Xi Jinping Mengalami Pukulan Keras, Hasil Pilpres Taiwan Berdampak pada Beijing

Ning Haizhong & Luo Ya

Akademisi liberal asal Australia yakni Yuan Hongbing berpendapat, hasil pemilu Taiwan kali ini berdampak pada Zhongnanhai, dan pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) Xi Jinping mengalami pukulan keras, tiga faktor penentu kemungkinan Xi akan mempersiapkan lebih lanjut mengobarkan perang di Selat Taiwan, tapi pengalaman sejarah membuktikan, ini hanya aksi mencari jalan kematian sendiri.

Kemenangan Lai Ching-te Hantam Keras Xi Jinping, PKT Kepepet akan Halalkan Segala Cara 

Yuan Hongbing mengamati situasi Selat Taiwan selama jangka waktu panjang, karya tulisnya antara lain adalah “Taiwan Disaster”, “Taiwan Grand State Strategies”, “Incarcerated Taiwan”, dan lain-lain. Pada 14 Januari lalu ia mengatakan kepada The Epoch Times, kemenangan Lai Ching-te dan Hsiao Bi-khim adalah kemenangan besar yang berarti bagi kekuatan demokrasi bebas internasional, di saat yang sama juga menjadi pukulan menohok terhadap Xi Jinping, dan berdampak pada tirani PKT. 

Warga Taiwan telah memilih Lai Ching-te dan Hsiao Bi-khim, berarti telah memilih membawa Taiwan melangkah menuju dunia, dan menolak tawaran “satu negara dua sistem” dari Xi Jinping, dan juga menolak kandidat yang dipromosikan Beijing lewat berbagai macam cara united front.

Malam itu dalam pidato setelah meraih kemenangan Lai Ching-te menyatakan, menjaga stabilitas perdamaian di Selat Taiwan adalah misi penting bagi dirinya sebagai presiden, ia akan mengikuti sistem konstitusional di Republik Tiongkok sekarang, tidak arogan, tidak minder, mempertahankan kondisi sekarang, dengan prasyarat kehormatan setara, dengan dialog menggantikan pengepungan, dengan komunikasi menggantikan konfrontasi, pihaknya percaya diri untuk memulai komunikasi bekerjasama dengan Tiongkok, serta meningkatkan kesejahteraan kedua daratan, dan mencapai tujuan perdamaian dan kemakmuran bersama. 

Lai Ching-te juga menyatakan, dalam menghadapi berbagai intimidasi dan tekanan PKT, ia “bertekad mempertahankan Taiwan”. Dirinya akan mendorong hubungan kedua daratan berdasarkan sistem konstitusional Republik Tiongkok.

Juru bicara Kantor Urusan Taiwan dari Dewan Negara PKT yakni Chen Binhua, terkait hasil pilpres dan pileg Taiwan pada 13 Januari lalu, mengatakan bahwa Partai Progresif Demokrat (DPP) “tidak bisa mewakili aspirasi warga arus utama di Taiwan”. Pemilu kali ini “tidak akan mengubah pola dasar dan orientasi perkembangan hubungan kedua daratan, terlebih lagi tidak akan menghalangi reunifikasi, juga tren reunifikasi pada akhirnya”.

Yuan Hongbing mengatakan, hasil pemilu Taiwan berdampak pada Zhongnanhai, langkah Beijing selanjutnya akan secara signifikan memperkuat tekanannya terhadap kedaulatan Taiwan, yang akan melakukan berbagai macam persiapan untuk mengobarkan perang di Selat Taiwan. Mulai sekarang, mengubah kondisi stabilitas perdamaian di Selat Taiwan akan menjadi arah strategi utama Xi Jinping.

Tiga Faktor Utama yang Menentukan PKT akan Menaikkan Krisis Selat Taiwan

Menurut analisa Yuan Hongbing, rencana awal “reunifikasi” RRT terhadap Taiwan, ketidak-stabilan internal PKT, serta pukulan akibat pemilu Taiwan, adalah tiga faktor utama yang akan memperburuk krisis Selat Taiwan di masa mendatang.

“PKT telah menuliskan penaklukan Taiwan yang bebas sebagai kebijakan dasar negaranya di dalam konstitusi, juga telah ditulis ke dalam platform PKT. Beijing berniat mengambil langkah pertama ekspansi global dengan totalitarianisme komunisnya lewat menaklukkan Taiwan yang bebas, inilah kebijakan negara yang telah mereka tetapkan, ini adalah poin pertama.

“Poin kedua, karena pemilu Taiwan secara jelas telah menolak kandidat presiden yang dipromosikan PKT, dan memilih Lai Ching-te dan Hsiao Bi-khim yang dengan tegas mempertahankan kedaulatan Taiwan. Maka hal ini menyebabkan keinginan Beijing menaklukkan Taiwan tanpa berperang menjadi tidak mungkin. Dalam situasi ini, PKT dipastikan akan memilih cara lain, untuk merusak kondisi di Selat Taiwan saat ini.”

“Poin ketiga, sekarang Xi Jinping mengalami kesulitan di dalam maupun luar negeri, tren merosotnya ekonomi dengan cepat tidak bisa diselamatkan lagi, keuangan negara sudah hampir bangkrut, arus pengangguran lebih tinggi daripada sebelumnya. Dalam hal politik, Xi Jinping menyadari para anteknya yang dulu dipromosikannya ternyata bermuka dua, yang diam-diam memperlihatkan sikap sangat tidak setia kepadanya. Khususnya kaum princelings atau Taizidang PKT, terutama kekuatan krusial yang diwakili oleh Jenderal Liu Yuan, telah membentuk suatu kesepahaman untuk menentang serangkaian kebijakan dalam maupun luar negeri Xi Jinping.”

Sebelumnya Yuan Hongbing pernah mengungkapkan, karena Xi Jinping bergerak melawan arus, sehingga memicu ketidak-puasan di internal partai, kaum princelings dengan Liu Yuan sebagai intinya telah menandatangani kesepakatan bersama dan menuntut Xi Jinping mundur. 

Yuan Hongbing mengatakan, dalam kondisi ini hanya ada satu jalan bagi Xi Jinping untuk menyelamatkan diri, yakni mengobarkan perang Selat Taiwan, menaklukkan dan membebaskan Taiwan, untuk mengakumulasi energi bagi kewibawaannya. Xi mengira ini adalah jalannya untuk bertahan hidup, faktanya Xi Jinping hanya mencari jalan menuju kematian.

“Namun melihat para diktator totaliter dalam sejarah, umumnya adalah orang bodoh, yang acap kali mencari jalan kematiannya sendiri. Begitu pula dengan Hitler dan para pendukung militerisme Jepang dulu. Sekarang Xi Jinping pun tak luput dari kutukan sejarah ini.”

PKT akan Terus Memecah Belah Taiwan dari Dalam, “Kartu Reunifikasi” adalah Tipuan Politik

Partai Progresif Demokrat (DPP) berkuasa untuk ketiga kalinya, hasil pemilihan legislatif Taiwan tidak ada yang melebihi setengah. Jumlah kursi legislatif DPP terus berkurang, jumlah kursi KMT terus bertambah. TPP adalah partai ketiga terbesar yang telah dua kali berturut-turut menguasai badan legislatif, memainkan peran minoritas yang amat krusial. 

Pemerintahan Lai Ching-te akan menghadapi situasi “partai berkuasanya lemah, partai oposisinya kuat”, bagaimana Lai Ching-te akan mendobrak kedua partai oposisi yang mungkin akan mengekang kebijakan darinya, hal ini patut diamati.

Yuan Hongbing mengatakan, karena PKT telah mengadakan banyak perang kognitif, serta arogansi kekuasaan yang diperlihatkan pemerintahan Tsai Ing-wen dalam hal urusan dalam negeri, kedua hal ini telah melukai kaum muda Taiwan, dan melukai perasaan masyarakat Taiwan. Dalam pemilu legislatif, suara legislatif yang diraih DPP telah menurun jauh, jumlah kursi di badan legislatif bahkan tidak lebih banyak daripada KMT, ini bakal menyebabkan kesulitan yang sangat besar bagi pemerintahan Lai Ching-te kelak.

“Partai komunis pasti akan memanfaatkan para politisi yang percaya pada Xi Jinping, lewat aktivitas mereka di Dewan Legislatif, berupaya merontokkan motivasi masyarakat Taiwan menentang tirani PKT, mengacaukan masyarakat Taiwan, mengikis kesepahaman masyarakat Taiwan secara keseluruhan, menciptakan kerusuhan, lalu menciptakan kondisi yang memudahkan RRT mengobarkan perang di Selat Taiwan.” Tekanan dan intimidasi PKT terhadap Taiwan selama ini selalu dengan memainkan kartu “reunifikasi tanah leluhur”. Akhir 2023 lalu, Xi Jinping sendiri turun tangan untuk intervensi dalam pemilu Taiwan, dan sempat dua kali menyebut “reunifikasi”.

Yuan Hongbing berpendapat, reunifikasi harus dilakukan dengan penyatuan sukarela rakyat yang bebas, agar sesuai dengan supremasi hukum modern. Taiwan adalah sebuah masyarakat demokrasi yang bebas, Tiongkok di bawah kekuasaan PKT adalah sebuah masyarakat kediktatoran totaliter, jadi antara kedua daratan ini sama sekali tidak terdapat pondasi politik yang sama. 

Demokrasi bebas dengan kediktatoran totaliter sama sekali tak mungkin menyatu, jadi “reunifikasi” PKT pada dasarnya hanyalah suatu penipuan politik. “DPP berkuasa, secara jelas menyatakan akan dengan tegas mempertahankan kedaulatan negara Taiwan, independent dari tirani PKT, ini adalah fakta. Terlepas dari diakui atau tidak, ini adalah faktanya.” (sud/whs)