Yuk Jadi Investor Saham

JAKARTA – Kapan pertama kali kita membuka rekening di bank? Apa ada yang masih ingat? Pasti sangat senang rasanya ketika kita mulai bekerja dan diminta untuk memiliki rekening bank untuk menerima gaji bulanan. Atau saat kita berbisnis dan membutuhkan rekening bank sebagai tempat uang masuk dan keluar. Sebagian lain, mungkin saat sekolah atau kuliah sudah punya rekening bank. Nah, bagaimana kalau kita mau menjadi investor saham?

“Sama seperti membuka rekening di bank, untuk menjadi investor saham kurang lebih kita perlu melalui prosedur yang sama. Perbedaan utamanya adalah rekening saham dibuka di perusahan sekuritas atau perusahaan efek. Terdapat lebih dari 90 perusahaan efek atau sekuritas yang telah menjadi anggota Bursa Efek Indonesia (BEI) dan telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” kata Kautsar Primadi Nurahmad, Corporate Secretary BEI.

Setiap perusahaan efek juga memiliki kantor cabang di banyak lokasi dan di beberapa daerah sehingga memudahkan calon investor dan investor untuk membuka rekening atau mendapatkan berbagai informasi. Terdapat pula perusahaan efek yang menyediakan ruangan galeri investasi, tempat para investor berkumpul, saling bertukar informasi, dan bertransaksi bersama.

Daftar nama perusahaan sekuritas dan informasi mengenai perusahaan bisa diakses melalui website OJK dan BEI. Oleh karena itu, jangan sampai kita memilih perusahaan efek yang tidak diawasi OJK. Selain itu,  perusahaan efek harus menjadi anggota BEI atau partner dari anggota BEI  karena setiap transaksi saham yang terjadi di pasar modal Indonesia harus difasilitasi BEI. 

Setelah menyelesaikan persyaratan administrasi untuk menjadi nasabah perusahaan efek, dan memiliki rekening bank di bank pembayar yang melayani transaksi pasar modal, maka investor sudah mulai bisa untuk bertransaksi. Tentunya setelah menempatkan sejumlah deposit dana di bank pembayar, yang besarnya tergantung dari ketentuan masing-masing perusahaan sekuritas. Investor bisa membuka rekening efek di lebih dari satu perusahaan efek.

Walaupun nama investor ada di banyak perusahaan efek, data aset investor yang berupa data kepemilikan efek tersentralisasi di satu Single Investor Identification (SID) yang tersimpan di sistem AKSes yang dikelola Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian transaksi saham. Tiap investor akan menerima satu kartu AKSes yang berisi SID dan bisa diakses untuk melihat data mutasi transaksi dan data kepemilikan efek masing-masing investor di pasar modal Indonesia.

Selain KSEI, ada satu lembaga lagi yaitu PT KPEI (Kliring Penjamin Efek Indonesia), yang menjadi lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP). Ketiga fasilitator perdagangan saham ini, yaitu BEI, KPEI dan KSEI disebut SRO (Self-Regulatory Organization), yang operasionalnya diawasi oleh OJK.

Langkah pertama setelah mendapatkan SID adalah mempelajari cara bertransaksi saham, yang bisa dilakukan secara langsung melalui sistem perdagangan online milik perusahaan efek. Investor bisa bertransaksi dari mana saja, asalkan ada jaringan wifi untuk terhubung dengan sistem transaksi online milik perusahaan sekuritas, yang terhubung pula dengan sistem perdagangan saham BEI. 

Investor juga perlu mempelajari saham-saham yang ingin dibeli untuk mengisi portofolio investasi. Investor dapat mempelajari kinerja perusahaan baik dari informasi publik seperti laporan keuangan, company profile atau prospectus, hasil analisa analis-analis saham, dan beberapa informasi lainnya. Selain itu, investor perlu memperhatikan setiap corporate action perusahaan yang bisa berdampak pada perubahan harga saham, baik naik maupun turun.

Untuk investor yang mau aktif bertransaksi atau berspekulasi dengan menganalisa pergerakan harga saham perlu mempelajari teori teknikal dari pergerakan harga saham-saham yang tercatat di BEI. Kemudian, investor disarankan untuk menggunakan dana investasi saham yang berasal dari dana idle atau dana yang tidak terpakai dalam jangka panjang. Investasi saham dikategorikan sebagai instrumen investasi yang berisiko tinggi sehingga kita investor tidak boleh menggunakan dana yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek. Jika harga saham turun, tetapi bukan disebabkan kinerja perusahaan yang memburuk, investor bisa menahan saham miliknya untuk tidak dijual sampai harga sahamnya naik kembali. Dan ini bisa saja membutuhkan waktu yang panjang.

Sebelum mengalolasikan dana untuk investasi saham, investor harus lebih dahulu memiliki tabungan dana darurat yang besarnya 3-6 kali kebutuhan hidup bulanan. Oleh karena itu, jika terjadi risiko dalam pekerjaan atau bisnis, setidaknya investor bisa bertahan hidup antara 3-6 bulan tanpa harus segera mencairkan dana investasinya di pasar modal, yang mungkin harganya sedang terkoreksi.

Hal yang terpenting dalam berinvestasi saham adalah harus realistis dan tidak terpancing emosi. Kita tidak boleh terbawa arus “ikut-ikutan” karena bisa saja suatu waktu para spekulator saham sengaja mencari keuntungan dari kepanikan investor atau dengan sengaja membuat jebakan untuk membeli saham tertentu yang dibuat seolah-olah banyak diminati. Jika harga saham turun, jangan panik dan cepat menjual sebelum mempelajari kinerja dan faktor-faktor lainnya. Sebaliknya, jika melihat ada harga saham yang naik, jangan pula kita langsung terburu-buru untuk membeli sebelum menganalisanya. (amelia)