Seorang Bocah di Beijing Menderita Pneumonia Setelah Mengantri Selama 5 Hari,  Ortunya Marah dan Mengkritik Pihak Rumah Sakit

Luo Tingting

Baru-baru ini, orang tua dari seorang anak di Beijing mengungkapkan dalam sebuah artikel bahwa anaknya pergi ke rumah sakit karena demam dan mengantri selama lima hari sebelum menemui dokter, dan kondisi anak tersebut menurun hingga akhirnya terserang pneumonia. Banyak orang tua yang mengeluh karena jumlah dokter yang ada lebih sedikit, mengapa mereka mengeluarkan begitu banyak nomor antrian, sehingga pasien tidak bisa mendapatkan perawatan medis secara tepat waktu.

Orang tua dari anak di Beijing ini menulis dalam artikel tersebut bahwa sejak 14 November malam hingga 19 November pagi, anak tersebut dari infeksi saluran pernapasan menjadi pneumonia.

Menurut artikel tersebut, pada 14 November malam, mereka membawa anak mereka ke departemen pediatri sebuah rumah sakit di Beijing untuk mendapatkan perawatan darurat, dan pemandangan di rumah sakit membuat mereka merasa bertambah khawatir. Ada banyak orang, perawat terus menjawab telepon, banyak anak menangis dan orang tua berdiri di koridor dengan botol infus dan merasa sangat lelah.

Ketika ia mendapatkan formulir pendaftaran, tertulis nomor 482, dan perawat mengatakan bahwa antrian sudah lebih dari 100, dan hanya ada seorang dokter yang bertugas di malam hari, rata-rata memantau enam atau tujuh anak per jam, atau paling cepat eosk pagi. Pada malam itu di rumah sakit, hanya menjalani tes darah rutin  dan diagnosis awal  bahwa anak tersebut menderita infeksi saluran pernapasan.

Pada hari kedua, perawat menyuruh mereka pulang dan menunggu anak-anak mereka, menelepon mereka untuk menanyakan hal-hal yang ingin ditanyakan, dan kembali lagi ketika mereka akan mendapatkan nomor. Akibatnya, mereka tidak dapat menelepon hari itu dan harus mendaftar ulang untuk mendapatkan nomor baru, yang baru mereka dapatkan tiga hari kemudian, dengan nomor 579 di daftar registrasi.

Ayah anak itu begadang di rumah sakit untuk mengantri, dan sang ibu menunggu di rumah bersama anak itu, karena setelah pukul nol nomornya harus didaftarkan ulang, dan kali ini nomor di daftar pendaftaran adalah 648, yang memecahkan rekor lain.

Artikel itu berbunyi, “Setelah tengah malam, semua orang menjadi semakin mengantuk dan lelah. Banyak orang tua yang mengeluh, “Karena jumlah dokter yang ada sangat sedikit, Anda tidak bisa menampung mereka, jadi mengapa Anda masih mengeluarkan begitu banyak nomor? Dokter menjawab bahwa sebagian besar pasien adalah kasus gawat darurat, dan rumah sakit mengharuskan jumlah kasus gawat darurat tidak boleh dibatasi.”

Hampir pukul 02.00 pagi, anak itu akhirnya menemui dokter dan didiagnosis menderita pneumonia.

Menurut artikel tersebut, dari 17 November pukul 20.00 waktu pendaftaran, hingga 19  November pukul 03.00 pagi ke klinik untuk menemui dokter, jadi keseluruhannya memakan waktu 31 jam.

Artikel ini memicu netizen untuk berkomentar: “mengantri selama lima hari untuk infeksi saluran pernapasan anak yang berujung pada pneumonia, ini adalah gambaran sebenarnya dari masyarakat akar rumput!

Ada juga netizen yang mencemoohnya: “Jika tidak ada keistimewaan dalam donor darah, tolong publikasikan proses dan program yang relevan, sehingga orang-orang di akar rumput lebih memiliki pilihan!

Baru-baru ini, seorang wanita yang terlibat dalam kecelakaan mobil di Shanghai mengungkapkan bahwa seluruh pegawai negeri di Ali, Tibet, mendonorkan darahnya kepadanya, sehingga memicu diskusi hangat. Opini publik mencemooh kejadian ini sebagai insiden kecurangan lainnya, karena percaya bahwa perempuan tersebut memiliki latar belakang keluarga yang tidak biasa, tidak hanya mampu memobilisasi seluruh pegawai negeri untuk mendonorkan darahnya, tetapi juga menikmati berbagai jalur medis istimewa.

Sejak November, rumah sakit di banyak kota besar seperti Beijing, Tianjin, Shanghai, dan Hangzhou penuh. Video yang diunggah  menunjukkan banyak pasien mengantri berjam-jam untuk menemui dokter. Bahkan, Rumah Sakit Anak Tianjin melayani lebih dari 1.300 pasien setiap hari.

Beberapa hari lalu, seorang pria di Hangzhou dengan marah menuduh Rumah Sakit Anak Universitas Zhejiang membuka 1.000 nomor dan menunggu selama 7 jam untuk bertemu dokter. “Tidak mudah bagi dokter, dan saya bersimpati dengan mereka. Yang saya fokuskan sekarang adalah masalah pendaftaran. Kalau Anda bilang bisa memeriksa, tapi ternyata tidak bisa, jangan mengeluarkan sampai 1.000 nomor antrean. Jangan meremehkan kami sebagai orang tua.”

“Kalau bisa periksa, ya periksa. Kalau tidak bisa, beritahu kami langsung. Kami akan pergi ke rumah sakit lain. Bukan berarti hanya rumah sakit Anda satu-satunya yang ada,” ujar pria itu dengan marah kepada staf rumah sakit.

Netizen di daratan Tiongkok menyatakan dukungannya : “Tidak ada yang salah dengan apa yang anda katakan. Pihak rumah sakit harus memiliki jumlah pasien tertentu setiap hari dan tidak dapat mengalokasikan jumlah tanpa batas waktu. Faktanya, setiap rumah sakit memiliki pembimbing perawat  bukan? pasien harus diingatkan ketika rumah sakit beroperasi dengan kapasitas penuh.”

Ada lagi lainnya menulis : “Tidak ada yang salah dengan itu. Orang luar tidak tahu berapa banyak dokter yang ada di rumah sakit dan berapa banyak pasien yang bisa mereka tangani. Seharusnya rumah sakit sendiri yang lebih tahu. Kalau kapasitasnya tidak sebanyak itu, kenapa harus memberikan begitu banyak nomor antrian. Membuat orang menunggu sia-sia dan menunda kondisi anak! Anakku. Demam 39 derajat sudah berakibat fatal bagi orang tua. Putriku akan kejang-kejang setiap kali mendekati 39 derajat. Itu membuatku sangat takut setiap saat. Aku benar-benar tidak bisa menyia-nyiakan satu menit pun.”

Beberapa netizen berkata: Yang kami kritik adalah rumah sakitnya, bukan dokternya. Pertama-tama, rumah sakit memberikan seribu nomor tanpa mempertimbangkan perasaan petugas medisnya. Bukankah dokter itu manusia? Bukankah staf medis adalah manusia? Mereka juga akan lelah! Mereka juga butuh istirahat! Apalagi orangnya banyak dan antriannya panjang, bagaimana kalau kondisi anak semakin parah? Siapa yang akan bertanggung jawab.

Ada juga netizen yang berkata: Kami memarahi rumah sakit, bukan dokternya, pertama-tama, rumah sakit membuka seribu angka, bahkan tidak mempertimbangkan perasaan staf medis, apakah dokter apakah bukan manusia?  Apakah petugas kesehatan bukan manusia? Mereka juga lelah! Mereka juga butuh istirahat!  Begitu banyak orang yang mengantri begitu lama, bagaimana jika kondisi anak memburuk? Siapa yang akan bertanggung jawab? (hui)