ANALISIS: Apa yang Dihadirkan oleh Prabowo Jika Jadi Presiden Negara Berpenduduk Terbesar ke-4 di Dunia? Ini Ramalan Pakar Asing

Bagaimana presiden baru Indonesia akan mempengaruhi perdagangan dan pengaruh Beijing di kawasan ini?

Andrew StaceyThe Epoch Times

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengumumkan kemenangannya dalam pemilihan presiden pada 14 Februari, dengan proyeksi awal yang mengindikasikan keunggulan secara signifikan atas para pesaingnya dengan perkiraan 58 persen suara dalam penghitungan awal.

Dalam pidato kemenangan, Prabowo mengatakan, “Kemenangan ini harus menjadi kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia… kita akan membentuk pemerintahan yang terdiri dari putra-putri terbaik Indonesia.”

Salah satu daya tariknya adalah bahwa ia akan meneruskan kebijakan ekonomi presiden yang sedang menjabat yakni Presiden Jokowi.

Pemilihan umum di Indonesia sangat penting bagi kawasan Asia-Pasifik, mengingat kepentingan strategis negara ini atas rute pelayaran yang penting dan hubungannya yang kompleks dengan Beijing.

Apa Arti Kepresidenan Prabowo Subianto bagi Australia?

Menurut The Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia, pada  2021, total perdagangan barang dan jasa dua arah antara Australia dan Indonesia bernilai A$18,35 miliar, dan jika ada, angka ini mungkin akan meningkat di bawah kepresidenan Prabowo.

Australia mengekspor gandum, briket batu bara, dan bijih besi ke Indonesia, sementara impornya meliputi minyak mentah, layar video, dan kayu olahan.

Menurut Rahmaan Yacob dari Lowy Institute, seorang peneliti di Program Asia Tenggara, “Hubungan dengan Australia, terutama di bidang pertahanan, dapat berkembang lebih jauh” dengan kemenangan Prabowo.

“Prabowo sangat ingin mengembangkan kemampuan militer Indonesia lebih lanjut, dan dia ingin memiliki akses ke platform dan teknologi militer Barat,” katanya kepada The Epoch Times edisi Bahasa Inggris. 

Australia memiliki banyak teknologi ini, yang kemungkinan akan membuat hubungan keamanan antara kedua negara meningkat.

Kepresidenan Prabowo juga dapat meningkatkan hubungan di bidang ekonomi.

Bagaimana dengan Hubungan Indonesia-Beijing?

Kepresidenan Prabowo  kemungkinan tidak akan banyak mengubah hubungan Indonesia dan Beijing, menurut Yacob.

“Prabowo telah menyatakan bahwa ia akan melanjutkan kebijakan Jokowi untuk menarik investasi, terutama di sektor hilir mineral dan industri pertambangan – dengan demikian ia akan mempertahankan hubungan ekonomi yang erat dengan Beijing untuk menarik investasi Tiongkok,” katanya.

Inisiatif Belt and Road Beijing sudah tertanam kuat di Indonesia dan merupakan elemen penting dalam pembangunan Indonesia.

Inisiatif ini berada di balik proyek-proyek infrastruktur penting seperti kereta api berkecepatan tinggi Jakarta-Bandung, dan pembentukan berbagai zona kerja sama ekonomi, yang mencakup hampir separuh dari kawasan industri Beijing di ASEAN.

Investasi Beijing lainnya termasuk pembangunan bandara dan jalur kereta api strategis, dengan portofolio investasi yang disebut-sebut mencapai US$91 miliar untuk 28 proyek.

Upaya ini sejalan dengan pembentukan koridor ekonomi di seluruh Indonesia, yang mengintegrasikan visi maritim dan perdagangan Presiden Jokowi.

Bagaimanapun Ketegangan Masih Ada

Terlepas dari dukungan yang kuat untuk Inisiatif Belt and Road Beijing dan aktivitas investasi lainnya, masih ada kekhawatiran tentang tindakan Beijing di Laut Tiongkok Selatan dan Kepulauan Natuna.

Indonesia telah mengalami pelanggaran teritorial di zona ekonomi eksklusifnya di sekitar Kepulauan Natuna oleh kapal-kapal Beijing di masa lalu, yang menyebabkan ketegangan di antara kedua negara.

Sementara itu, nelayan Indonesia menghadapi persaingan dengan kapal-kapal penangkap ikan yang lebih besar yang didukung oleh Beijing, yang mempengaruhi hasil tangkapan mereka. Lebih jauh lagi, Indonesia mempertahankan pendiriannya untuk tidak melakukan pengeboran di wilayah tersebut meskipun ada klaim dari Tiongkok dan telah memperkuat kehadiran militernya untuk menanggapinya.

Jika Prabowo, yang dikenal dengan pandangan nasionalisnya, menganggap kehadiran Beijing di dekat Kepulauan Natuna sebagai ancaman keamanan, ia mungkin akan lebih cenderung untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara Barat.