AS Mengadakan Sidang Dengar Pendapat Tentang Represi Transnasional yang Didominasi oleh Kasus PKT

oleh Li Haoyue

Pada Kamis (15 Februari 2024), Panel Hak Asasi Manusia Kongres AS Tom Lantos Human Rights Commission (Komisi Hak Asasi Manusia Tom Lantos), mengadakan sidang dengar pendapat tentang masalah represi transnasional (TNR) dengan mengundang semua pihak yang terkait untuk memahami mengenai cakupan dan skala penindasan transnasional yang sedang terjadi dengan tujuan untuk memperkuat respons Amerika Serikat terhadap masalah tersebut.

James P. McGovern, Wakil Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Tom Lantos yang juga seorang Perwakilan dari Demokrat mengatakan pada sidang tersebut, bahwa dari tahun 2014 hingga 2022, organisasi hak asasi manusia internasional “Freedom House” telah mendokumentasikan sebanyak 854 kasus represi transnasional di 91 negara yang dilakukan secara langsung dan nyata oleh 38 pemerintahan. Ada pun 10 besar negara yang menerapkan represi transnasional, komunis Tiongkok berada di tempat teratas, kemudian disusul oleh Turki, Mesir dan Rwanda. 

James P. McGovern mengatakan, fenomena ini bersifat global. Badan-badan penegak hukum Amerika Serikat sekarang sedang menanggapi tindakan represi transnasional yang terjadi di wilayah AS.

Menurut laporan Oktober 2023 dari Kantor Akuntabilitas Pemerintah AS (Government Accountability Office. GAO), bahwa lembaga penegak hukum AS kini menghadapi kendala seperti kesenjangan dalam undang-undang pidana. Anggota Kongres telah memperkenalkan rancangan undang-undang tentang kebijakan represi transnasional (H.R. 3654) dengan tujuan untuk mencegah, memitigasi, dan merespons represi transnasional di Amerika Serikat dan internasional. Namun RUU tersebut belum diproses oleh Kongres.

Nicole Bibbins Sedaca, Wakil Presiden Eksekutif “Freedom House”, dalam sidang tersebut mengatakan : “Menurut database kami, 10 negara kriminal teratas yang melakukan kejahatan terhadap individu melalui platform media sosial dan perangkat pribadi adalah Partai Komunis Tiongkok (Tiongkok), Turki, Tajikistan, Mesir, Rusia, Turkmenistan, Uzbekistan, Iran, Belarusia, dan Rwanda. 80% kasus dalam database kami didominasi oleh 10 negara tersebut”.

Nicole Bibbins Sedaca menekankan : “Tren perkembangan yang cukup mengkhawatirkan adalah, bahwa sejumlah besar kasus pelanggaran hak asasi manusia itu terjadi di wilayah luar negeri Tiongkok. Dan, Partai Komunis Tiongkok telah menerapkan kampanye penindasan transnasional yang paling komprehensif dan kompleks di dunia. Tiongkok (PKT) sendiri saja telah menyumbang 30% dari kasus represi transnasional di dunia”.

Pada Desember tahun lalu, Kepolisian Hongkong menawarkan hadiah hingga HKD.1 juta untuk memburu aktivis pro-demokrasi Hongkong yang berada dipengasingan, di antaranya termasuk Frances Hui, seorang koordinator kebijakan dan advokasi “The Committee for Freedom in Hong Kong Foundation) dengan alasan bahwa mereka melanggar “Undang-Undang Keamanan Nasional”. 

Pada Kamis, Frances Hui berbicara secara online pada sidang dengar pendapat tersebut, mengatakan bahwa otoritas komunis Tiongkok tidak hanya mengancam keluarga aktivis pro-demokrasi Hongkong di pengasingan, tetapi juga beberapa warga negara asing, termasuk mantan Konsul Jenderal AS di Hongkong. Ia mengatakan : “Penindasan transnasional proaktif Partai Komunis Tiongkok selain melanggar Hukum Dasar Hongkong dan perjanjian internasional, juga mengancam kedaulatan teritorial dan hak asasi manusia negara lain”, 

Dia menyerukan kepada anggota parlemen AS agar masalah penindasan transnasional bisa menjadi prioritas dalam diplomasi AS terhadap Tiongkok. Dan bahwa AS perlu mengambil tindakan yang lebih tegas untuk menentukan konsekuensi dari penindasan tersebut.

Represi transnasional mengacu pada pemerintah yang menjangkau lintas batas negara untuk melakukan penekan, melanggar HAM terhadap individu dalam pengasingan yang berbeda pendapat atau mengkritik PKT. Korban penindasan transnasional mencakup para jurnalis, akademisi, pembela hak asasi manusia, anggota kelompok agama atau etnis yang didiskriminasi, dan lawan politik. Represi ini terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk penguntitan dan pelecehan secara fisik dan digital, ancaman dan penyerangan, kriminalisasi, deportasi paksa, tekanan atau penahanan anggota keluarga, penculikan, penghilangan paksa, bahkan juga pembunuhan. (sin)