modern.

Teori dan gambar visual dari primata primitif berevolusi sampai menjadi manusia, telah ditulis selama lebih dari seabad dalam buku-buku pelajaran, ada pula sejumlah bukti arkeologi yang menyatakan telah berhasil menemukan “nenek moyang manusia kera”, lalu apakah bukti-bukti tersebut benar-benar ada?

Jika kita menemukan komponen kendaraan yang telah rusak berceceran di jalan tol, kaca spion, ban, pelat besi, dan lain sebagainya, seberapa besar kita yakin bisa membuktikan bahwa puing-puing tersebut berasal dari sebuah mobil sedan? Bahkan mungkin bukan dari sebuah mobil sedan, melainkan dari sebuah sepeda motor, atau truk pick-up?

Kebanyakan fosil saat ditemukan dalam kondisi berserakan, di sini sepotong tulang rahang, sekeping tulang tungkai atau gigi di sana, lalu para ilmuwan harus mencari tahu apakah tulang belulang tersebut berasal dari satu individu yang sama, bisa dibayangkan tingkat kesulitannya. Kesulitan menyusun ulang mahluk hidup asal dari serpihan fosilnya, ibarat mencoba menggambar bangunan yang hanya tersisa reruntuhan. 

Foto-1 Fosil asli Pithecanthropus erectus (Java Man) ditemukan di Jawa pada 1891. (public domain)

Namun, di ruang kelas para guru dengan nada bicara yang tegas dan model tulang belulang terkait teori evolusi yang direkonstruksi di museum dapat menyesatkan para pelajar dan pengunjung agar percaya bahwa “mata rantai yang hilang” itu telah ditemukan. Akan tetapi, sangat sedikit orang yang menyadari bahwa model tulang rekonstruksi itu sudah dibuktikan bukan direkonstruksikan dari nenek moyang manusia kera.

Fosil manusia kera paling terkenal yang dianggap merupakan “mata rantai yang hilang” antara manusia kera purba dengan manusia modern, adalah manusia kera bernama Lucy yang merupakan manusia Neanderthal dari Afrika Timur, manusia Jawa (Java Man) dari Indonesia, dan lain-lain.

1.3.1 Manusia Neanderthal Bukan Nenek Moyang Manusia

Pada 1857, di dalam sebuah gua batu kapur di Lembah Neander, Jerman barat laut, telah ditemukan tulang tengkorak dan sejumlah serpihan tulang lainnya yang menyerupai manusia. Setelah itu seorang dosen ilmu anatomi asal Bonn, Jerman, yakni Prof. Hermann Schaaffhausen (1816-1893) sangat terkejut dengan dahi yang rendah dan sempit, dan tonjolan horisontal tulang alis amat besar yang hampir menyatu, serta tulang tengkorak yang berbentuk kubah datar dan tidak lazim itu. Ia menilai sebagian dari tulang belulang tersebut merupakan “ras yang belum beradab, yang masih liar”, dan bisa dianggap merupakan penduduk paling purba di dataran Eropa⁸³.

Pandangan Schaaffhausen itu mendapat dukungan dari Thomas Henry Huxley (1825-1895). Di satu sisi, Huxley mengakui tulang tengkorak manusia Neanderthal sangat menyerupai kera, di sisi lain masih saja beranggapan bisa menempatkannya pada mata rantai evolusi dari kera menjadi manusia, dan merasa telah menemukan mata rantai perantara evolusi kera menjadi manusia. Pada 1864, ksatria dan ahli anatomi Irlandia Dr. Sir William King (1809-1886) menyatakan bahwa temuan itu adalah manusia kera antara manusia dan kera, serta menamakannya “Homo neanderthalensis)”. ⁸⁴

Akan tetapi, setelah diteliti lebih mendalam oleh penemu ilmu sitopatologi dari era yang sama, sekaligus ahli patologi ternama yakni Prof. Dr. Rudolf Virchow (1821-1902), didapati bahwa itu adalah tulang manula yang mengidap reumatik. Virchow menolak menerima sisa tulang manusia Neanderthal tersebut adalah fosil bukti manusia purba. ⁸⁵

Selain itu, Dr. Matthias Krings bersama timnya dari Zoological Institute, University of Munich, setelah melakukan analisa hypervariable region I dengan DNA Mitokondria (mtDNA) terhadap sisa tulang manusia Neanderthal, didapati bahwa “manusia Neanderthal” bukanlah leluhur manusia modern, dan menilai manusia Neanderthal telah punah dalam keadaan tidak memberikan kontribusi bagi manusia modern. Tesis mereka dipublikasikan di jurnal sains Cell pada 1996. ⁸⁶

Setelah itu Dr. Krings kembali meneliti gen hypervariable region II dengan DNA Mitokondria (mtDNA) pada sisa tulang manusia Neanderthal, membuktikan bahwa mtDNA manusia Neanderthal berada di luar pohon filogenetika mtDNA manusia modern, ini berarti lebih lanjut mendukung hasil riset pada 1997: Bahwa manusia Neanderthal bukan nenek moyang manusia modern. Tesis tersebut dipublikasikan di jurnal sains AS Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS). ⁸⁷

Intinya, berbagai penelitian berbeda telah menyangkal kesimpulan “manusia Neanderthal adalah spesies nenek moyang manusia modern”. Walaupun kemudian majalah Science ⁸⁸ dan Nature ⁸⁹ telah memberitakan adanya kemiripan yang sangat kecil antara gen manusia Neanderthal dengan manusia modern, tetap tidak mengubah kesimpulan bahwa “manusia Neanderthal” bukan nenek moyang manusia modern.

1.3.2 Lucy Bukan Nenek Moyang Bersama Manusia dan Kera

Pada 1974, spesimen fosil yang ditemukan di Afrika Timur yang dinamakan “Lucy”, termasuk kategori “Australopithecus Afarensis”, sempat dianggap sebagai nenek moyang bersama manusia dan kera. Jika merupakan kerangka tulang dari “nenek moyang manusia kera”, maka seharusnya memiliki kemiripan antara manusia dengan kera. Sendi anggota badan manusia hampir semuanya lurus, dan meregang, sedangkan sendi anggota badan kera kebanyakan adalah bengkok. Hal ini sangat mudah dikenali secara anatomi.

Namun, seorang ahli anatomi dari Academic Health Center di State University of New York yakni Jack Stern dan Randall Sussman dalam artikel yang dipublikasikan pada 1983 di American Journal of Physical Anthropology menjelaskan, spesies Australopithecus Afarensis tidak memiliki karakteristik modern yang signifikan, struktur keseluruhan sendi lutut memiliki tingkat kompatibilitas yang tinggi dengan lokomosi arboreal, sedangkan dia (Australopithecus Afarensis) memiliki jari tangan dan kaki yang panjang dan melengkung yang tipikal seperti hewan arboreal⁹⁰.

Di dalam American Museum of Natural History, model tubuh manusia dan model simpanse dipamerkan secara berdampingan. (sumber: foto tim penulis “Sudut Pandang ‘Teori Evolusi’”)

Walaupun saat artikel “Did Lucy Actually Stand On Her Own Two Feet?” dipublikasikan di surat kabar New York Times edisi 1983, para ilmuwan masih memperdebatkan pandangan berbeda⁹¹ antara menentang atau mendukung bahwa Lucy berjalan tegak dengan kedua kakinya, tapi ketika semakin lama semakin banyak bukti yang ditemukan, identitas Lucy yang sebenarnya pun mencuat ke permukaan.

Profesor Charles Oxnard selaku mantan dosen ilmu anatomi dan biologi manusia dari University of Western Australia melakukan analisa komputer yang rumit terhadap fosil, kesimpulan yang diperolehnya adalah, tidak ada hubungan antara Australopithecus Afarensis dengan leluhur manusia, melainkan hanya sejenis kera yang telah punah. Kesimpulan ini tertulis pada buku yang berjudul “Fossil, Teeth and Sex: New Perspectives on Human Evolution”. (The australopithecines may well have been sibling groups to both the African apes and humans. This is an idea that would remove the australopithecines from being closely related to the human lineage and would place them unequivocally within an evolutionary radiation. Of these lineages, some, australopithecines, became extinct; some African apes, are almost extinct; only one genus, Homo, survives strongly at the present time.) ⁹²

Ahli ilmu komputer dari Standford University yakni Profesor David Plaisted mempublikasikan artikel di situs University of North Carolina at Chapel Hill berjudul “Problems with Lucy and Skull 1470”, dengan mengutip pandangan dan bukti ketiga orang tersebut di atas yakni Stern, Sussman, dan Oxnard. ⁹³

Artikel di majalan Science 2012 telah menganalisa fosil tulang belikat pada Australopithecus Afarensis dan didapati ciri khas memanjat, merupakan sosok pemanjat yang lincah. ⁹⁴

Jadi banyak bukti menyatakan, Australopithecus Afarensis adalah sejenis kera yang telah punah. Status Lucy sebagai nenek moyang manusia kera tak terbukti. Walau demikian, orang-orang tetap saja membuatkan patung bagi Lucy, dipasangkan kaki dan tangan, serta ditempatkan di museum, hal ini membuat pengunjung mengira Lucy adalah nenek moyang bersama manusia dan kera, yang menyesatkan masyarakat bahwa manusia adalah hasil evolusi dari kera.

Referensi:

81. Groves, C.P. Wilson, D.E. & Reeder, D.M.. Mammal Species of the World: A Taxonomic and Geographic Reference (3rd ed.). Baltimore, Maryland: Johns Hopkins University Press. 2005. ISBN 978-0-8018-8221-0. LCCN 2005001870. OCLC 62265494. OL 3392515M. NLC 001238428.
http://www.departments.bucknell.edu/biology/resources/msw3/browse.asp?id=12100795

82. Linda J. Lowenstine, Rita McManamon, Karen A. Terio. Editor(s): Karen A. Terio, Denise McAloose, Judy St. Leger, Pathology of Wildlife and Zoo Animals. Academic Press, 2018, Pages 375-412, Chapter 15 – Apes. ISBN 9780128053065, https://doi.org/10.1016/B978-0-12-805306-5.00015-8.

83. Rosen G. (1977). Rudolf Virchow and Neanderthal man. The American journal of surgical pathology, 1(2), 183–187.
https://doi.org/10.1097/00000478-197706000-00012https://sci-hub.st/10.1097/00000478-197706000-00012

84. Walker, J., Clinnick, D., & White, M. (2021). We Are Not Alone: William King and the Naming of the Neanderthals. American Anthropologist, 123(4), 805-818.
https://doi.org/10.1111/aman.13654

85. Rosen G. (1977). Rudolf Virchow and Neanderthal man. The American journal of surgical pathology, 1(2), 183–187.
https://doi.org/10.1097/00000478-197706000-00012

86. Krings, M., Stone, A., Schmitz, R. W., Krainitzki, H., Stoneking, M., & Pääbo, S. (1997). Neandertal DNA sequences and the origin of modern humans. Cell, 90(1), 19–30.
https://www.cell.com/cell/fulltext/S0092-8674(00)80310-4?_returnURL=https%3A%2F%2Flinkinghub.elsevier.com%2Fretrieve%2Fpii%2FS0092867400803104%3Fshowall%3Dtrue

87. Krings, M., Geisert, H., Schmitz, R. W., Krainitzki, H., & Pääbo, S. (1999). DNA sequence of the mitochondrial hypervariable region II from the neandertal type specimen. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 96(10), 5581–5585.
https://doi.org/10.1073/pnas.96.10.5581

88. Benjamin Vernot Joshua M. Akey ,Resurrecting Surviving Neandertal Lineages from Modern Human Genomes.Science 343,1017-1021(2014).
DOI:10.1126/science.1245938; https://sci-hub.st/10.1126/science.1245938

89. Prüfer, K., Racimo, F., Patterson, N. et al. The complete genome sequence of a Neanderthal from the Altai Mountains. Nature 505, 43–49 (2014).
https://doi.org/10.1038/nature12886https://sci-hub.st/https://doi.org/10.1038/nature12886

90. Stern, J. T., Jr, & Susman, R. L. (1983). The locomotor anatomy of Australopithecus afarensis. American journal of physical anthropology, 60(3), 279–317.
https://doi.org/10.1002/ajpa.1330600302https://sci-hub.st/https://doi.org/10.1002/ajpa.1330600302

91. Sandra Blakeslee. May 3, 1983. The New York Times. DID LUCY ACTUALLY STAND ON HER OWN TWO FEET?
https://www.nytimes.com/1983/05/03/science/did-lucy-actually-stand-on-her-own-two-feet.html

92. Oxnard, C.E. Fossils, Teeth, and Sex: New Perspectives on Human Evolution, ISBN: 9780295963891. https://books.google.ch/books?id=8fdoQgAACAAJ. 1987, University of Washington Press. https://archive.org/details/fossilsteethsexn1987oxna/page/n9/mode/2up?q=australopithecines. Commented by David A. Plaisted. Problems with Lucy and Skull 1470 http://www.cs.unc.edu/~plaisted/ce/lucy.html

93. David A. Plaisted. Problems with Lucy and Skull 1470. http://www.cs.unc.edu/~plaisted/ce/lucy.html. Accessed on June 2 2023.

94. Green, D. J., & Alemseged, Z. (2012). Australopithecus afarensis scapular ontogeny, function, and the role of climbing in human evolution. Science (New York, N.Y.), 338(6106), 514–517.
https://doi.org/10.1126/science.1227123